Pemerintah Kabupaten Blora kini tengah gencar mendorong pendirian Koperasi Desa (Kopdes) Merah Putih di seluruh desa dan kelurahan. Langkah ini merupakan tindak lanjut Instruksi Presiden No. 9 Tahun 2025 tentang percepatan koperasi berbasis komunitas desa. Namun, di tengah semangat besar ini, muncul pertanyaan yang tak bisa dihindari: bagaimana nasib BUMDes yang lebih dulu hadir? Apakah keduanya bisa berjalan berdampingan, atau justru akan berebut peran?
Dua Lembaga, Dua Karakter
BUMDes adalah badan usaha yang didirikan oleh pemerintah desa untuk mengelola potensi ekonomi dan pelayanan publik, dengan dana awal umumnya berasal dari dana desa dalam bentuk penyertaan modal. Ia bekerja atas nama desa, sehingga sebagian keuntungannya masuk kas desa sebagai PADes (Pendapatan Asli Desa).
Sementara itu, Kopdes Merah Putih adalah koperasi yang dimiliki secara perorangan oleh warga desa sebagai anggota, dengan prinsip dasar: dari, oleh, dan untuk anggota. Kopdes lebih menekankan pendekatan partisipatif dan pemberdayaan ekonomi mikro rumah tangga. Idealnya Kopdes adalah milik bersama dari warga desa, sehingga keuntungannya juga untuk warga desa sebagai anggota dalam bentuk SHU (Sisa Hasil Usaha).
Keduanya sama-sama hadir untuk meningkatkan kesejahteraan warga, namun memiliki watak kelembagaan dan arah manajemen yang berbeda.
Peluang Sinergi? Bisa, Asal…
Kopdes Merah Putih dan BUMDes sebetulnya bisa saling melengkapi. Misalnya:
– BUMDes mengelola usaha komunal seperti embung desa, pasar, wisata, atau pengolahan hasil tani.
– Kopdes mendampingi warga dengan layanan simpan pinjam, pelatihan kewirausahaan, dan pembiayaan alat produksi.
Potensi kerja sama bisa diwujudkan melalui skema kemitraan antar-lembaga di tingkat desa. Kopdes bisa menjadi mitra pendanaan mikro bagi pelaku usaha yang produknya dipasarkan oleh unit usaha BUMDes.
Tapi Juga Ada Risiko Gesekan. Masalah muncul ketika keduanya masuk ke wilayah usaha yang sama, seperti layanan simpan pinjam, toko desa, atau pertanian, tanpa pembagian peran yang jelas. Jika tidak diatur secara tegas, ini bisa memicu persaingan tak sehat, tumpang tindih kewenangan, bahkan konflik di tingkat warga dan aparat desa.
Politik desa yang kadang belum stabil juga bisa memperkeruh suasana. Apalagi jika salah satu lembaga dianggap lebih “menguntungkan” atau “dikuasai kelompok tertentu”.
Peran Penting Pemkab
Di sinilah peran Pemerintah Kabupaten Blora menjadi kunci. Beberapa langkah strategis yang bisa diambil antara lain:
– Menyusun regulasi daerah yang mengatur pembagian peran antara BUMDes dan Kopdes.
– Mendorong kemitraan kelembagaan secara struktural melalui MoU antar pihak.
– Memberikan pelatihan manajemen yang membedakan fungsi keduanya secara jelas dan aplikatif.
Kehadiran Kopdes Merah Putih tidak harus menjadi ancaman bagi BUMDes. Justru jika dikelola secara kolaboratif dan saling memahami batas peran, keduanya bisa menjadi kekuatan ganda dalam pembangunan ekonomi desa.
Pertanyaannya bukan lagi “siapa yang lebih unggul?” atau “siapa yang bakal tersingkir?”, melainkan: “maukah keduanya saling membuka ruang kerja sama?”.
Tentang Penulis: Dwi Giatno adalah Ketua Umum Pengurus Cabang Ikatan Alumni PMII Kabupaten Blora dan juga Sekretaris Lakpesdam PCNU Blora. Saat ini aktif mengamati dinamika kelembagaan desa di Kabupaten Blora.
*Opini di atas merupakan tanggung jawab penulis seperti tertera, tidak menjadi bagian tanggung jawab Bloranews.com.