fbpx

TRAGIS! KESAKSIAN AREMANITA BLORA YANG SELAMAT DARI TRAGEDI KANJURUHAN

Isak tangis terbalut di wajah Aremanita asal Blora saat ia diminta menceritakan tragedi Kanjuruhan yang menewaskan 131 korban. Ia adalah Dewi Nurhayati. Sosok Aremanita asal Kecamatan Cepu, Blora yang menyaksikan langsung momen pilu di Stadion Kanjuruhan Malang.
Dewi Nurhayati, Saminista asal Kecamatan Cepu, Blora.

Cepu, BLORANEWS – Isak tangis terbalut di wajah Aremanita asal Blora saat ia diminta menceritakan tragedi Kanjuruhan yang menewaskan 131 korban. Ia adalah Dewi Nurhayati. Sosok Aremanita asal Kecamatan Cepu, Blora yang menyaksikan langsung momen pilu di Stadion Kanjuruhan Malang.

Dewi yang kala itu menonton secara langsung laga Arema VS Persebaya menceritakan, usai laga sengit derbi Jatim tersebut penonton masih bertahan di tribun. Hal itu dikarenakan pintu keluar stadion masih terkunci.

Tak lama kemudian, aroma kerusuhan mulai tercium. Ia tak tahu persis apa yang terjadi. Namun yang pasti, beberapa saat setelah itu petugas mulai menembakkan gas air mata ke arah tribun. Meski gas air mata telah ditembakkan, Dewi yang kala itu berada di tribun 3 Kanjuruhan belum berani turun lantaran pintu keluar masih ditutup.

Baru ketika menginjak pukul 22.30 WIB setelah ada informasi pintu keluar dibuka, Dewi memberanikan diri turun dari tribun menuju pintu keluar. Dan pada saat itulah Dewi melihat pemandangan yang amat memilukan. Ia menyaksikan banyak tubuh Aremania maupun Aremanita yang tergeletak begitu saja di lantai. Tak hanya orang dewasa, tubuh anak kecil pun tergolek tak berdaya di lantai.

“Saya lihat di depan mata saya sendiri saat mau keluar di pintu tiga, ada cukup banyak yang tergeletak, ada anak kecil, perempuan saya tidak tahu itu pingsan atau bagaimana kondisinya. Saya berjalan keluar sambil nangis dan sedih,” ujar Dewi.

Aremanita yang kuliah di STTR Cepu itu juga merasa keharanan saat melihat pintu keluar stadion masih terkunci.

“Biasanya kalau pertandingan selesai pintu dibuka, saat itu masih tertutup,” terangnya heran.

Hal itupun membuat ia beserta kawannya harus menahan diri diatas tribun sambil menunggu keadaan kondusif. Dan disela itulah ia melihat petugas menembakkan gas air mata secara arogan kearah tribun. Perih dan sesak nafas juga sempat ia rasakan akibat gas air mata yang meluncur deras kearah tribun.

“Di tribun tiga juga ada tembakan (gas air mata, red) tapi tidak seperti di tribun 13, rasanya perih dimata,” ungkapnya.

Saat diluar stadion, Dirinya masih melihat adanya tembakan gas air mata. Kemudian ia beserta kawannya berlari untuk menyelamatkan diri.

“Hingga sekitar jam 02.00 WIB pagi saya dan beberapa teman baru bisa berkumpul di mobil elf dan kembali ke Cepu (Blora),” pungkasnya. (Jib).