fbpx

PESANTREN DI KRADENAN BINA PENDERITA SAKIT JIWA

K. Mustain
Ahmad Mustain, pengasuh PP Darul Hakim I untuk penderita sakit jiwa. Foto : Bloranews.com

Kradenan – Ketika melihat seseorang dibalut pakaian lusuh sambil menapaki aspal tanpa alas kaki. Tubuhnya begitu kotor, kadang menggerutu, tertawa bahkan marah tanpa sebab. Tingkah lakunya tak terkendali. Itulah potret penderita gangguan jiwa selalu negatif.

Tak hanya itu, mungkin ada yang lebih baik dari itu walaupun dengan kondisi dipasung kedua kakinya secara tidak manusiawi. Ditempatkan digubuk tersendiri, jauh dari orang-orang yang juga mungkin beranggapan lebih waras dari mereka.

 

K. Mustain
Ahmad Mustain, pengasuh PP Darul Hakim I untuk penderita sakit jiwa. Foto : Bloranews.com

 

Pertama masuk pelataran Pondok Pesantren Darul Hakim I, pemandangan berbeda akan tersuguh di halaman yang teduh dan cukup luas tanpa pagar itu. Nampak beberapa orang yang sedang beraktifitas berpakaian cukup rapi dan bersih, yang sama sekali tidak mengesankan ada orang-orang yang mengalami gangguan jiwa ditempat tersebut.

Itulah sedikit kesan yang timbul, dimana santri-santri yang mengalami gangguan mental itu berdiam, di Kompleks Ponpes Darul Hakim I di Dukuh Tambak Desa Sumber Kecamatan Kradenan, Blora, Jawa Tengah yang berdiri sejak tahun 2012 itu dijadikan tempat rehabilitasi mental untuk orang yang mengalami gangguan jiwa.

Dari hal itulah, yang membuat Pengasuh Ponpes Kiai Ahmad Mustain, memberikan perhatiannya secara penuh kepada mereka yang dipinggirkan.

Dirinya berpikir “bahwa mereka itu yang dianggap orang gila juga manusia yang wajib dimanusiakan, karena di hadapan Allah itun kita sama,iman dan takwa yang membedakan,” tutur Kiai Tain, itu sapaan akrabnya kepada Bloranews.com.

Sejak berdiri, pesantren dibawah asuhannya itu sudah menangani lebih dari 50 orang yang saat ini beraktifitas normal sebagaimana mestinya. Para santri yang yang direhabilitasi ini pun berasal dari berbagai latar belakang dan permasalahan. Mulai dari depresi persoalan ekonomi, pekerjaan, keluarga hingga pemakai narkoba.

“Kebanyakan mereka yang disini keluarganya mengalami kesulitas ekonomi untuk merawat mereka, sehingga kita jemput dan dirawat disini. Ada juga yang kita ambil dari jalan, biasanya Pak Lukman pengurus yayasan ini yang melakukan itu,” ujar pria berkumis tebal itu.

Dirinya mencontohkan, ada pasien dari Randublatung yang selama ini cukup meresahkan masyarakat karena mengalami gangguan jiwa. Ditempat tinggalnya, si pasien sering melakukan perusakan fasilitas umum seperti sekolah, pos polisi, ATM, hingga akan melakukan pembunuhan terhadap orang tuanya.

“Orang tuanya sudah meminta bantuan ke kepolisian, Satpol PP sampai Dinas Sosial karena tidak punya biaya untuk pengobatan, tetapi tidak ada yang menangani. Kami yang dikabari orang tuanya, langsung kita jemput dan kita bawa ke pesantren. Alhamdulillah, tak disangka dalam tiga hari sembuh dan saat ini sudah kembali seperti sedia kala,” ungkap Kiai Tambak Tombo Jiwo, julukannya.

Mereka yang sembuh pun jangka waktunya berbeda-beda, dari yang tiga hari, tiga bulan hingga lebih. Kiai Tain pun tidak bisa memastikan kapan waktunya.

