fbpx

KE SORONG PAPUA BARAT, PERANTAU BLORA MENGADU NASIB

Joko Ariyanto (26), perantau asal Blora yang telah setahun bekerja pada industri bata merah di Distrik Mayamuk, Kabupaten Sorong Papua Barat
Keseharian pekerja pembuat bata asal Blora di Distrik Mayamuk Kabupaten Sorong, Papua Barat.

Sorong, Papua Barat –  Merantau menjadi pilihan untuk mendapatkan penghasilan yang lebih besar bagi sebagian pekerja Blora. Berbekal tekad keras, sejumlah anak muda Blora mengadu nasib ke tanah Papua dan bekerja di industri pembuatan batu bata. Beberapa perantau, bahkan mengajak serta keluarganya mengadu nasib di tanah Papua.

Joko Ariyanto (26), perantau asal Blora yang telah setahun bekerja pada industri bata merah di Distrik Mayamuk, Kabupaten Sorong Papua Barat menceritakan pengalamannya bekerja di lingkungan keras tersebut.

 

Joko Ariyanto (26), perantau asal Blora yang telah setahun bekerja pada industri bata merah di Distrik Mayamuk, Kabupaten Sorong Papua Barat
Keseharian pekerja pembuat bata asal Blora di Distrik Mayamuk Kabupaten Sorong, Papua Barat.

 

“Para pekerja di sini ikut sama Pak Jumadi, asal Dumpil Grobogan. Kita ini pekerja otot, bukan pekerja otak. Jadinya, kerja di sini ya jadi kuli. Ada ratusan kuli dari Blora di tempat ini. Gajian kita dibayaran saat bata dibakar, biasanya sebulan sekali,” terang Joko, Selasa (05/09).

Beberapa kuli asal Blora yang bekerja pada industri menceritakan, kerja sebagai kuli di negeri sendiri ini bukanlah pilihan mereka. Terbatasnya pilihan kerja dengan gaji yang layak memaksa mereka bekerja di lingkungan yang keras ini.

“Dan juga, karena pendidikan kita tidak memadai untuk kerja yang ringan-ringan. Jadinya, kita harus rela jadi kuli di negeri sendiri,” tambah Teguh (21), kuli asal Kecamatan Jati.

Bekerja pada industri bata merah di Distrik Mayamuk Sorong, bukanlah pekerjaan mudah. Meskipun untuk mencetak bata telah menggunakan mesin cetak, tapi untuk tahapan pembuatan bata selanjutnya masih menggunakan tenaga manusia.

Para kuli ini, harus menyusun bata-bata ini di tempat terbuka untuk pengeringan. Cuaca yang panas, akan membuat bata mentah ini cepat mengering. Setelah kering, bata akan dibakar di tempat pembakaran bata yang biasa disebut Tobong.

“Rata-rata, tiap kuli di sini bisa membuat 12 ribu sampai 15 ribu keping bata tiap bulan. Itu pun kalau cuacanya panas terus. Kalau tak menentu seperti ini, ya lain lagi,” papar Nur (25), kuli asal Blora.

Setelah dibakar, para kuli akan menerima gaji. Besarnya 500 ribu rupiah untuk tiap 1000 keping bata. Menurut penuturan beberapa kuli asal Blora, gaji yang telah diterima ini, sebagian segera dikirim ke kampung halaman. Sisanya untuk biaya hidup di tempat kerja.

“Bisa kerja saja sudah alhamdulillah, apalagi bisa kirim uang untuk membantu kebutuhan keluarga di kampung halaman. Kerja di tempat yang jauh seperti ini harus siap lebaran tidak ketemu keluarga,” kata Andik (28), Kuli asal Blora yang sudah beberapa tahun bekerja pada industri bata di Mayamuk Sorong, Papua Barat.

Reporter : Jacko Priyanto