fbpx

MAS MARCO DARI CEPU (1890-1935) : CATATAN DARI PENJARA SEORANG JURNALIS KIRI (BAGIAN 2)

tokoh jurnalistik dari cepu blora
Mas Marco keluar-masuk penjara pemerintah karena tulisannya yang kritis.]

Cepu (23.06.2016) Penjara tidak lagi mampu membungkam jurnalis yang mengabarkan tindakan sewenang–wenang pemerintah kolonial. Marco Kartodikromo dari Cepu harus dikurung atas tulisannya yang mengkritik pejabat penasehat pemerintah kolonial pada januari 1915, RA. Rinkes.

 

tokoh jurnalistik dari cepu blora
Mas Marco keluar-masuk penjara pemerintah karena tulisannya yang kritis.

 

Setelah menjalani kurungan selama seratus hari, masyarakat pribumi pun marah dan menilai bahwa penangkapan Marco tidak memiliki alasan yang kuat. Akhirnya Marco pun dibebaskan dan kembali aktif di dunia jurnalistik pergerakan.

Selama dalam kurungan, praktis marco tidak dapat mengelola surat kabar Doenia Bergerak. Surat kabar itu pun akhirnya bangkrut dan tutup pada semester pertama tahun 2015. Marco pun merapat pada surat kabar Saroetomo yang berkantor di Surakarta.

Pada akhir 2016, Marco menerbitkan sebuah buku propaganda yang berjudul Boekoe Sebaran Jang Pertama. Untuk memperluas pengaruh gagasan kritis terhadap pemerintah kolonial, Marco pun bergabung pada Harian Pantjaran Warta yang berkantor di Jakarta. Di Harian Pantjaran warta, Marco bertugas sebagai editor.

Pemerintah Kolonial yang memang telah lama mengincar Marco pun kembali menangkapnya setelah satu bulan bergabung dengan Pantjaran Warta. Dalam penangkapan itu, pemerintah Kolonial pun mengurung Marco selama dua tahun dan dibebaskan pada 21 februari 1918.

Bebas dari penjara, Marco pun segera merapat ke semarang dan segera merapat pada Sarekat Islam. Bersama dengan Semaun, Marco pun bertugas sebagai komisaris Sarekat Islam Semarang. Pergerakan jurnalismenya pun kembali mendapatkan tempat setelah Marco bergabung dengan Surat Kabar Sinar Hindia.

Dengan keterlibatannya dalam Surat Kabar Sinar Hindia, Marco pun menginisiasi konferensi jurnalis pribumi pertama. Dalam konferensi ini, secara terbuka Marco menyampaikan gagasannya tentang situasi pers kala itu. Dengan lantang, Marco menyampaikan bahwa saat itu jurnalis Hindia-Belanda terbagi menjadi dua kubu. Kubu putih yang selalu mendukung kebijakan pemerintah kolonial, dan kubu hitam yang menentang kebijakan pemerintah kolonial.

Editor    : AM. Fawaidy

Foto      : Ilustrasi Bloranews

Sumber    : Jagat Wartawan Indonesia (Universe of Indonesian Journalist) oleh IN. Soebagjo. 1981. Gunung Agung Press : Jakarta

( bersambung di Bag 3 )

BACA JUGA :

MENGENAL MAS MARCO KARTODIKROMO DARI CEPU (1890-1935)