“Tujuannya iseng, sekaligus menghasilkan. Karena, berita dengan judul bombastis akan di-klik banyak orang. Dari sini, motifnya berkembang jadi motif ekonomi, yaitu mendapatkan iklan,” paparnya.
Efek samping kedua, saat ini warganet secara umum tengah berada di era post truth. Salah satu indikasinya, memproduksi informasi (berita) berdasarkan asumsi dan emosi saat itu, dengan mengabaikan fakta yang ada.
“Misalnya, bencana yang terjadi akhir-akhir ini karena Indonesia akan menjadi tuan rumah untuk pertemuan dengan IMF. Informasi ini dibuat berdasarkan emosi, dan bukan fakta,” imbuh pria yang pernah menjadi dosen Komunikasi di FISIP Undip ini.
Ketiga, adalah berkembangnya ujaran kebencian berbasis SARA. Untuk menekan efek samping tiga hal tersebut, Rofiudin menyajikan sejumlah tips.
“Pertama, saring informasi sebelum share. Kedua, bagikan berita yang benar dan bermanfaat,” pungkasnya.
Reporter : Saiful Huda