fbpx

TETRALOGI PULAU BURU : ANAK SEMUA BANGSA

Anak semua bangsa
Cover buku tetralogi pulau buru kedua, Anak Semua Bangsa

Blora- Pada buku pertama Tetralogi Pulau Buru, Bumi Manusia diceritakan tentang tokoh pribumi bernama Minke (banyak peresensi menafsirkan bahwa Minke adalah RM Tirto Adhi Soerjo, Pahlawan Pers Indonesia) dan kisah cintanya dengan Annelies, gadis Indo eropa-jawa yang kemudian dinikahinya. Minke digambarkan sebagai seorang pribumi yang mengagungkan kebudayaan Eropa. Dalam buku yang sama muncul tokoh wanita bernama Nyai Ontosoroh, mertua Minke yang juga seorang pribumi namun memiliki kecakapan dan semangat melebihi umumnya wanita di jamannya.

Pada buku kedua ini, kisah dibuka dengan perjalanan Annelies ke negeri Belanda. Annelies pergi ke negeri Belanda karena Nyai Ontosoroh, ibu Annelies tidak memiliki hak untuk mengasuh Annelies. Hak asuh Annelies jatuh kepada Maurits Mellema, saudara tiri Annelies.

Dalam perjalanan menuju negeri Belanda,kesehatan Annelis terus menurun. Sepanjang perjalanan itu, seorang kawan Minke bernama Pandji Darman (Robert Jan Daperste) mengawal Annelies dan merawatnya. Tidak lama setelah sampai di negeri Belanda, sakit yang diderita Annelies pun bertambah parah sampai akhirnya meninggal dunia.

Kematian Annelies ini membuat Minke dan Nyai Ontosoroh geram, kepada saudara tiri Annelies (Maurits Melleman) dan Pengadilan Belanda. Seiring berjalannya waktu, Minke menyaksikan bahwa ketidakadilan ini juga dirasakan oleh sebagian besar rakyat Hindia-Belanda.

Minke yang semula mengagungkan kebudayaan Eropa perlahan berubah sudut pandangnya. Novel kedua ini ditutup dengan kehadiran Maurits Melleman di kediaman Minke dan Nyai Ontosoroh. Kedua tokoh ini, Minke dan Nyai Ontosoroh menganggap Maurits Melleman sebagai “pembunuh” Annelies.

Pram, dalam buku kedua ini menyajikan sejumlah potret kekejaman penjajah kepada penduduk pribumi. Beberapa diantaranya adalah usaha pemerintah kolonial membungkam paksa seorang aktivis Tionghoa, Khow Ah. Khow Ah meregang nyawa dengan sejumlah bekas tusukan senjata tajam di Jembatan Merah karena semangatnya dalam membangun gagasan kebangkitan Tiongkok kepada orang-orang sebangsanya.

Pram juga menuliskan tentang kekejaman korporasi Pabrik Gula dan para petingginya dalam menghisap rakyat. Kekejaman ini berupa sewa lahan yang tidak adil dan berbagai kejahatan petinggi Pabrik Gula kepada masyarakat pribumi saat itu [.]

Editor  : Sahal Mamur

Foto     : Cover buku tetralogi pulau buru kedua, Anak Semua Bangsa

*Dari berbagai sumber.