fbpx

TALOKWOHMOJO – KECAMATAN NGAWEN : KH. ZAINAL ABIDIN SANG MURSYID

Tlokwohmojo Ngawen Blora
Pesantren Mambaul Huda Talokwohmojo peninggalan KH. Zainal Abidin
Tlokwohmojo Ngawen Blora
Pesantren Mambaul Huda Talokwohmojo peninggalan KH. Zainal Abidin

Talokwohmojo – Ngawen (15.05.2016) Kecamatan Ngawen merupakan kecamatan di kabupaten Blora yang memiliki tradisi keagamaan yang kental. Dalam banyak upacara keluarga semisal khitanan atau pernikahan banyak ritual – ritual khas pesantren banyak dijalankan.

Hal ini tampak dari pembacaan kitab Maulid Diba’i atau Maulid Barzanji dalam kegiatan – kegiatan tersebut. Tidak hanya dalam agenda – agenda keluarga, banyak dalam peringatan – peringatan tingkat desa banyak disertai iringan sholawat.

Tradisi keagamaan yang kental ini tidak lepas dari perjuangan para tokoh –tokoh agama dari Kecamatan Ngawen, salah satunya adalah KH. Zainal Abidin dari Talokwohmojo. Salah satu peninggalan KH. Zainal Abidin adalah Pondok Pesantren Salaf Mambaul Huda yang mencetak ribuan santri di Kabupaten Blora.

Zainal Abidin merupakan putra bungsu dari seorang ulama asal kabupaten Pati yang bernama Longko Pati. Lahir dalam keluarga dengan tradisi keagamaan yang taat membuat KH. Zainal Abidin tumbuh menjadi pemuda yang santun dan taat beragama. Beliau menikah dengan Haminah, putri seorang hartawan dari desa Talokwohmojo yang terkesan dengan kepribadiannya.

Perjuangan KH. Zainal Abidin jelas terlihat saat mertuanya memberikan sebidang tanah di desa Talokwohmojo, sekitar tahun 1900. Beliau menggunakannya untuk mendirikan sebuah surau kecil. Di surau tersebut diajarkan ilmu – ilmu fiqh dan membaca al Qur’an. Perlahan namun pasti kegiatan keagamaan di surau kecil ini semakin ramai dengan hadirnya para santri dari berbagai pelosok desa.

Delapan tahun kemudian, KH zainal Abidin diangkat sebagai Mursyid (guru spiritual) Tarikat Naqsyabandiyah Khalidiyah oleh KH Ahmad Rowobayan, seorang kyai kharismatik dari kecamatan Padangan Kabupaten Bojonegoro.

Dengan diangkatnya KH. Zainal Abidin menjadi Mursyid, maka beliau berwenang memberikan pengajaran tasawwuf dan melakukan baiat (pengesahan) kepada para penganut Tariqat naqsyabandiyah Khalidiah.KH. Zainal Abidin wafat pada tahun 1922, perjuangannya diteruskan oleh KH. Ahmad Hasan, putra tertua beliau.Secara turun – temurun perjuangan ini dilanjutkan sampai hari ini.

Dalam perjalanannya, Pesantren Mambaul Huda peninggalan KH. Zainal Abidin menunjukkan konsistensinya kepada NKRI. Pesantren ini  menjadi basis perjuangan masyarakat santri melawan penjajah. Setelah masa perjuangan kemerdekaan, pesantren ini menjadi tempat belajar ilmu fiqih dan tasawuf bagi para santri di kabupaten Blora, bahkan di berbagai penjuru tanah air.

Sumber     : https://id.wikipedia.org

Reporter   : M. Eko H.

Fotografer : Az Zulfa