fbpx
OPINI  

HAMPIR SEPERTIGA BALITA DI KABUPATEN BLORA MENGALAMI STUNTING

Ilustrasi kerdil
Ilustrasi

Sedangkan intervensi gizi sensitif meliputi:

  1. Peningkatkan akses terhadap air bersih dan sanitasi yang layak
  2. Fortifikasi-Ketahanan Pangan
  3. Peningkatkan akses kepada Layanan Kesehatan danKB.
  4. Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), Jaminan Persalinan (Jampersal) dan jaminan sosial lainnya.
  5. Pendidikan pola asuh orang tua
  6. Program Pengembangan Anak Usia Dini (PAUD) Holistik Integratif dan Stimulasi, Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang (SDIDTK) pada anak
  7. Pendidikan Gizi Masyarakat.
  8. Edukasi kesehatan seksual dan reproduksi, serta gizi pada remaja
  9. Program Padat Karya Tunai

Pemerintah daerah Kabupaten Blora juga tidak tinggal diam terhadap tingginya prevalensi stunting di wilayahnya. Akhir-akhir ini, sosialisasi dan kampanye untuk mencegah stunting tengah digalakkan hingga ke level desa. Kabupaten Blora sendiri merupakan salah satu dari 160 kabupaten yang menjadi lokus pemerintah pusat untuk penurunan stunting pada tahun 2018-2019.

Namun, mengingat bahwa penyebab stunting bersifat multi-dimensional, ada beberapa hal yang juga harus menjadi perhatian pemerintah untuk menurunkan prevalensi stunting di Kabupaten Blora.

Misalnya, penggunaan sumber air minum bersih. Air minum bersih adalah air minum yang bersumber dari air kemasan bermerk, air isi ulang, air leding, sumur bor/pompa, sumur terlindung dan mata air terlindung.

Khusus untuk air minum yang bersumber dari sumur bor/pompa, sumur terlindung dan mata air terlindung harus memiliki jarak ≥ 10 meter dari penampungan akhir tinja terdekat.

Bersumber dari Survei Sosial-Ekonomi Nasional (Susenas) yang diselenggarakan oleh BPS, rumah tangga yang menggunakan air minum bersih di Kabupaten Blora pada tahun 2018 menurun dibandingkan dengan tahun 2017.

Pada tahun 2017 rumah tangga yang menggunakan air minum bersih adalah 81,89 % sedangkan di tahun 2018 turun menjadi 81,57 %. Selain masalah penurunan persentase ini, 18,43 % rumah tangga yang belum bisa menggunakan sumber air minum bersih juga harus mendapat perhatian, mengingat air bersih adalah salah satu kebutuhan dasar manusia.

Selain akses terhadap air minum bersih, rumah tangga kumuh juga harus menjadi perhatian. Yang dimaksud dengan Rumah tangga kumuh adalah rumah tangga yang tidak memiliki akses air minum layak, akses sanitasi layak, ruang huni yang cukup (sufficient living area), dan bangunan tempat tinggal yang kokoh (durability of housing).

Data Susenas tahun 2018 menunjukkan persentaserumah tangga kumuh di Kabupaten Blora meningkat dibandingkan dengan tahun 2017. Pada tahun 2018 persentase rumah tangga kumuh di Kabupaten Blora adalah 1,37 % meningkat dari tahun 2017 yaitu 0,88 %.

Rumah tangga kumuh paling banyak ditemukan di daerah pedesaan, lebih tepatnya 1,81 % rumah tangga di pedesaan merupakan rumah tangga kumuh, sedangkan di daerah perkotaan relatif lebih sedikit yaitu 0,29 %.Walaupun jumlahnya sedikit, jika tidak segera diatasi masalah rumah tangga kumuh akan berdampak buruk bagi kesehatan masyarakat.

Tentunya masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan untuk mengurangi bahkan membumihanguskan masalah stunting pada generasi bangsa. Pemerintah Pusat sendiri mencanangkan pembangunan saat ini akan berfokus pada pembangunan sumber daya manusia yang berkelanjutan.

Untuk itu pemerintah dan masyarakat harus bersinergi untuk mengatasi masalah stunting termasuk di wilayah Kabupaten Blora, demi mendukung terciptanya sumberdaya manusia yang berkualitas dan berdaya saing global. 

Tentang penulis: Yunita Rizki Intan Sari  merupakan Staf Badan Pusat Statistik Kabupaten Blora