Blora – Bupati Blora Arief Rohman dan Walikota Sawahlunto Deri Asta mengapresiasi peringatan Satu Abad perjuangan Samin Surosentiko di Pendopo Pengayoman, Desa Ploso Kediren, Kecamatan Randublatung, Blora, Selasa (15/3) kemarin.
Acara berlangsung sukses dan meriah. Hal ini disampaikan Bupati Arief Rohman saat menghadiri acara puncak peringatan Satu Abad perjuangan Samin Surosentiko kemarin malam. Yaitu Kegiatan Jagongan bertema Panglingo Wonge Ojo Pangling Swarane, Laku Sikep Kanggo Donya. Hadir juga di tengah-tengah sedulur sikep, Wakil Bupati Blora Tri Yuli Setyowati serta Walikota Sawahlunto Deri Asta dari Sumatra Barat.
Sebelumnya, berbagia kegiatan digelar. Mulai seminar kebudayaan dengan tema Penguatan Sejarah Samin Surosentiko Sebagai Cagar Budaya Warisan Budaya Tak Benda pada Selasa siang. Kemudian dilakukan pemutaran film Geger Samin, penampilan klonengan Sami Wiji, dan Kidungan Wiji Kendeng. Puncaknya, kegiatan Jagongan degan tema Panglingo Wonge Ojo Pangling Swarane, Laku Sikep Kanggo Donya.
“Kami Pemerintah Kabupaten Blora menyampaikan terimakasih apresiasi setinggi-tingginya kepada anak turun temurun Mbah Samin Surosentiko, para sedulur Sikep, khususnya yang dari Blora atas sumbangsihnya selama ini perannya dalam rangka membangun Kab Blora yang sangat luar biasa,” terang Bupati Blora Arief Rohman.
Pihaknya juga mengundang Walikota Sawahlunto Deri Asta dari Sumatra Barat untuk hadir secara langsung.
“Pak Walikota Sawahlunto, beliau jauh-jauh datang dari Sumatera Barat ini menyambung paseduluran sedherek-sedherek wonten Blora meniko. Terima kasih Pak Walikota kehadirannya,” ucap Bupati Blora Arief Rohman.
Hal ini merupakan bentuk komitmen beliau (Walikota Sawahlunto,red). Bahwa memang kita punya hubungan antara Blora dan Sawahlunto.
“Saya merasa bahagia malam ini bisa hadir disini. Ini ide gagasan dari mas Gunretno untuk memperingati satu abad Mbah Samin Surosentiko,” terang Bupati Arief Rohman.
Bupati ingin, kedepan bersinergi antara sedulur sikep dengan pemerintah. Bagaimana ajarannya Mbah Samin bisa memberikan kemanfaatan untuk masyarakat, untuk warga sedulur Sikep.
“Kedepan itu kita juga ingin mendukung bahwa Samin itu identik dengan Blora. Nantinya kita ingin kerjasama antara Blora dengan Sawahlunto. Bagaimana kita saling bisa mendukung, dalam rangka nguri-nguri ajaran Mbah Samin,” ucapnya.
Sementara itu, Walikota Sawahlunto Deri Asta menyampaikan, bahwa dia hadir untuk bersilaturahmi dengan sedulur sikep yang ada di Blora. Selain itu, di Sawahlunto saat ini juga masih ada keturunan-keturunan keluarga Mbah Samin.
“Kami terima kasih diundang ke sini dan kami memang khusus menyediakan waktu untuk berkumpul bersilaturahmi dengan saudara-saudara kami disini (Blora, red). Karena di Sawahlunto ini masih ada keturunan-keturunan keluarga Mbah Samin yang terkumpul dalam keluarga Dulur Tunggal Sekapal. Ini konon katanya yang Satu kapal bersama-sama sampai ke Sawahlunto,” papar Deri Asta.
Walikota Deri Asta kemudian bercerita terkait sejarah Mbah Samin saat berada di Sawahlunto. Disampaikannya bahwa saat itu pemerintah kolonial melakukan penambangan batu bara di wilayah Sawahlunto dan membutuhkan tenaga kerja yang banyak.
