fbpx

MINYAK LANGKA, KELUH PELAKU UMKM TAK BISA PRODUKSI KRIPIK TEMPE

Kurun waktu sekira tiga minggu, salah seorang pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) tak bisa memproduksi kripik tempe lantaran minyak goreng mengalami kelangkaan.
Pelaku UMKM kripik tempe, Sri Lestari.

Ngawen – Kurun waktu sekira tiga minggu, salah seorang pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) tak bisa memproduksi kripik tempe lantaran minyak goreng mengalami kelangkaan.

Ia adalah Sri Lestari (42), pengusaha kripik tempe asal Desa Berbak, Kecamatan Ngawen, Kabupaten Blora. Dia menggeluti dunia ini sudah 11 tahun. Sri mengeluh karena sulitnya mencari minyak goreng.

“Kemarin selama tiga minggu tidak produksi. Kira-kira pada bulan Januari sampai awal Februari, kehabisan minyak goreng dan kalau mau mencari sulitnya minta ampun,” keluhnya, Minggu (20/02).

Setelah itu ia mengaku mendapat minyak subsidi dari temannya yang mempunyai minyak, namun tidak bertahan lama. Sekarang stok minyak habis. Dalam menggoreng tempe ia tidak pernah menggunakan minyak curah, tapi selalu memakai minyak kemasan.

“Minyak langka. Ada sih, cuma sedikit dan mahal. Tapi harga kripiknya mboten ngetukke (rugi). Soalnya harga minyak di atas harga kripik. Tidak masuk akal, mas, harga kripik mahalan minyaknya. Belum lagi harga bahan-bahan lainnya juga ikut naik,” ujarnya.

Harga minyak goreng kemasan jenis bimoli sebelum naik Rp29 ribu per 2 liter, sekarang Rp43 sampai Rp44 ribu per 2 liter. Sri mengatakan, minyak kemasan langka, kalau membeli minyak curah di Modo Dadi (MD) harus menggunakan KTP dan pembelian dibatasi serta antri panjang.

“Yang menjadi kendala itu minyak. Pelaku usaha seperti saya pasti butuh minyak untuk menggoreng. Wilayah Ngawen sendiri ada banyak lho pedagang gorengan yang mogok tidak jualan. Banyak kok,” terangnya.

Saat ditanya Harga Eceran Tertinggi (HET) minyak Rp14 ribu, dirinya sempat mendengar dan pernah membeli. Ia berharap kepada pemangku kebijakan untuk menstabilkan harga minyak goreng.

“Harapan saya harga minyak itu ya harus ditata, inginnya normal seperti dulu. Kalau mahal, bagi kami sangat merugikan sekali, pontang-panting ke sana ke mari. Terus stoknya jangan langka,” ucapnya.

Dirinya ingin harga minyak Rp28 ribu pr 2 liter. Kalau Rp44 ribu menurutnya sangat mahal, jika Rp28 ribu tapi langka juga sama saja. Sri sempat mempertanyakan apakah ada permainan mengenai fenomena kelangkaan minyak.

“Memang dipengaruhi oleh apa sih? Apa itu permainan wong-wong nduwur (Pemerintah, Pengusaha besar). Kami di bawah kesulitan banget. Ini keluhan kami pengusaha mikro, mudah-mudahan dapat solusinya,” pungkasnya. (Jam).