Budaya literasi sejatinya merupakan fondasi penting dalam membentuk karakter dan kecerdasan generasi muda. Sayangnya, di era digital seperti sekarang, budaya membaca perlahan-lahan mulai tergerus oleh kemudahan teknologi. Informasi yang datang serba cepat dan instan membuat generasi muda lebih gemar mengonsumsi konten visual dan singkat daripada membaca buku atau teks panjang yang membutuhkan daya pikir kritis.
Menanamkan budaya literasi harus dimulai sejak dini, terutama di lingkungan sekolah dasar. Sekolah bukan hanya tempat mentransfer ilmu pengetahuan, melainkan juga ruang tumbuhnya minat dan semangat membaca. Di sinilah peran penting para guru, orang tua, dan pemangku kebijakan pemerintah dibutuhkan. Mereka harus bersinergi dalam menciptakan ekosistem pendidikan yang mendukung gerakan literasi.
Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah dengan memberikan pembelajaran berbasis literasi, seperti mewajibkan membaca 15 menit sebelum pelajaran dimulai, menyediakan sudut baca di setiap kelas, serta melibatkan siswa dalam kegiatan menulis dan diskusi. Jika budaya membaca dibentuk sejak kecil, maka siswa akan tumbuh dengan kesadaran bahwa membaca adalah kebutuhan, bukan paksaan.
Sayangnya, saat ini masih banyak sekolah yang belum memiliki fasilitas perpustakaan memadai. Bahkan jika ada, keberadaannya kerap terabaikan dan tidak difungsikan secara optimal. Padahal, perpustakaan memiliki peran strategis sebagai pusat literasi di sekolah. Perpustakaan seharusnya tidak hanya menjadi tempat meminjam buku, tetapi juga ruang publik yang nyaman untuk membaca, berdiskusi, dan belajar.
Kegiatan seperti bedah buku, pojok baca, menulis kreatif, hingga klub literasi perlu dihidupkan kembali. Pemerintah dan pihak sekolah harus meningkatkan akses terhadap buku-buku berkualitas serta pelatihan literasi bagi para pendidik. Semoga di masa mendatang, perpustakaan tidak hanya tinggal nama, melainkan menjadi jantung kegiatan literasi yang aktif dan hidup.
Dengan semangat kolaborasi, mari kita rawat dan hidupkan kembali budaya literasi, agar generasi muda tidak mudah dibodohi oleh informasi yang menyesatkan, dan tetap menjadi pembelajar sepanjang hayat di tengah gempuran teknologi digital.
Penulis : A. Munib Fawaidi
*Opini di atas merupakan tanggung jawab penulis seperti tertera, tidak menjadi bagian tanggung jawab Bloranews.com.