fbpx

MAS SOETARDJO KARTOHADIKOESOEMO DARI KUNDURAN : PEJUANG POLITIK ASLI KOTA MUSTIKA

Soetarjo

Kunduran – Mas Soetardjo Kartohadikoesoemo adalah salah seorang pendiri Negara Kesatuan Republik Indonesia kelahiran Kecamatan Kunduran – Kabupaten Blora. Jiwa patrotisme Mas Soetardjo tampak pada keterlibatannya dalam BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) dan PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia). Prestasi yang membuat nama Mas Soetardjo dikenal dalam percaturan politik nasional adalah diajukannya Petisi Soetardjo kepada Ratu Kerajaan Belanda, Ratu Wilhelmina dan Staten Generaal (DPR Belanda). Petisi tersebut mengkritik kebijakan politik Gubernur Hindia – Belanda saat itu, Bonifacius Cornelis de Jonge.

 

Mas Soetardjo Kartohadikoesoemo
Mas Soetardjo Kartohadikoesoemo beserta istri dan sebelas anaknya.

 

Mas Soetardjo Kartohadikoesoemo lahir di Kunduran, Blora pada 22 Oktober 1892. Ayahnya adalah Asisten Wedana Onder Distrik Kunduran yang bernama Kyai Ngabehi Kartoredjo sedangkan ibunya bernama Mas Ajoe Kartoredjo merupakan keluarga pemerintahan Banten. Mas Soetardjo mempertajam naluri berpolitiknya dengan menjadi salah satu pengurus berpengaruh di Perhimpunan

Pegawai Bestuur Bumiputera, yang kemudian mengantarkannya menjadi salah satu anggota Volksraad (Dewan Rakyat Indoneisa pada masa Hindia – Belanda) paling kritis dan berani.

Selama menjadi anggota Volksraad, Mas Soetardjo menyampaikan beberapa mosi politik yang mempengaruhi kebijakan pemerintah Hindia Belanda. Beberapa diantaranya adalah Mosi tentang Perbaikan Kondisi Ekonomi Masyarakat Indonesia, Mosi tentang Pembentukan Komite Pengentasan Kemiskinan, Mosi tentang Perubahan Frasa Inlander menjadi Indonesia pada Undang – Undang pemerintah Kolonial. Mosi tentang Peraturan Milisi bagi penduduk Indonesia dan Mosi tentang penambahan jumlah sekolah menegah kejuruan serta peraturan wajib belajar lokal.

Pada tanggal 15 Juli 1936, Mas Soetardjo mengajukan petisi Soetardjo kepada Ratu Kerajaan Belanda, ratu Wilhelmina dan Staten Generaal. Petisi ini diajukan karena masyarakat Hindia – Belanda tidak puas dengan kebijakan – kebijakan politik yang dilakukan oleh Gubernur Jenderal Bonifacius Cornelis de Jonge.De Jonge merupakan Gubernur Jenderal yang bersikap keras terhadap organisasi – organisasi pergerakan serta tidak segan meberedel media yang mengkritik kebijakannya.

Pada masa pendudukan Jepang, Mas Soetardjo dipercaya memimpin Sanyoo Naimubu (Departemen Dalam Negeri). Pada 17 Agustus 1945, Mas Soetardjo hadir pada pembacaan Naskah Proklamasi kemerdekaan Indonesia di Jalan Pegangsaan Timur 56 Jakarta. Beliau juga merupakan utusan republik muda ini untuk menyampaikan berita proklamasi kepada pemerintah Jepang, ditemani Mr. Kasman Singodimedjo.

Setelah Proklamasi Kemerdekaan, Mas Soetardjo diangkat menjadi Gubernur Jawa Barat oleh Presiden Soekarno. Jabatan sebagai Gubernur Jawa Barat ini tidak berlangsung lama, karena tanah air membutuhkan peran yang lebih besar dari priyayi kelahiran Blora ini. Beberapa jabatan penting yang pernah dipercayakan kepada Mas Soetardjo antara lain, Ketua Dewan Pertimbangan Agung pada 1948 – 1950 dan Wakil Ketua I Komite Nasional Indonesia Pusat pada 1945 – 1950.

Mas Soetardjo menghembuskan nafas terakhir pada 20 Desember 1976 di Jakarta dalam usia 84 tahun.

Oleh       : Ngatono.

Sumber : khazanah-arsip.jabarprov.go.id, Profil.merdeka.com dan Wikipedia.org