fbpx
OPINI  

PUPUK DAN PEMBODOHAN TERHADAP PETANI | DIMANA POSISI PEMERINTAH?

Pasal 12 Ayat 2 PERMENTAN Nomor 49 Tahun 2020.

Sudah jatuh tertimpa tangga. Mungkin itu kalimat yang pas untuk menggambarkan penderitaan petani hari ini. Setelah disusahkan proses penanaman karena kendala air dan dicekik melalui harga hasil panen yang tidak sesuai, hari ini petani kembali diperas melalui harga pupuk subsidi yang dijual diatas HET.

Sesuai Pasal 12 Ayat 2 PERMENTAN Nomor 49 Tahun 2020, dijelaskan bahwa harga eceran tertinggi pupuk subsidi ialah; Rp2.250/kg untuk pupuk Urea, Rp1.700/kg untuk pupuk ZA, Rp2.300/kg untuk pupuk NPK dst. (Keterangan detil ada di gambar). Jika harga pupuk Urea per kg Rp2.250 dan pupuk NPK Rp2.300, maka budget yang perlu dikeluarkan petani untuk membeli 1 karung (50kg) pupuk urea dan pupuk NPK (Phonska) ialah Rp112.500 dan Rp115.000.

Namun fakta lapangan berkata lain, hasil survey Tim Litbang Bloranews.com menjelaskan bahwa harga pupuk subsidi di Kecamatan Ngawen di beberapa desa dijual diatas nominal tersebut. Semisal, harga pupuk Urea dan NPK (Phonska) di Desa Sambongrejo masing-masing senilai Rp120.000, Desa Sendangmulyo masing-masing senilai Rp150.000, dan di Desa Sarimulyo senilai Rp140.000 dan Rp150.000. Mungkin bagi pemerintah marginnya tidak begitu banyak, tapi bagi petani perlu kerja seharian dan mengeluarkan keringat ekstra untuk mendapatkan nominal tersebut. Dan suatu bentuk kedzoliman jika kelelahan petani dibayar dengan pemerasan.

Kemudian pertanyaannya, dimana posisi pemerintah? Pemerintah tidak mengerti atau sengaja menutup mata? Sebenarnya petani diakui keberadaannya atau tidak? Atau mungkin petani diakui keberadaannya kala momen pemilihan saja? Apapun jawabannya elemen pertama yang patut dipersalahkan adalah pemerintah. Karena pengecer ataupun distributor bekerja secara struktural, yakni dibawah sistem pemerintahan. Dan sebuah bentuk kedzoliman absolut jika pemerintah tidak merespon secara cepat dan menindak secara tegas situasi semacam ini.

Dan untuk petani, sudah saatnya kita sadar bahwa kita sedang ditindas, diperas dan didzolimi secara halus. Sudah saatnya kita bersatu padu untuk menyuarakan keadilan. Dan sudah saatnya kita menggugat segala bentuk pendustaan. Kita ingatkan para birokrat yang sedang menghangatkan pantat di kursi yang empuk, bahwa kita bukanlah barang yang bisa seenaknya dipermainkan. Kita adalah manusia utuh yang punyai akal dan nurani, yang sewaktu-waktu bisa menyatukan suara dan massa untuk menagih keadilan.

Tentang Penulis :  Mohammad Sodikhin Kasravi adalah anggota litbang Bloranews.com