fbpx
OPINI  

BARONGAN DALAM NAGARAKARTAGAMA

Manuskrip Nagarakertagama (sumber foto: library.lontar.org)
Manuskrip Nagarakertagama (sumber foto: library.lontar.org)

Kapan pertunjukan itu dilaksanakan?

Pada pupuh 83, bait 5 terbaca adanya pesta tahunan kerajaan, yang diadakan di ibukota Majapahit, di Istana Prabu Hayamwuruk, pada bulan Palguna (Kawolu, Februari-Maret) dan Cétra (Kasanga, Maret-April) dan di bulan perdagangan atau Hapit, dimana bulan-bulan ini menempati peran yang cukup penting pada kalender pertanian (pranatamangsa).

Sehingga kemungkinan besar waktu perayaan festival yang dijelaskan dalam pupuh 83 hingga 91 dari Nagarakertagama, juga terkait dengan bulan ini, atau dengan laju perahu perdagangan dengan negara-negara di luar istana, yang digerakkan oleh arah angin muson.

Lebih lanjut Mpu Prapanca menyebutkan – yang perhatiannya tidak melulu tertuju pada keluarga raja dan pemuka agama – bahwa di bulan Palguna terdapat banyak acara hiburan di pasar Majapait.

 Dalam pupuh 83, bait 6:

Tingkah ning puja n-idran bhrisadi saha – mrdanggenarak ning wwang akwèh –  ping pitw angkën dinembuh sasiki –  saha    niwedya n-dunung ring wanguntur.

Terjemahnya adalah: pada upacara keagamaan terdapat acara orang-orang mengarak brisadi dengan merdangga (alat musik), dipimpin oleh orang tujuh kali, satu setiap hari (kali) lebih banyak (dari hari sebelumnya), juga dengan acara persembahan, bertemu di tempat Wanguntur (Sitinggil).

Prof. Kern mencatat: Arti kata brisadi/bhrisadi berarti totem raksasa (bentuk/patung yang disakralkan) yang mewakili beberapa makhluk mitos.

Jika perkiraan Prof. Kern ini benar, maka akan ada totem barongan besar dalam acara ini, dan di sini dapat dibayangkan sebagai sebuah wujud seperti raksasa, yang memang masuk dalam prosesi acara.

Kosa kata prisadi muncul dalam frasa lain Nagarakertagama, pada pupuh 64, bait 1, dimana dapat dibaca sebagai bentuk persiapan untuk upacara besar Sradha (pengorbanan, keselamatan jiwa yang lebih baik):

ngkane madhya witana Sobhita rinëngga lwir prisadya ruhur.

Dapat diterjemahkan :

Ada witana yang indah di tengah (sebuah bangunan terbuka dan sementara), dihiasi seperti prisadi luhur.

Mengikuti daftar Istilah Jawa Kuno – Belanda, menghubungkan bhrisadi dengan pusadi, sebuah kata yang menunjukkan tempat duduk yang ditinggikan yang digunakan di perayaan, atau mungkin semacam tribun.

Dengan pemaknaan sebagaimana terjelaskan di atas, jelas sekali perang-perangan antara singa barong dan raksasa (gendruwon) telah dipertunjukkan di perayaan Cétra, sebagai kelanjutan dari pesta di bulan Palguna dan berlokasi di lapangan Bubat. Pertunjukan ini sudah ada sejak abad 14 sebagaimana dipersaksikan Mpu Prapanca.

Tentang Penulis: Totok Supriyanto dan Dalhar Muhammadun merupakan tim Indonesiana 2019: Cerita Dari Blora