Cara penyembuhannya pun bermacam-macam, “Saya rasional saja, yang fisik kita tangani ke dokter, yang lainnya kita ajak mereka beribadah berdzikir setelah sholat, berdoa, dan membaca Al Qur’an bagi yang beragama Islam,” jelasnya.

Pihaknya menuturkan, setiap satu bulan sekali diadakan lapanan pada hari Kamis Pahing, untuk melakukan dzikir bersama di pesantren tersebut.

Santri atau pasiennya pun tidak hanya dari yang beragama Islam, tetapi juga beberapa agama lain termasuk orang cina. Merka juga diajak berdoa sesuai agama mereka, disamping didoakan untuk kesembuhannya.

Ketika ditanya asal para santrinya, Kiai Tain mengatakan mereka berasal dari berbagai daerah. Ada yang dari Sidoarjo, Surabaya, Semarang dan daerah lainnya. Mereka semua dijemput oleh pihak pesantren dari rumahnya masing-masing. Sedang terkait biaya selama di Pesantren, dirinya tidak memungut sedikitpun, semuanya ditanggung yayasan yang didirikannya.

“Kita tangani dengan baik mereka, penanganan awal kita jemput mereka untuk dirawat di Pesantren, biayanya kesel;uruhan dari yayasan,” ungkapnya.

Tak hanya itu, dirinya juga mengelola Ponpes Darul Hakim II, yang secara khusus untuk anak-anak sekolah atau pelajar belajar tartil Qur’an dan di kesempatan lain juga digunakan oleh orang tua yang ingin belajar juga. Cara dan metode yang digunakannya pun cukup efektif diterapkan bagi mereka yang sudah uzur.

Semetara itu, menurut salah satu pengurus Yayasan Ponpes Darul Hakim Ustadz Lukman Hakim mengatakan bahwa sejak berdiri dia bersama Kiai Tain dan pengurus lainnya bersama-sama mengelola yayasan tersebut. Dia mengaku ditugaskan oleh Kiai Tain untuk melakukan penanganan awal pasien yang mengalami gangguan jiwa.

“ Ya, mulai dari penjemputan hingga perawatan di pesantren, saya yang dipasrahi Kiai,” ujarnya.

Ustadz Lukman pun mengungkapkan, pengurus yayasan lah yang mengusahakan seluruh biaya untuk mengelola pesantren. Ada juga donatur yang kerap memberikan bantuan tapi itu belum cukup karena jumlah pasien yang bertambah.

“Bulan ini masih ada 20 orang pasien, belum termasuk santri di Darul hakim II yang belajar Qur’an, semua bebas biaya disini,” ungkapnya.

Pemerintah pun belum bergerak hingga saat ini, pihak pesantern hanya disarankan untuk membuat lembaga kesejahteraan sosial (LKS) agar dapat bantuan dari pemerintah.

“Ya, kemarin kita urus perijinannya, semoga jadi salah satu jalan untuk membantu operasionalnya. Tapi Alhamdulillah selama ini kita belum pernah sampai kekurangan,” lanjutnya.

Dirinya pun sepaham dengan Kiai Tain, bahwa mengelola Yayasan pesantren yang menangani santri yang mengalami gangguan jiwa harus dengan hati, tidak cukup dengan biaya saja.

Ia merasa iba ketika melihat mereka yang disebut orang gila ini tidak terurus sama sekali. Dengan rasa kasih sayang, tanpa pernah ada paksaan atau kata kasar, apalagi siksaan fisik yang bisa memperburuk kondisi psikologis. Pihaknya hingga mencari pasien di jalanan, dan Pengasuh Ponpes juga ikut turun tangan sendiri.

“Orang gila yang masih liar diajaknya masuk ke dalam mobil, kalau sama petugas Dinas Sosial mereka berontak tapi sama saya atau Kiai Tain semuanya baik-baik saja,” pungkasnya.

Reporter : Ngatono