fbpx
OPINI  

POLEMIK UKT UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG

Ali azka ramadani mahasiswa dari blora
Penulis adalah Mahasiswa Blora yang saat ini sedang menjalani studi di Fakultas Ushuluddin dan Humaniora UIN Walisongo Semarang

Hal yang mengenaskan terjadi sepanjang penerimaan mahasiswa baru Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang 2016. Banyak diantara mereka mengatakan kuliah semakin mahal, ditambah lagi biaya hidup sebagai mahasiswa setiap tahun semakin berat, masihkah kampus ini (UIN Walisongo Semarang) dapat dikatakan sebagai Kampus Kerakyatan? Polemik ini dimulai dari diterapkannya suatu sistem pembayaran pendidikan tinggi yang dikeluarkan oleh Sstem Pendidikan Indonesia, Uang Kuliah Tunggal (UKT)

Ali azka ramadani mahasiswa dari blora
Penulis adalah Mahasiswa Blora yang saat ini sedang menjalani studi di Fakultas Ushuluddin dan Humaniora UIN Walisongo Semarang

UKT sebenarnya telah menjadi pembahasan bagi sebagian mahasiswa sejak akan diberlakukannya sistem tersebut, hingga pemberlakuan sistem UKT di tahun 2013 lalu. Tentu saja dengan berbagai pandangan, ada yang pro ada juga yang kontra. Beberapa pandangan muncul dikarenakan banyaknya spekulasi, terutama mengenai besaran biaya UKT tersebut. UKT ini diberlakukan di perguruan tinggi negeri ditujukan agar mempermudah dan mengurangi beban finansial mahasiswa baru dalam membayar uang perkuliahan. Apakah benar begitu?

Pada contoh kasus yang saya temukan, kata mempermudahnya justru lebih sedikit. Setelah melihat berbagi macam aksi penolakan Uang Kuliah Tunggal (UKT) oleh mahasiswa baru di UIN Walisongo Semarang, menunjukkan bahwa mahasiswa baru sangat terbebani dengan tingginya UKT 2016, tidak adanya transparansi Rancangan Anggaran Biaya (RAB), Biaya Kuliah Tunggal (BKT), dan dana UKT. Hampir semua mahasiswa baru disetiap fakultas serentak menyuarakan aksi penolakan terhadap tingginya biaya UKT Walisongo 2016.

Banyak mahasiswa baru  dari Blora tercatat mendapat kategori UKT yang tidak sesuai dengan pendapatan orang tua yang dimasukkan ke dalam formulir online sehingga mendapatkan UKT level tertinggi, padahal seharusnya mereka masuk ke kategori rendah.

Seperti halnya mahasiswa asal Blora yang bernama Dewi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, ia mendapatkan UKT yang tak sesuai dengan kondisi ekonomi keluarga. “Aku mendapat UKT dua juta lebih, sedangkan pendapan keluarga tidak sepadan belum lagi kebutuhan dan tanggungan, hanya ada ibu yang mencari nafkah”.

Selain Dewi, masih banyak lagi mahasiswa baru yang tidak mendapatkan keadilan dari sistem UKT UIN Walisongo. Hal ini disebabkan oleh masih bobroknya sistem UKT UIN Walisongo dalam menentukan kategori UKT yang sah bagi mahasiswa yang berhak.

Masih banyak lagi permasalahan yang telah dan akan ditimbulkan oleh UKT UIN Walisongo bagi mahasiswa baru. Biaya kuliah dari tahun ke tahun menjadi semakin mahal. Bagaiamana mungkin Negara menjalankan amanah kontitusi dan cita-cita Negara untuk mencerdaskan kehidupan bangsa jika untuk kuliah saja tidak semua orang bisa menikmatinya? Seperti yang ditegaskan oleh pasal 31 UUD 1945 ayat 1 “Setiap warga Negara berhak mendapatkan pendidikan”. Tentu pendidikan tinggi bagi segenap warga Negara menjadi prasyarat sebuah bangsa untuk berdaulat secara politik, berdikari secara ekonomi dan berkepribadian secara budaya.

Jangan sampai ada lagi mahasiswa baru Blora yang merasa terbebani atau bahkan ada yang mengundurkan diri menjadi mahasiswa UIN Walisongo Semarang karena biaya kuliah yang mahal dan adanya kesalahan sistem yang berakibat fatal; mahasiswa Blora di bebani atau di tolak untuk berkuliah di UIN Walisongo karena masalah ekonomi. Sungguh pemerintah dan UIN Walisongo berbuat zalim kepada negara dan bangsa dengan menyulitkan warga negaranya meraih pendidikan tinggi.

Kita seharusnya belajar dari Negara yang sangat peduli dengan dunia pendidikan seperti di Kuba atau Venezuela. Presiden Venezuela Hugo Chavez pernah mengatakan, “Jika kita (penmerintah) ingin menyejahterakan rakyat miskin maka berilah rakyat miskin kekuatan. Dan kekuatan itu bernama pendidikan. Maka berilah rakyat miskin pendidikan”.

Oleh : Ali Azka Ramadhan

BACA JUGA :

KEMERDEKAAN MORAL DAN KARAKTER BANGSA

WAJAH BUDAYA KOTA MUSTIKA : APATISME GENERASI MUDA DAN TANGGUNG JAWAB PEMERINTAH

MENGINGAT KEMBALI PESAN KEMERDEKAAN MBAH HASYIM ASY’ARI

PEKAN TERAKHIR RAMADHAN DI BLORA : RAGAM WAJAH KEMISKINAN