fbpx

GUBUG JATI TUNJUNGSARI : BELAJAR KETEGARAN DARI PENGGARAP LAHAN HUTAN

Reporter Bloranews saat berkunjung ke lahan hutan
Reporter Bloranews saat mengunjungi Gubuk mbah ngasui

Tunjungan ( 21/01/2015 ) Mbah Ngasui ( 75 ), Kakek lanjut usia ini memilih tinggal di tengah hutan daripada hidup di daerah berpemukiman di desa Tunjungan. Ditemani istri tercintanya, Mbah Parti ( 60 ) pria ini menggarap lahan di tengah hutan di sisa usianya. Musim ini, Mbah Ngasui menanam ketela pohon dan beberapa palawija yang lain. Sekalipun memiliki rumah dan keluarga di Tunjungan, Mbah Ngasui dan Mbah Parti tidak sering mengunjungi rumah Tunjungan itu. Beliau berdua hanya mengunjungi rumah Tunjungan jika persediaan di tengah hutan telah habis. Kunjungan menuju rumah Tunjungan hanya dilakukan jika beras dan perlengkapan dapur telah menipis, segera setelah mengambil beras dan berbagai perlengkapan yang dibutuhkan beliau akan segera kembali ke gubug jerami di tengah hutan itu.

 

Mbah Ngasui ( 75 ), Kakek lanjut usia ini memilih tinggal di tengah hutan daripada hidup di daerah berpemukiman di desa Tunjungan. Ditemani istri tercintanya, Mbah Parti ( 60 ) pria ini menggarap lahan di tengah hutan di sisa usianya
Mbah ngasui dan istri sedang beraktifitas di gubug

 

Mbah Ngasui telah menjalani hidup seperti ini sejak beliau berusia dua puluh lima tahun. Sebuah Gubug beratap jerami di tengah hutan, menjadi tempat yang nyaman untuk beristirahat dan merebahkan punggung jika sudah terlalau lelah untuk menggarap lahan. Dua tahun ini, Mbah Ngasui dan istri menggarap petak 153 B di RPH Nglawungan. Lahan tersebut dibawah pengelolaan BKPH Nglawungan dan LMDH Jati Tunjungsari, desa Tunjungan Kecamatan Tunjungan Kabupaten Blora. Dalam papan informasi di lahan yang sedang dikerjakan Mbah Ngasui, tertulis bahwa kontrak pengelolaan lahan akan berakhir tanggal 2 Mei 2016.

 

Gubug Mbah Ngasui tidak seberapa besar, di dalamnya terdapat sebuah tempat tidur dan tempat untuk meletakkan pakaian sehari – hari. Pada gubug bagian belakang terdapat dapur dengan peralatan – peralatan memasak sederhana. Beberapa panci kecil, penggorengan dan perlengkapan makan untuk berdua, Mbah Ngasui dan Mbah Parti
Tempat tidur dan dapur dalam gubug

 

Gubug Mbah Ngasui tidak seberapa besar, di dalamnya terdapat sebuah tempat tidur dan tempat untuk meletakkan pakaian sehari – hari. Pada gubug bagian belakang terdapat dapur dengan peralatan – peralatan memasak sederhana. Beberapa panci kecil, penggorengan dan perlengkapan makan untuk berdua, Mbah Ngasui dan Mbah Parti. Di samping gubug terdapat ranting – ranting pohon sebagai bahan bakar dapur yang tertata rapi. Atap jerami di gubug Mbah Ngasui dibuat dengan ketebalan yang cukup untuk menyerap air hujan. Untuk melindungi diri dari serangan nyamuk dan serangga malam, Mbah Ngasui membakar dedaunan dan ranting – ranting kering sebagai berdiang ( asap pengusir nyamuk tradisional ) di malam hari.

 

Lahan tersebut dibawah pengelolaan BKPH Nglawungan dan LMDH Jati Tunjungsari,
Plang petak KPH

 

Sebuah kehidupan yang jauh dari sisi modern kota jati ini. Gaya hidup yang mengingatkan kita dengan para leluhur Blora yang hidup berdampingan dengan alam secara harmonis, mengambil dari alam kebutuhan seperlunya. Mbah Ngasui dan Mbah Parti seolah mengajarkan kita bahwa memanfaatkan alam adalah dengan tidak merusak dan mengeksploitasi lingkungan secara brutal.

 

Reporter Bloranews saat berkunjung ke lahan hutan
Reporter Bloranews saat mengunjungi Gubuk mbah ngasui

 

Lahan hutan yang dikelola Mbah Ngasui, pada mulanya adalah lahan persemaian untuk bibit – bibit jati yang akan ditanam. Setelah persemaian dipindahkan ke lokasi tanam, mbah Ngasui ditawari oleh mandor hutan tersebut untuk dikelola dengan ditanami palawija. Dengan demikian, mbah Ngasui sering berpindah – pindah lahan garapan. Perpindahan lahan garapan didasarkan atas ketersediaan lahan kosong di hutan. Semakin jauh lokasi lahan garapan yang tersedia, semakin berat pula perjalanan mengelola pertanian yang harus ditempuh Mbah Ngasui.

 

Hamparan lahan hutan
Hampahan Lahan Hutan di sekitar gubuk mbah ngasui

 

Dalam mengelola lahan pertanian itu, otoritas pengelola hutan hanya menyediakan lahan saja. Untuk bibit tanaman, pupuk dan pestisida Mbah Ngasui harus menggunakan biaya sendiri. Untuk mengairi tanamannya, Mbah Ngasui sepenuhnya berharap pada hujan dan sumur pertanian yang terdapat di lahan tersebut. Sayangnya, tidak semua petak lahan di hutan memiliki sumur untuk pengairan pertanian hutan.

 

Hutan yang di manfaatkan petani
Hamparan Lahan Hutan yang dimanfaatkan mbah ngasui

 

Di tengah segala keterbatasan ini, Mbah Ngasui denag tegar menjalani kehidupannya sebagai penggarap lahan pertanian hutan. Kemampuan mengelola uang penjualan hasil panen menentukan kelangsungan pengelolaan pertanian hutannya. Sampai saat ini, setengah abad sudah Mbah Ngasui menjalani kehidupan seperti ini. Untuk dapat bertahan, dibutuhkan lebih dari sekedar kerja keras, melainkan juga kesabaran dan ketahanan untuk hidup terasing dari masyarakat kota yang hiruk – pikuk.

Reporter          : Amir Amroni

Fotografer        : Aliph Bengkong