fbpx
OPINI  

MEDIA DI TENGAH SEBARAN HOAKS

Dicha Abdil Muttaqina
Dicha Abdil Muttaqina

Ditengah pandemi seperti ini masyarakat tentunya dilanda rasa panik dan resah akibat banyak hal. Mulai dari virus corona itu sendiri hingga hal-hal kecil yang mengiringinya. Termasuk berita bohong (hoaks). Dalam kondisi panik seperti ini, kemunculan hoaks yang cepat tersebar di kalangan masyarakat turut memicu keresahan. Tidak hanya keresahan, tetapi munculnya hoax juga berpotensi untuk menempatkan masyarakat pada situasi yang tidak stabil (kacau). 

 

Dicha Abdil Muttaqina
Dicha Abdil Muttaqina

 

Hoaks merupakan berita palsu atau bohong yang biasanya disebarkan melalui media sosial. Tujuan hoaks biasanya untuk merekayasa atau menutupi fakta sebenarnya. Biasanya isi dari hoaks memang dipancing untuk menyebarkannya kepada orang lain. Memang dalam kenyataannya, sebagian besar masyarakat indonesia memiliki kecenderungan untuk langsung percaya dengan berita yang dibaca.

Kemudian tanpa mengkonfirmasi terlebih dahulu apakah berita itu mengungkap fakta yang sebenarnya atau berita bohong (hoaks), mereka dengan cepat menyebarkannya kepada orang lain. Sehingga banyak orang yang termakan berita bohong (hoaks) tersebut. 

Sebenarnya untuk mengantisipasi hoaks, diperlukan sikap kritis dari masyarakat agar tidak mudah percaya dengan berita yang belum jelas kebenarannya tersebut. Tidak hanya masyarakat, namun media juga diharapkan kritis dengan hal-hal seperti ini.

Bukan turut memberitakan sesuatu yang belum jelas kebenarannya hanya karena banyak diperbincangkan oleh masyarakat.

Melainkan membantu untuk mencari kebenarannya dan menyampaikan kepada masyarakat terkait fakta yang sebenarnya.

Media memang semestinya melakukan hal tersebut sesuai dengan fungsi komunikasi massa yang seharusnya. Dimana media tidak hanya menyebarkan informasi tapi juga mengedukasi seluruh masyarakat melalui komunikasi massa sehingga lebih efisien.

Misalnya saja berita hoaks tentang MUI yang muncul baru-baru ini dan ramai diperbincangkan oleh masyarakat. Berita bohong yang tersebar melalui media sosial whatsapp tersebut mengatakan bahwa MUI menolak dan menganjurkan masyarakat untuk menolak rapid test sebab terdapat modus operasi PKI di dalamnya. Dimana dalam pengobatan covid-19 akan disuntik racun sehingga korban meninggal.

Masalahnya bagaimana jika masyarakat percaya dan termakan hoaks tersebut? MUI merupakan salah satu lembaga yang dipercaya karena mayoritas masyarakat Indonesia merupakan penganut agama islam. Sehingga beredarnya hoaks tersebut tentu membuat masyarakat bingung dan kacau. Apalagi PKI merupakan isu yang sensitif di kalangan masyarakat Indonesia.

Padahal pemerintah bahkan dokter sangat menganjurkan untuk melakukan rapid test jika memang merasakan gejala-gejala covid-19. Hal ini bisa berakibat fatal bila masyarakat benar-benar menolak rapid test tersebut. Penularan bisa menjadi lebih cepat dan jumlah korban bertambah lebih banyak tanpa disadari. 

Untung saja ditengah kebingungan tersebut media segera mengkonfirmasi langsung kepada MUI dan menginformasikan bahwa berita tersebut adalah berita bohong (hoaks).

Kemudian media juga melampirkan surat klarifikasi MUI terkait berita hoaks tersebut.

Jika dilihat dari permasalahan tersebut dapat dikatakan media kini mampu lebih kritis dalam menghadapi hoaks. Tidak hanya itu, media juga sudah lebih baik dalam menerapkan fungsi-fungsi komunikasi massa yang semestinya. Meskipun beberapa media masih memberitakan sesuatu yang ‘viral’ tanpa mengkonfirmasi terlebih dahulu terkait fakta sebenarnya. Sebab dampak dari hoaks tersebut bisa berakibat fatal pada masyarakat. Oleh karena itu, diperlukan adanya kerjasama antara masyarakat dengan media untuk mengatasi hoaks beserta dampak buruknya.

Tentang penulis : Dicha Abdil Muttaqina adalah Mahasiswa Ilmu Komunikasi, Univ. Muhammadiyah Malang/UMM.

Alamat: Jl. Kampar gang 6 no.12, Tanjungsari  Kota Blitar 66122

 

Opini di atas merupakan tanggung jawab penulis seperti tertera, tidak menjadi bagian tanggung jawab Bloranews.com