“Pemerintah kolonial mengeluarkan semacam surat bagaimana tenaga-tenaga ini memanfaatkan tahanan di wilayah jajahan pada dahulu salah satunya tokoh masyarakat disini Mbah Samin Surosentiko yang termasuk yang ditangkap dan dijadikan tahanan perang,” terang Walikota.
Dijelaskannya, tahanan yang berada di pertambangan batu bara itu adalah tahanan yang terakhir. Termasuk tahanan yang berat. Kalau orang ke Sawahlunto berarti pelanggarannya menurut Belanda adalah pelanggan berat.
Bahkan, Samin Surosentiko bersama beberapa pengikutnya dijadikan buruh tenaga kerja paksa untuk menambang batu bara. Karena dianggap sebagai tahanan yang berbahaya, Ia juga dirantai. Mbah Samin dan para pekerja tambang lainnya pun hanya diberikan identitas berupa nomor. Bahkan sampai saat meninggal.
“Pak Samin dengan 8 orang pengikutnya dibawa ke Sawahlunto dijadikan buruh tambang. Tenaga kerja paksa yang disebut dengan orang rantai. Orang rantai, bekerjanya dirantai mengambil batu bara di tambang. Tapi karena Belanda juga takut ini buruh-buruh yang dipekerjakan ini menurutnya orang berbahaya, pemberontak, itu dirantai, itu adalah sejarah kejam penjajahan pemerintahan kolonial Belanda,” lanjutnya.
Meski demikian, lanjut Walikota Deri, terdapat perbedaan mindset antara penjajah dan masyarakat yang dijajah tentang apa yang dilakukan Samin Surosentiko. “Kalau bicara pelanggaran berat, tentu ada perbedaan pendapat. kalau menurut Belanda itu pelanggaran atau pemberontak, kalau menurut kita adalah pahlawan, itu perbedaan mindset atau pola pikir antara penjajah dengan orang yang dijajah,” Jelasnya.
Hingga saat ini, para keluarga pekerja tambang yang ada di Sawahlunto masih memiliki kekerabatan dalam bentuk ‘Dulur Tunggal Sekapal’. “Ini sejarah yang kita punya, dan sampai hari ini keluarga pekerja tambang masih ada di Sawahlunto dalam bentuk kekerabatan dulur tunggal sekapal dan hidup berdampingan bersama sama seluruh masyarakat yang ada di Sawahlunto,” katanya.
Walikota Sawahlunto menyampaikan, bahwa kedepannya akan ada rencana untuk menjalin kerjasama lebih lanjut untuk menggali potensi budaya yang ada. “Kedepan tentu kita harus kaji lagi, kami diskusi panjang lebar dengan Pak Bupati, tadi mungkin akan ada rencana MoU atau semacam kesepakatan kerjasama untuk menggali potensi budaya dan silaturahmi. Sebab kedatangan kami kesini mewakili pemerintah kota Sawahlunto dan mewakili keluarga-keluarga Samin yang sekarang masih ada,” pungkasnya.
Salah satu tokoh Sedulur Sikep dari Blora, Mbah Pramugi, menyampaikan bahwa Samin dan pengikutnya melakukan perlawanan kepada penjajah tanpa menggunakan kekerasan. Termasuk sikap menolak terhadap penjajah. “Samin sak pendereknya lawan Belanda tanpa pakai kekerasan, karena Sedulur Sikep iku wes kondang kaloka, ora seneng tukar padu, ora seneng gegeran, seneng ane kerukunan,” paparnya.
Salah satu tokoh sedulur sikep dari Bojonegoro, Bambang Sutrisno, menyampaikan bahwa ajaran Samin Surosentiko sudah ditetapkan sebagai warisan budaya. “Di tahun 2019 ajaran Samin Surosentiko sudah ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda Indonesia di tahun 2019,” ucapnya.
Gunretno salah satu tokoh sedulur Sikep, mengatakan pada kesempatan tersebut pihaknya sekaligus ingin mengetahui tanggapan Walikota terkait sosok Samin Surosentiko.
“Tadi kami minta klarifikasi Pak Walikota berkaitan dengan sudut pandang, Mbah kami disana sejauh mana dan ini sudah disampaikan, mungkin sudah jelas sangat, bahwa sudut pandang pemerintah dan masyarakat Sawahlunto mengakui bahwa Mbah itu berjuang, tidak dipandang pembangkang” tambah Gunretno. (ADV)