fbpx

BU PUR, PENELITI MOTIF BUNUH DIRI DI DESA KEMIRI JEPON

Bu Pur menulis banyak karya ilmiah, salah satunya Karya Ilmiah tentang perilaku bunuh diri di Desa Kemiri Jepon.

Jepon – Pilkades yang oleh banyak pihak dinilai sebagai perwujudan wajah demokrasi tingkat akar rumput, ternyata menyimpan kisah tragis. Setidaknya, inilah salah satu kesimpulan penelitian Bu Pur, Magister Psikologi Untag Surabaya asal Desa Kemiri Jepon ini.

 

Bu Pur menulis banyak karya ilmiah, salah satunya Karya Ilmiah tentang perilaku bunuh diri di Desa Kemiri Jepon.

 

Ia melakukan riset selama enam bulan dan mendapati hasil yang mencengangkan, selama 17 tahun terakhir terjadi 7 kali kasus gantung diri. Beberapa diantaranya merupakan efek dari konflik pasca Pilkades.

Bu Pur merupakan panggilan Sri Purnomowati, Dosen STAI Al Muhammad Cepu kelahiran Desa Kemiri Jepon 24 Februari 1980. Menyelesaikan program S1 di Fakultas Dakwah IAIN Sunan Gunung Djati Bandung pada 2004, dilanjutkan dengan menyelesaikan S2 di Untag Surabaya pada 2010.

Selain aktif mengajar di perguruan tinggi, Bu Pur juga bertugas sebagai kepala sekolah di SMP Islam Jiken mulai tahun 2015 kemarin, sebelumnya istri dari Yunyun Meilana dan ibu dari Dhanayu Cipta Resendria ini mengepalai MA Miftahul Amal Jiken.

Kepada Bloranews.com, Bu Pur memaparkan hasil riset yang dilakukannya mulai April dan selesai bulan September ini.

“Nama Desa Kemiri, diambil dari nama tumbuhan Kemiri (Sesbania grandiflora) yang tumbuh di desa tersebut. Menurut sumber lain, nama Kemiri diambil dari sifat turun-temurun warga setempat, Kemiren (iri hati),” papar Bu Pur mengawali penjelasannya, Sabtu (30/09).

Ia melanjutkan, secara umum masyarakat Desa Kemiri Jepon merupakan masyarakat yang produktif dan pekerja keras. Sayangnya, dalam keadaan tertentu sikap ini berujung pada kecenderungan materialistik (money oriented) yang berlebihan. Mereka melakukan kompetisi, dan tidak memiliki tradisi memberi dukungan kepada orang-orang yang telah sukses dalam karirnya.

“Ini menjadi paradoks, satu sisi kondisi ini mencipatakan kompetisi antar anggota masyarakat dan melahirkan banyak orang sukses. Tapi di sisi lain, mereka yang tersingkir dari kompetisi mengalami keputusasaan yang berujung pada tindakan bunuh diri. Dalam tujuh belas tahun terakhir ada tujuh kasus bunuh diri dengan cara gantung diri,”lanjutnya.

Wanita yang aktif di organisasi Agupena (Asosiasi Guru Penulis Indonesia), APPI (Asosiasi Pendidik Penulis Indonesia) dan Yayasan Pendidikan Muslimat NU Blora ini mengaku, dalam proses riset kasus bunuh diri di Desa Kemiri Jiken ini banyak menghadapi kendala, utamanya karena keluarga korban menganggap bunuh diri adalah sebuah aib yang harus dirahasiakan. Namun kendala ini tidak membuatnya patah semangat.

Salah satu cara Bu Pur untuk tetap semangat menyelesaikan riset dan karya-karyanya adalah dengan terus mengajar.

“Rentetannya seperti ini, dibaca lagi habis itu ngajar lagi dan mulai nulis lagi. Kalau ga ngajar ya ga bisa nulis. Soalnya ngajar bagi saya bisa menumbuhkan inspirasi,” pungkas wanita yang berhasil menjuarai belasan kompetisi menulis fiksi dan non fiksi ini.

Reporter : Malik