fbpx
OPINI  

GEGER PARIKESIT, CUCU SAMIN SUROSENTIKO

Ilustrasi
Ilustrasi

Apa yang sedang ramai dan begitu banyak diperbincangkan warga Blora adalah tentang telah lahirnya Parikesit, tokoh inti Ramalan Joyoboyo.

 

Ilustrasi
Ilustrasi

 

Terjadi di tahun 1908, dan masyarakat Blora sebelumnya mengingat, sekitar satu setengah tahun lalu, di desa Ploso, Kecamatan Randublatung, Blora, Pak Samin mengajarkan kepada murid-muridnya beberapa ajaran mendasar perilaku dan kemasyarakan, antara lain menyebarkan pendapat bahwa pemerintah tidak berhak menuntut pembayaran pajak dan hutan dianggap sebagai milik bersama penduduk Jawa. Semua yang ditangkap karena tuduhan hasutan itu dilumpuhkan dengan cara diasingkan. Dan sekitar setengah tahun yang lalu dia bersama beberapa muridnya diasingkan ke Sumatra.

Hari-hari di tahun itu begitu menyita perhatian masyarakat Blora, karena telah lahir cucu Samin, suatu kondisi yang tidak bisa dianggap berbahaya, tapi tetap saja patut dan bahkan sangat menjadi perhatian Pemerintah Belanda. Terlebih, Bupati Blora adalah penikmat dan pencinta sastra Jawa kuno dan secara khusus mempelajari ramalan Joyoboyo. 

Menurut Ramalan, di tahun 1837 Jawa (1908 M), Parikesit akan muncul di Jawa, dimana sebuah kekuatan ajaib dan luar biasa akan diberikan, matahari selama tujuh hari akan tertutup awan.

Bupati RMT Cokronegoro III yang telah lama menyukai Sastra Jawa barangkali telah melakukan kelalaian, untuk menyelidiki keberadaan Parikesit itu, lalu di tahun itu, sudah masuk tahun 1908. Penyelidikan yang dilakukan kemudian menunjukkan bahwa memang ada seorang anak laki-laki yang pada saat itu tinggal di Blora, lahir tahun itu dan menyandang sebuah nama Parikesit.

Anak ini ternyata adalah cucu Pak Samin (Samin Surosentiko), seorang filsuf Ploso. Dikatakan bahwa Pak Samin sebelumnya (sebelum diasingkan) sempat memberi pesan kepada salah satu menantunya yang mengharapkan seorang anak, jika anak itu laki-laki, maka berilah nama Parikesit.

Kemudian ia menambahkan bahwa kelak Parikesit akan melakukan semua yang dia mampu demi tercapai dan keselamatan semua orang yang ingin mencapainya. 

Sudah kenyataan bahwa seorang anak laki-laki telah lahir dari menantu perempuannya di tahun itu, dan dia menyebutnya Parikesit. Jadi ketika Bupati Blora menyelidiki apakah ada seorang anak laki-laki di tahun itu ada yang lahir dan diberi nama Parikesit, dan semenjak diketahui ternyata dia adalah cucunya dari Pak Samin, maka dengan seketika, di mata seluruh masyarakat Blora, dia adalah tokoh yang sangat penting yang akan menyelamatkan Jawa.

Sementara di sisi lain, keberadaan anak kecil ini memberikan pengaruh luar biasa atas imajinasi para pengikut ajaran Pak Samin. Para pengikut yang jumlahnya bahkan melebihi jumlah yang diketahui. Cuaca mendung dan hujan yang tidak wajar beberapa minggu berikutnya menambah keyakinan mereka, meskipun sulit dijelaskan sebagai bukti dari kekuatan mistisme pengiringnya. Parikesit, katanya, memiliki kemampuan itu, untuk mendatangkan “musim hujan”, dan selanjutnya akan menjadi raja segala roh, penyatu tanah Jawa.

Ada yang bertanya, apa keinginan sebenarnya dari Pak Samin dan apa yang kemudian harus dicapai Parikesit? Apakah ternyata masyarakat Blora lebih percaya dengan fakta dan perbuatan, daripada penyebaran ajaran lisan secara damai?

Sangat sedikit informasi selanjutnya yang didapat dari Parikesit kecil ini. Apakah ia tertunduk sambil berlalu untuk menghilang dari Kurusetra (Blora), atau dia menjadi selembar boneka dari kulit dan dimainkan seorang dalang. Karena dalam Wayang Jawa, kesulitan dan kesusahan itu juga merupakan lakon Parikesit untuk, sebagai cucu dari Arjuna.

Tentang penulis: Totok Supriyanto adalah pemerhati sejarah dan budaya.

*Opini di atas merupakan tanggung jawab penulis seperti tertera, tidak menjadi bagian tanggung jawab Bloranews.com