fbpx

TETRALOGI PULAU BURU : RUMAH KACA

Rumah kaca karya pramoedya ananta toer
(Cover Buku) Novel Rumah Kaca merupakan buku terakhir dari tetralogi Pulau Buru karya Pramoedya A. Toer
Rumah kaca karya pramoedya ananta toer
(Cover Buku) Novel Rumah Kaca merupakan buku terakhir dari tetralogi Pulau Buru karya Pramoedya A. Toer

BLORA – Buku Rumah Kaca merupakan sekuel terakhir dari tetralogi Pulau Buru karya Pramoedya Ananta Toer. Menurut sejumlah peresensi, buku ini merupakan klimaks dari cerita kehidupan Minke, sang tokoh utama. Minke merupakan seorang priyayi Blora yang mengalami situasi penjajahan kolonial. Sejumlah sejarawan mengidentifikasi bahwa Minke dalam tetralogi Pulau Buru adalah RM Tirtoadhisoerjo, tokoh pers kelahiran Blora.

Dalam sekuel terakhir ini kisah diawali dengan kemunculan agen kolonial yang berhasil membuang Minke ke Ternate. Agen ini bernama Pangemanan seorang Indo-Menado yang bekerja sebagai polisi kolonial. Sebagai alat kolonial, Pangemanan telah berhasil melaksanakan tugas pertama yang dibebankan kepadanya yaitu memadamkan pemberontakan Si Pitung di Cibinong, Bekasi.

Tugas keduanya adalah melakukan segala macam cara untuk mematikan popularitas Harian Medan dan Sarekat Dagang Islam yang merupakan alat perjuangan Minke. Melalui Harian Medan dan Sarekat Dagang Islam, Minke memperjuangkan harga diri bangsa Hindia Belanda.

Dibebani tugas berat untuk menghancurkan popularitas harian Medan dan Sarekat Dagang Islam, Pangemanan melakukan tiga langkah dengan sangat baik. Langkah pertama adalah membuang Minke ke Ternate, langkah kedua menyebarkan kebencian rasial kepada masyarakat pribumi dan etnis Tionghoa dan langkah terakhir adalah menjadikan Sarekat Dagang Islam (kemudian menjadi Sarekat Islam) sebagai kerusuhan rasial yang didalanginya tersebut.

Langkah tersebut berhasil memadamkan organisasi masyarakat tersebut. Untungnya, padamnya perjuangan SDI ini kembali diteruskan dengan munculnya partai politik pertama di Hindia Belanda, Indische Partij. Indische Partij didirikan oleh tiga serangkai revolusioner, Dr. Tjiptomangoenkoesoemo, Soewardi Soerjaningrat dan Danoedirdja Setijaboedi.

Tahun 1914, terjadi perang dunia pertama yang bersamaan dengan berakhirnya masa jabatan Gubernur Jenderal Idenburg. Penerus Idenburg rupanya menggunakan pendekatan yang berbeda dengan pendahulunya. Minke dibebaskan dan kembali ke Batavia.

Di Batavia, Minke mendapati seluruh asetnya telah disita pemerintah Gubernmen. Tidak cukup iti, keberadaan Minke di Batavia pundiacuhkan oleh ormas yang didirikannya, Sarekat Islam. Pram mengakhiri tetralogi ini dengan kematian Minke dalam keadaan miskin dan terasing [.]

Editor              : Sahal Mamur

Foto                 : tim grafis bloranews

Sumber            : Petersan.blogspot.co.id dan berbagai sumber