fbpx

PRAMOEDYA A. TOER : SASTRAWAN, BERGERAK MELAWAN ZAMAN

Pramoedya ananta toer oleh bloranews
Pramoedya Ananta Toer, sastrawan kelahiran Blora yang berani melawan penindasan.

Blora- Siapa tak kenal Pramoedya ? Sastrawan kelahiran Kota Sate 6 Februari 1925 ini menulis tetralogi Pulau Buru yang monumental. Sepanjang hidupnya, Pram menghasilkan karya-karya yang diakui kualitasnya secara nasional bahkan tingkat dunia. Di Blora, hanya sebuah perpustakaan tua yang mengabadikan karya dan semangatnya. Pataba, Pramoedya Ananta Toer anak semua bangsa.

Pramoedya ananta toer oleh bloranews
Pramoedya Ananta Toer, sastrawan kelahiran Blora yang berani melawan penindasan.

Pramoedya, dikenal sebagai tokoh perlawanan melalui karya sastra yang ditulisnya. Tak jarang karyanya membuat geram penguasa yang merasa terganggu dengan isi tulisannya. Akibatnya, Pram harus menerima perlakuan buruk dari penguasa. Penjara dan pengasingan bukanlah tempat asing bagi putra Blora ini. Lebih jauh, penjara tidak mampu menghentikan pemikiran kritisnya.

Pram lahir dari pasangan Mas Toer dan Siti Saidah. Atribut Mas dalam nama Mas Toer yang melekat dibelakang namanya dihapus olehnya. Menurutnya, atribut Mas memiliki kesan aristokratis. Sejak saat itu, nama penulis kritis ini menjadi Pramoedya Ananta Toer.

Pada dekade ’50-an, Pram menulis karya yang berjudul Korupsi. Karya ini merupakan kritik terhadap pamong praja yang jatuh dalam perangkap korupsi. Karena tulisan ini, Pramoedya harus bergesekan  dengan presiden saat itu, Soekarno.

Pada dekade ’60-an Pram melakukan penelitian tentang penyiksaan terhadap warga Tionghoa Indonesia, dari penelitian tersebut Pram menulis sebuah karya yang berjudul Hoakiau di Indonesia. Karena hal ini Pram pun harus berurusan dengan pemerintah Orde Baru.

Pemerintah Orde Baru menahan Pram karena pandangan komunis-Tiongkok yang disematkan padanya. Buku-bukunya dinyatakan sebagai buku terlarang dan ia ditahan tanpa pengadilan di Nusakambangan dan kemudian dipindahkan di Pulau Buru.

Atas karya-karyanya Pramoedya mendapatkan apresiasi secara internasional. Beberapa diantaranya adalah Ramon Mangsaysay Award pada tahun 1995, Nominasi Nobel Sastra dan Hadiah Budaya Asia Fukuoka XI pada tahun 2000.

Salah satu kutipannya yang terkenal adalah ajakannya kepada generasi muda untuk menulis. “Orang boleh pandai setinggi langit. Tapi selama ia tidak menulis ia akan hilang. Dari masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian.” tulisnya.

Pram wafat pada 30 April 2006 dalam usia 81 tahun. Jenazahnya dikebumikan di TPU Karet Bivak. Dalam prosesi tersebut dikumandangkan lagu Darah Juang, sebuah lagu perlawanan yang cukup populer di dunia pergerakan di tanah air [.]

Editor              : Tim Kreatif Bloranews.com

Foto                 : Tim Grafis Bloranews.com

BACA JUGA

5 TOKOH KELAHIRAN BLORA YANG MENDUNIA

5 FAKTA PERISTIWA ERA PERJUANGAN KEMERDEKAAN DI BLORA