fbpx
OPINI  

FENOMENA KEHIDUPAN MALAM DI TAMAN SERIBU LAMPU CEPU

Dunia Malam Cepu
Ilustrsi : Bloranews

Aktifitas ekonomi begitu hidup, begitulah pemandangan yang terlihat ketika anda menjejakkan kaki di Cepu. Sebuah kecamatan kecil yang terletak di pinggiran kabupaten Blora, Jawa Tengah. Secara geografis berbatasan langsung dengan propinsi Jawa Timur. Hampir 24 jam kehidupan masyarakat Cepu berlalu-lalang meramaikan seluruh sudut kota kecil ini. Seperti shift kerja yang tidak terjadwal tapi teratur. Pusat keramaian berada di semua titik transaksi jual beli atau pasar. Mulai dari pasar tradisional sampai Taman Seribu Lampu yang selalu membuat Cepu menyala tiap malam tiba.

 

Dunia Malam Cepu
Ilustrsi : Bloranews

 

Perkembangannya sangat pesat. Investor-investor terus berdatangan untuk menanamkan modal. Kualitas infrastruktur yang bisa dikatakan lebih dari memadai jika dilihat lagi bahwa statusnya adalah sebuah kecamatan didalam kabupaten yang sepi. Inilah lahan subur untuk menebarkan benih. Sesuatu yang sangat menjajikan dan begitu nyata.

Sekali lagi, Cepu selalu mengundang decak kagum orang-orang yang pertama kali datang ke kota kecil ini. Setelah melakukan perjalanan darat melewati kecamatan-kecamatan lain di sekitar Cepu yang tak sehidup kehidupan Cepu, barulah mereka menyadari bahwa ada sejuta pesona di tengah kampung-kampung.

Hampir semua yang biasa kita lihat di kota besar, ada disini. Lapangan terbang yang terletak di perbatasan Kapuan-Ngloram, terminal di perbatasan Tambakromo-Balun, stasiun di daerah Balun Pasar Jagung, pasar-pasar tradisional, plaza. Ada juga taman kota yang menjadi pusat aktifitas terkini masyarakat Cepu. Disinilah potret kehidupan Cepu yang sesunggunhya saat ini. Siang malam selalu dihidupi kegiatan-kegiatan penduduk dari semua kalangan. Terutama pada malam hari, ada ratusan tenda warung kopi kothok (kopi khas Kota Cepu) tersebar di kota ini, dan terpusat di Taman Seribu Lampu. Berbagai macam usaha digelar disini.

Layaknya hidup, semua digelar untuk kepentingan-kepentingan tertentu. Sungguh kota yang serba ada. Bahkan tersedia juga tempat orang-orang berwisata nafsu. 

Geliat Taman Seribu Lampu, seolah merayu para pengguna jalan untuk mampir di sejumlah warung kopi yang mempunyai bentuk dan modelnya hampir sama, karena hampir semua warung kopi disini berbentuk “LESEHAN”. Setiap warung kopi disini hampir semuanya ditunggui oleh perempuan, mulai ABG sampai ibu-ibu paruh baya ada disini. 

Terungkap, tak hanya menjajakan dagangan, warung-warung kopi itu juga menjadi tempat transaksi “esek-esek” terselubung. Taman Seribu Lampu pun disulap menjadi taman sejuta maksiat. Ketika penulis sengaja mendatangi salah satu pemilik warung kopi tersebut. Sebut saja “Bunga” (nama samaran) mengaku, ketika warung sepi apalagi di musim hujan seperti ini, dia terkadang mau diajak kencan di hotel sekitaran Cepu dengan tarif 300-400 ribu sekali kencan. “Ya maklum mas, karena saya masih banyak tanggungan, uang itu saya pakai buat bayar angsuran motor juga untuk kebutuhan sehari-hari, biasanya mereka menunggu di hotel terlebih dulu, setelah warung tutup barulah saya menyusul ke hotel” Jawab Bunga polos. 

Parahnya, Pemerintah Kecamatan Cepu seolah melegalkan tempat transaksi “esek-esek” terselubung tersebut. Karena Pemerintah Kecamatan tidak pernah melakukan pembinaan ataupun sidak terhadap para pemilik maupun penjaja warung-warung kopi tersebut.

 

Tulisan di kirim Oleh Gunaidik