fbpx

DUKUNGAN SISTEM PEMILU TERTUTUP OLEH PDIP

Ilustrasi.
Ilustrasi.

BLORANEWS – Sudah menjadi rahasia umum bahwa sebenarnya pemerintahan orde lama sampai orde baru dalam pemilu menggunakan sistem pemilu tertutup. Masyarakat hanya memilih simbol partai saja tanpa foto figur caleg. Keputusan dalam penempatan kursi legislatif ditentukan oleh partai.

Berbeda dengan pemilu yang di selenggarakan pasca berakhirnya orde baru, di era reformasi sampai pemilu terakhir, sistem demokrasi yang diterapkan di negri ini berubah total, yaitu penerapan pemilu secara terbuka. Yaitu masyarakat bebas memilih partai serta figur caleg yang mereka sukai.

Alotnya persidangan di MK ahir-ahir ini tentang pembahasan realisasi pemilu terbuka atau tertutup masih menjadi perdebatan. Satu-satunya patai yang mendorong pemilu dengan sistem tertutup hanya PDIP saja, semua partai termasuk PKB yang mengklaim dirinya punya massa besarpun tidak sepakat dengan sistem pemilu tertutup. Padahal dengan sistem pemilu tertutup akan kelihatan partai mana yang benar-benar menjadi partai unggulan atau cuma partai dengan massa yang sedikit.

Perempuan dalam pemilu terbuka pada umumnya dipaksa untuk berjuang mati-matian demi duduk di legislatif. Mereka hanya diletakkan di nomor urut sepatu yang susah sekali untuk mendulang suara maksimal. Padahal suara terbesar dalam pemilu adalah suara perempuan. Jarang sekali perempuan di nomor sepatu pada akhirnya bisa berhasil duduk menjadi anggota dewan, kecuali caleg perempuan memiliki dana besar untuk pengorganisiran massa.

Dari pemilu terbuka kita bisa lihat bahwa seolah menjadi sesuatu yang mustahil apabila wakil perempuan menjadi wakil rakyat di DPR, meskipun mereka (caleg perempuan) memiliki kualitas dan kapasitas yang layak untuk mewakili rakyat di gedung dewan.

Berbeda dengan sistem pemilu tertutup dengan aturan yang sederhana, yaitu rakyat hanya memilih partai saja. Kebijakan partailah yang akhirnya bisa memilih anggotanya untuk diajukan menjadi anggota dewan. Dengan kuota 30% perempuan dalam penempatan kursi legislatif, partai bisa menscreening caleg perempuan yang layak untuk diajukan.
Bukan wakil perempuan dengan modal popularitas saja, tapi harus memperhitungkan kwalitas dan kapasitas caleg perempuan.

Sistem demokrasi terbuka dan tertutup masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan. Apapun itu keputusan MK wajib kita laksanakan demi tercapainya keadilan sosial bagi masyarakat.

Begitu juga untuk pemilu di Blora, idealnya kuota 30% perempuan yang berhak menduduki kursi dewan di tentukan oleh partai yang ada, sehingga dominasi suara perempuan bisa mewaliki aspirasi perempuan.

Sistem demokrasi terbuka dan tertutup masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan. Apapun itu keputusan MK wajib kita laksanakan demi tercapainya keadilan sosial bagi masyarakat.

Tentang penulis: Siti Lestari adalah mantan ketua PC PMII Kabupaten Blora yang saat ini aktif mengelola Lembaga Pendampingan dan Pemberdayaan (Perempuan) Kinasih.

*Opini di atas merupakan tanggung jawab penulis seperti tertera, tidak menjadi bagian tanggung jawab Bloranews.com.