Pro kontra pengeboran minyak di Desa Plantungan, Kecamatan Blora, sudah menjadi isu nasional. Di sana, aktivitas pengeboran minyak ini telah berjalan bertahun-tahun, secara swadaya. Tidak melibatkan perusahaan besar, tetapi dikelola sendiri oleh masyarakat lokal. Mereka mengebor tanah, memasang pompa, mengangkut minyak, dan membagi hasilnya untuk kepentingan bersama melalui BUMDes.
Dari keuntungan kegiatan itu, Desa Plantungan bisa membangun jalan cor beton, memberikan santunan untuk ratusan anak yatim piatu, membagikan THR kepada setiap keluarga menjelang lebaran, bahkan bisa menghidupi puluhan rumah tangga yang menggantungkan hidup dari pengeboran minyak tersebut. Ini bukan sekadar ekonomi desa, ini sudah menjadi ekosistem sosial.
Namun, dalam kaca mata hukum, aktivitas tersebut belum sah. Pemerintah menganggapnya sebagai pengeboran ilegal karena tidak memiliki izin resmi. Padahal kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa warga punya kapasitas teknis, punya manajemen sosial, dan bahkan bisa jadi, lebih bertanggung jawab daripada banyak proyek berskala besar yang hanya meninggalkan limbah dan konflik.
Jumlah sumur aktif di Plantungan saat ini mencapai 86 titik. Ini bukan angka kecil. Dan jika ditangani dengan benar, bisa menjadi potensi luar biasa bagi desa, sumbangan terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan kemandirian energi berbasis rakyat.
Momentum Tepat untuk Melegalkan
Saat ini, pemerintah pusat melalui Kementerian ESDM sudah menyuarakan rencana legalisasi pengeboran rakyat. Wacana ini tentu menjadi harapan besar, tetapi juga harus ditindaklanjuti di tingkat daerah. Blora sebagai kabupaten penghasil minyak seharusnya tidak hanya menunggu, tetapi mempersiapkan.
Salah satu langkah strategis adalah menjadikan BUMD Blora Patra Energi (BPE) sebagai mitra resmi masyarakat. Dengan begitu, aktivitas pengeboran rakyat bisa diarahkan melalui jalur legal, dibimbing secara teknis, dan dikontrol secara berkelanjutan. Pemerintah tetap hadir sebagai pengatur dan pelindung, sementara masyarakat tetap menjadi aktor utama di lapangan.
Tentu legalisasi bukan tanpa tantangan. Ada aspek teknis, hukum, dan keamanan lingkungan yang harus diperhatikan. Tapi bukan berarti dibiarkan menggantung. Yang dibutuhkan adalah keberanian untuk membuka jalur baru, kebijakan yang adaptif, serta komitmen untuk memberdayakan masyarakat lokal, bukan malah meminggirkannya.
Blora punya semua yang dibutuhkan: sumber daya, lembaga BUMD, dan rakyat yang mau bekerja. Tinggal satu yang dibutuhkan: kehadiran nyata dari pemerintah daerah. Bukan dalam bentuk penertiban, tapi dalam bentuk fasilitasi.
Jika benar ingin Blora maju dan mandiri, sudah saatnya potensi seperti ini dilihat sebagai bagian dari solusi, bukan masalah. Inilah momentum yang tepat untuk melegalkan pengeboran minyak rakyat. Bahkan, Plantungan bisa menjadi percontohan nasional. Iya, Blora bisa menjadi kabupaten pertama di Indonesia yang berhasil melegalisasi minyak rakyat.
Tentang Penulis: Dwi Giatno, Ketua Umum Pengurus Cabang Ikatan Alumni PMII Kabupaten Blora dan Sekretaris Lakpesdam PCNU Blora.
*Opini di atas merupakan tanggung jawab penulis seperti tertera, tidak menjadi bagian tanggung jawab Bloranews.com.