MAHASISWA IPB KENALKAN AQUAPONIK DAN PGPR UNTUK PETANI DESA BAKAH

Mahasiswa IPB peserta KKN-T Inovasi berfoto bersama dengan anggota Gapoktan Desa Bakah usai melaksanakan pelatihan aquaponik dan pembuatan ZPT organik berbasis PGPR, sebagai bagian dari program pemberdayaan masyarakat berbasis potensi lokal, Sabtu (12/7/2025)

Blora, BLORANEWS.COM – Petani di Desa Bakah, Kecamatan Kunduran, Kabupaten Blora mendapat angin segar dari mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB).

Melalui program Kuliah Kerja Nyata Tematik Inovasi (KKN-T Inovasi), para mahasiswa memperkenalkan sistem pertanian yang modern tapi tetap ramah lingkungan, yaitu aquaponik dan PGPR (Plant Growth Promoting Rhizobacteria).

Kegiatan yang bertajuk Pena Tani ini menyasar kelompok tani yang tergabung dalam Gapoktan Desa Bakah. Mahasiswa memberikan pelatihan langsung, mulai dari membangun instalasi aquaponik sederhana hingga meracik Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) organik dari akar bambu.

“Kami ingin menunjukkan bahwa inovasi pertanian itu nggak harus ribet. Dengan sedikit sentuhan teknologi dan bahan lokal yang mudah ditemukan, petani bisa meningkatkan hasil tanamnya secara efisien dan berkelanjutan,” ujar Muhammad Salman Aqila Badrujaman, ketua tim KKN-T Inovasi IPB, Sabtu (12/7/2025).

Salman bersama tujuh rekannya berasal dari latar belakang ilmu yang berbeda-beda, mulai dari agribisnis, konservasi, fisika, hingga ekonomi sumber daya. Kolaborasi lintas disiplin itu justru menjadi kekuatan utama tim ini saat merancang dan menjalankan program.

Sesi pelatihan dimulai dengan pengenalan aquaponik, sistem pertanian terpadu yang menggabungkan budidaya ikan dan tanaman dalam satu siklus air tertutup. Selain hemat lahan, metode ini juga cocok diterapkan di pekarangan rumah warga.

“Ini sangat cocok untuk keluarga di desa yang lahan pekarangannya terbatas tapi tetap ingin produktif secara ekonomi,” tambah Yessinta Putri Amelia, anggota tim dari Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata.

Setelah praktik aquaponik, peserta diajak membuat ZPT alami dari akar bambu, berbasis PGPR. Mikroorganisme ini mampu merangsang pertumbuhan tanaman secara alami, tanpa bahan kimia. Prosesnya cukup sederhana, ambil akar bambu, fermentasi, lalu aplikasikan ke tanaman.

“Bahan-bahannya ada di sekitar kita, nggak perlu beli mahal. Dan ini bisa langsung dicoba di kebun mereka masing-masing,” tutur Dzakiah Tsabita, mahasiswa dari Departemen Proteksi Tanaman.

Respons petani pun sangat positif. Para peserta terlihat antusias mencatat, bertanya, dan bahkan mengusulkan ide lanjutan. 

Supriyadi, Ketua Gapoktan Desa Bakah, mengaku senang dan berharap kegiatan seperti ini tidak berhenti sampai di sini.

“Beberapa tahun lalu pernah ada pelatihan seperti ini, tapi sayangnya tidak berlanjut. Kami berharap ke depan ada pendampingan rutin, supaya ilmunya bisa benar-benar diterapkan,” kata Supriyadi.

Kegiatan Pena Tani bukan sekadar transfer ilmu, tapi juga menjadi ruang belajar bersama antara mahasiswa dan warga desa. Dengan pendekatan sederhana namun tepat guna, mahasiswa IPB membuktikan bahwa pertanian desa bisa naik kelas tanpa kehilangan akar lokalnya. (Jyk)