fbpx
OPINI  

MAKNA NANG ONANG TIR, WONG LANANG JELANTHIR.

Penampilan teater perlawanan Samin melawan penjajah di Stadium Seni Budaya Tirtonadi Blora
Penampilan teater perlawanan Samin melawan penjajah di Stadium Seni Budaya Tirtonadi Blora

Para tahanan kelompok Surosentiko yang dipindah ke kota Rembang masih dengan keras kepala menyangkal telah menghasut dan melawan terhadap pemerintah Belanda. 

Tapi bagaimanapun, menurut laporan mata-mata, berbagai informasi didapatkan, bahwa Samin akan mendeklarasikan diri sebagai seorang Raja, sedangkan Surowirio, diangkat sebagai Patih Noroyono, dan Towikromo, sang besan dari Samin, menjadi Patih Jolodoro.

 

Penampilan teater perlawanan Samin melawan penjajah di Stadium Seni Budaya Tirtonadi Blora
Penampilan teater perlawanan Samin melawan penjajah di Stadium Seni Budaya Tirtonadi Blora 

 

Terhitung mulai hari Jumat Pahing (1 Maret 1907), semua murid Samin akan menjadi orang tangguh, orang Belanda dan pejabat priyayi adalah wanita, yang perintahnya tidak perlu dipatuhi oleh seorang laki-laki. Para murid Samin akan boleh untuk menuruti keinginannya sendiri, tidak ada seorang pun yang berwenang untuk mengontrol ataupun memberi perintah. Siapa pun yang menentang pegawai Belanda dan Pribumi tidak akan celaka.

Untuk mendapatkan sebuah simpulan tentang apa itu ajaran Samin, ternyata sebuah “dowa” Samin paling fenomenal dan paling utama, yang diturunkan kepada muridnya mulai dipelajari oleh pihak pemerintah Belanda. 

Menurut Ronodikromo dari desa Gondel, baris pertama adalah mantra, tentang ilmu kekebalan. Baris yang lain dia tidak mengetahuinya. Sedangkan menurut mantan carik Soerowirio, dimana dia juga diberikan sebuah ‘dowa’ oleh Samin:

Nang onang tir, wong lanang jelanthir; Sipat satunggal notog dateng sipat tiga; Sipat tiga notog dateng sipat nenem. Dia mengatakan bahwa :

Karepé gunem sing mekoten niku;

dadi deweke rumongsa wong lanang,

yen kabeh wong londo utawa priyayi

dadi wong wadon, sebab duwite wong

desa niku pada dijaluki kabeh, rupané

kolek iku dadi saiki ngajak rasa

ngadêkaké umbul-umbul, utawi

kadospundi supados tiyang ingkang dereng manut dateng igama Samin sami remen nyanggi pêrtikel ingkang makoten wau.

Menurut mantan carik desa itu, dapat berarti Samin merasa seperti laki-laki dan semua pegawai Belanda dan pribumi dianggap sebagai wanita, karena mereka mengambil uang dari semua warga desa; Kolek (minuman kolak) memberi kekuatan dan kekuatan menularkan ajaran atau untuk mengangkat bendera, sehingga semua yang belum tahu ajaran Samin, menjadi senang untuk mengikuti perkataannya.

 

Secara lengkap dowa itu adalah :

Bumi aji jaman

Nang onang tir 

Kolek jenang dadi wesi 

Dedek kolek nongko pak tuwa

Kolek kacemplung kedung pak tuwa

Sehingga terlepas dari makna filosofis yang ada di dalamnya, orang Belanda saat itu mengartikan bahwa Samin ( pak tuwa) dari yang sebelumnya lemah akan menjadi orang yang kuat ( besi ), kelemahannya telah jatuh ke dalam air yang dalam ( kedhung ); Samin menyebut dirinya sang penakluk bumi. 

 

Tentang penulis: Totok Supriyanto adalah pemerhati sejarah dan budaya.

 

*Opini di atas merupakan tanggung jawab penulis seperti tertera, tidak menjadi bagian tanggung jawab Bloranews.com