fbpx
OPINI  

JATI BLORA

Opini
Potret Kuno Jati Blora.

BLORANEWS – Dalam berbagai ukuran dan bentuk makhluk hidup, yang mendiami atau terjadi di bumi, ternyata manusia sedari awal telah menemukan bentuk budaya mengenai  jati dirinya. Telah dicatat bahwa bentang alam, dengan segala hal didalamnya, hubungan timbal balik manusia dengan alam itu bahkan terjadi dan didedikasikan untuk sebuah spesies, baik itu hewan atau tumbuhan tertentu.

Bukti ini dapat ditemukan di banyak jejak ketika manusia prasejarah, puluhan ribu tahun yang lalu, yang mendiami alam Blora. Setelah aktivitas sehari-hari, yang atas dasar temuan – misalnya di Goa Kidang Todanan – pasti terdiri dari berburu dan memancing, peperangan, sampai dengan ritual kepercayaan, nampaknya pada suatu ketika juga menggunakan getah tumbuh-tumbuhan untuk membuat coretan di dinding batu, mengekspresikan ‘keinginan terpendam’-nya sebagai layaknya dekorasi.

Seperti halnya lukisan di Goa Sulawei Selatan, sebagai motif yang dipilih adalah bentuk hewan seperti babi atau rusa, atau hewan lain yang sedang dia buru, dan mungkin hewan itu ada dalam benaknya setelah beberapa jam pengamatan dan penguntitan. Bahkan estetika mulai juga dikenal dalam benak manusia purba Goa Kidang sehingga alat-alat untuk berburu juga diberi goresan-goresan seperti hiasan.

Seni yang merepresentasikan makhluk hidup dengan benar telah disempurnakan dari waktu ke waktu; di masa kejayaan Mataram Hindu, yang tahu bentuk-bentuk ekspresi kekuatan dan kelincahan, keputusasaan, duka, suka cita dan sifat-sifat ideal lainnya – yang kemudian disebut mitologi – dalam seni ukir, sehingga dengan demikian orang dapat melihat dan merasakan kesempurnaan itu di lain waktu.

Terjadi ragam bentuk hewan dan tumbuhan ‘aneh’ sesuai pola mitologi, mereka tidak hidup di bentang alam nyata, mereka hanya hidup dan berkembang dalam benak ideal manusia Jawa. Bentuk relief Medalion hutan disamping bentuk Kalamakara di Getas, sepertinya menjadi gambaran yang jelas untuk menggambarkan bahwa pada periode itu, bahwa spesies pohon (ideal) tertentu rupanya selalu berdekatan dengan habitat hewan (Kalamakara) atau sebagai simbol dimana sebuah mata air berada, yang pada kasus ini tentunya berada pada bentang alam Blora.

Pada kenyataannya Jati hidup liar di hutan dan menjadi sebuah spesies pohon yang dominan diantara pohon lain di belantara Blora. Menjadi korelasi bahwa spesies yang diukir di Getas jatuh kepada pohon Jati Blora yang memang bisa tumbuh sampai dengan ukuran raksasa dan hidup ratusan tahun lamanya.

Di tahun 1930 seorang Ilmuwan berkebangsaan Belanda, Wolff von Wulfing yang bekerja di Lembaga Penelitian Hutan Buitenzorg menjumpai kelompok jati istimewa di petak 52 hutan Bekoetoek (sekarang Kalisari), antara dukuh Gumeng, Temetes dan Banyu Urip, dengan ukuran diameter 3,5m dan tinggi 50m. Sungguh ukuran yang luar biasa sehingga menyarankan untuk dijadikan monumen hidup pohon Jati Blora.

Tentang penulis: Totok Supriyanto merupakan pemerhati sejarah dan budaya yang kini berkecimpung di Dewan Kebudayaan Blora (DKB).

*Opini di atas merupakan tanggung jawab penulis seperti tertera, tidak menjadi bagian tanggung jawab Bloranews.com