fbpx

CHINTYA RAMADHANI : PEMUDA JUGA BERTANGGUNG JAWAB MEMBERANTAS BUTA AKSARA

cerpenis muda blora
Chintya Ramadhani(dua dari kanan), Cerpenis Blora ini menekankan pentingnya peran pemuda dalam pemberantasan BA

Randublatung- Tingginya jumlah buta aksara di Blora membuat banyak kalangan mengelus dada. Cerpenis belia, Chintya Ramadhani pun angkat bicara. Menurutnya, tidak cukup hanya berharap pada pemerintah untuk menuntaskan buta aksara, lebih jauh Chintya juga menekankan pentingnya peran pemuda di Blora.

 

cerpenis muda blora
Chintya Ramadhani (dua dari kanan), Cerpenis Blora ini menekankan pentingnya peran pemuda dalam pemberantasan BA

 

Chintya Ramadhani lahir di Blora tanggal 12 Januari 1999. Chintya saat ini sedang menjalani studi di Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro Semarang. Cerpenis tujuh belas tahun ini mengambil program studi Agroekoteknologi.

Semasa duduk di Sekolah Menengah Atas, Chintya aktif di banyak komunitas sastra dan organisasi kepemudaan. Beberapa diantaranya adalah Pena Pelajar Randublatung dan Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama Kecamatan Randublatung. Chintya merupakan ketua dari dua organisasi tersebut.

Chintya menilai pemerintah Blora telah melakukan berbagai aktivitas untuk menekan jumlah penyandang Buta Aksara. “ Di Randublatung daerah saya orang-orang buta aksara berusia 55 tahun ke atas. Jumlahnya saya tidak tau pasti, tapi saya rasa jumlahnya jauh berkurang jika dibandingkan dari tahun ke tahun. Sekalipun jumlahnya kecil, para penyandang buta aksara ini harus dibantu untuk dapat membaca dan menulis” tutur Chintya.

Lebih lanjut, Cintya juga menekankan pentingnya keterlibatan pemuda dalam pemberantasan buta aksara. “Aksi nyata para pemuda dengan terjun langsung ke lingkungan buta aksara sangat diperlukan. Pemberantasan buta aksara bukan hanya kewajiban pemerintah daerah saja” tuturnya.

Penulis cerpen “Kotak Hitam dengan Pita Berwarna Senada” ini juga menjelaskan bahwa salah satu sebab buta aksara adalah keengganan dari penyandangnya untuk belajar membaca dan menulis karena telah berusia senja [.]

Reporter          : Khoirunniam

Foto                 : Dokumentasi Chintya Ramadhani