fbpx

POTJUT MEURAH INTAN : SINGA BETINA YANG TERBARING DI KOTA MUSTIKA

cut meurah intan
Pocut Meurah Intan sang pemimpin gerilya Perang Aceh yang wafat di Blora pada 20 September 1937

Blora (15.06.16) Kabupaten Blora menorehkan catatan sejarah perjuangan bangsa Indonesia dalam perlawanannya melawan penjajahan. Banyak pahlawan bangsa yang dilahirkan dari kota ini, banyak pula yang menghembuskan nafas terakhir di kota ini. Salah satu pejuang tanah air yang wafat di kota Mustika ini adalah Putjut Meurah Intan, Sang Singa Betina Perang Aceh.

 

cut meurah intan
Pocut Meurah Intan sang pemimpin gerilya Perang Aceh yang wafat di Blora pada 20 September 1937

Putjut Meurah Intan merupakan bangsawan–pejuang dari kesultanan Aceh. Pejuang wanita yang wafat dalam usia hampir seratus empat puluh tahun ini merupakan pemimpin gerilya Perang Aceh di kawasan Laweung dan Batee (sekarang termasuk kabupaten Pidie, Provinsi Aceh).

Didampingi panglima perangnya, Pang Mahmud dan tiga putranya, Putjut Meurah Intan mengobarkan pertempuran satu abad yang harus dihadapi oleh Kolonial Belanda dalam rangka menguasai kesultanan di ujung barat nusantara ini.

Pada 26 Maret 1875 bertepatan dengan 26 Muharram 1290 H, Kolonial Belanda mengeluarkan pernyataan perang kepada Kesultanan Aceh. Sepuluh hari kemudian secara serentak para bangsawan Aceh yang menolak kolonialisasi melancarkan serangan perang gerilya di seluruh wilayah kekuasaan kesultanan.

Sayangnya, tidak semua bangsawan aceh menolak Kolonialisasi. Suami Putjut Meurah Intan, Tuanku Abdul Majid bin Tuanku Abbas bin Sultan Alaiddin Jauhar Alamsyah menyerah sebelum Kolonial Belanda mengumumkan perang. Kenyataan ini tidak membuat ciut nyali Srikandi Aceh ini.

Putjut Meurah Intan dibuang ke Blora pada tahun 1901, bersama dengan panglima perangnya, Pang Mahmud dan dua puteranya, Tuanku Nurdin dan Tuanku Budiman. Seorang puteranya, Tuanku Muhammad dibuang ke Menado Sulawesi Utara.