fbpx

LEBIH DEKAT DENGAN JEDORAN KEDUNGJAMBON

Kesenian Jedoran dimainkan untuk bmenyemarakkan acara Pupak Puser.

Ngawen – Meski harus bersaing dengan berbagai jenis hiburan, kesenian Jedoran tetap mendapatkan tempat di hati masyarakat Blora. Kesenian ini, masih bertahan di sejumlah tempat. Salah satunya, di Dukuh Kedungjambon Desa Sumberejo Kecamatan Ngawen.

Salah satu pegiat kesenian Jedoran, Supriyadi (53) warga Kedungjambon, mengungkapkan kesenian Jedoran di Blora hampir punah lantaran kurangnya minat anak muda untuk melestarikan  kesenian ini.

 

Kesenian Jedoran dimainkan untuk bmenyemarakkan acara Pupak Puser.

 

“Untuk Jedoran, harus memiliki nafas yang panjang. Karena, vokalnya harus ngelik (bersuara keras dan panjang). Saat ini, pemainnya hanya orang-orang tua. Anak muda sepertinya kurang tertarik belajar Jedoran,” ungkapnya, Kamis (05/07).

Mbah Supri, sapaan akrab Supriyadi, memaparkan kesenian Jedoran untuk meramaikan acara “Jagong Bayi” dimainkan dalam durasi enam.

“Biasanya main mulai pukul sepuluh malam sampai jam tiga dini hari. Tidak ada ketentuan tarif mas, seikhlasnya saja,” tambahnya.

Menurut Mbah Supri, jumlah pemain dalam kelompok Jedoran terdiri atas 10 sampai 12 orang. Dalam penampilannya, kelompok Jedoran memainkan lagu bergenre Sholawat maupun lagu yang menceritakan kisah Walisongo.

 “Lagunya ya Qoluu Syaikhuna (semacam manaqib), kisah Walisongo serta Sholawat. Tiap lagu dimainkan selama 5 menit sampai 15 menit,” lanjut pegiat Jedoran ini.

Selain bermain di desa sendiri, kelompok Jedoran Kedungjambon juga kerap “manggung” di desa lain seperti Ngampel (Blora Kota), Pudak (Ngawen), dan desa-desa di Kecamatan Banjarejo.

Reporter : Ika Mahmudah