fbpx
OPINI  

TIKUNGAN SENTONO

festival Sentono
festival Sentono

Bagi yang berjarak dengan proses Festival Sentono mungkin akan mlongo; “Kok iso yo…. ?” Anak-anak muda yang biasanya sibuk dengan urusan masing-masing, duit yang cupet karena memang baru musim keluh kesah, mengapa hasil ahirnya sebegitu mengejutkan. Bahkan para pelakunya pun tak percaya dengan fakta yang ada.

Tanpa bermaksud menggurui; itulah power of gotong royong dan kebersamaan. Tapi power of gotong royong dan kebersamaan bukanlah sebab, ia adalah hasil antara, yang mempersambungkan dengan capaian ikutannya. Ia sendiri lebih pas difahami sebagai akumulasi multi faktor yang andai disebut satu persatu pasti tetap ada yang terlewat.

Perasaan senasib sebagai wilayah yang merasa kurang terperhatikan, gelora muda yang sedang mencari identitas dan jati diri, tafsir baru atas situs Sentono dan sisa keguyupan yang tak pernah benar-benar hilang, itulah bahan baku yang tak tampak oleh mata. Dan ketika itu ‘dimainkan’ secara benar oleh figur-figur yang tepat, di wilayah ‘rame-rame’ yang melineal banget, baik itu sengaja atau sekedar kebetulan, maka buahnya nyata adanya.

Lalu apa jadinya andai bahan baku yang beragam itu pudar? Atau ada yang perannya dinafikan, apalagi jika ada yang merasa lebih pahlawan…? Bahwa dalam setiap keramaian selalu ada penumpang gelap, itulah isi dunia. Tak perlu risau, karena yang berat sudah terbukti terlewatkan.

Sentono kini mesti menatap masa depan. Ke mana gerangan arah dituju. Akankah dibiarkan ngglundung semprong menjalani takdir, atau perlu ijtihad gropyokan demi nggugu karepe wong akeh.

Dari warung kopi di Tikungan Sentono ini, asa kupupuk, dengan kisah panjang Sentono dan siraman air bengawan.

Tentang Penulis: Dalhar Muhammadun merupakan Ketua Lembaga seni dan budaya muslim Indonesia (Lesbumi) NU Kabupaten Blora

*Opini di atas adalah tanggungjawab penulis seperti tertera, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi Bloranews.com