fbpx

JIPANG PANOLAN, CATATAN YANG HILANG

JIPANG PANOLAN, CATATAN YANG HILANG
Moderator diskusi M. Aribaki, sedang memimpin jalannya Diskusi.

Blora – Sejarah berasal dari Bahasa Arab syajaratun yang berarti pohon, diartikan pohon keluarga yang bermakna asal-usul atau silsilah, adanya suatu kejadian, perkembangan tentang sebuah peristiwa secara berkesinambungan.

“Jika generasinya kok kuntet-kuntet maka perlu digali akarnya, agar tahu sebetulnya bagaimana akarnya,” jelas ketua Litbang (lembaga penelitian dan pengembangan) Bloranews saat membuka acara diskusi telaah Jipang Panolan abad 19 di Kantor Bloranews.com. (19/06)

Pada Kesempatan yang sama, Sejarawan Totok Supriyanto selaku pemantik diskusi menceritakan runtutan periodisasi Jipang panolan pada abad 19. 

 

JIPANG PANOLAN, CATATAN YANG HILANG
Dalhar Muhammadun, Ketua Litbang Bloranews (memegang micro phone) bersama Totok Supriyanto (Paling kanan)

Menurutnya, Kata panolan pertama kali muncul pada babad tanah jawi, dimana Sultan Pajang menyerahkan wilayah ini kepada putranya yaitu Pangeran benowo. Indikasi awal, bahwa Panolan adalah Jipang Panolan, Ibu kota Jipang, pasca runtuhnya tahta Arya Penangsang.

“Setelah Perjanjian Giyanti 1755, Panolan yang merupakan bagian dari Jipang masuk menjadi bagian mancanegara kasultanan Yogyakarta. Panolan berlokasi di bantaran Bengawan solo dan terletak 3 KM dari Jipang (Gedong ageng). Luas wilayah Jipang sampai awal abad 19 diperkirakan mencakup Kecamatan Cepu sampai Kecamatan Jati.” Paparnya.

Sepanjang sejarah Blora, di berbagai periode, mungkin periode abad 19 lah yang paling krusial dan paling penting, dari segi kewilayahan yang dipertahankan sampai sekarang.

Panolan dan Blora, ibarat polar selatan dan utara, dimana sebelumnya memiliki luas yang hampir sama, yang kemudian bergabung menjadi satu atas kehendak penguasa Jawa. Segala macam kemelut istana raja pada ujungnya akan berdampak pula bagi setiap wilayah mancanegaranya. 

“Begitu pula Panolan dan Blora, seolah dikorbankan untuk kepentingan itu. Gejolak Pun muncul dari bawah silih berganti, meletup sebagai api yang mampu membakar hutan jati, tetapi setiap itu pula mitos-mitos baru diciptakan untuk membungkam fakta tentangnya.” tambahnya.

Diskusi berjalan cukup dinamis, Ajir salah satu peserta dari Cabean, Kecamatan Cepu mengatakan, Rentetan sejarah yang kita kenal saat ini merupakan produk pemerintah yang tidak pernah memasukan Jipang Panolan kedalam sejarah Blora.

“Sejarah Blora yang tidak memasukan Sejarah Jipang Panolan adalah kesalahan yang harus dikaji ulang, karena Jipang Panolan adalah Fakta Sejarah yang tidak bisa di hilangkan,” tuturnya.

Menanggapi apa yang diuraikan Totok Supriyanto mengenai dimunculkan mitos-mitos baru, Habibi ketua paguyuban Tosan aji Kuntul Ngantuk  menambahkan, bahwa dengan adanya pengaburan sejarah yang diterima oleh generasi muda, pada diskusi malam ini ternyata ada data-data baru tentang sejarah yang terjadi di Kabupaten Blora abad 19, menurutnya diskusi ini mampu membuka wacana keterkungkungan sejarah yang mengakibatkan jiwa inferior atau bahasa sederhananya ketidak percayaan diri terhadap potensi yang dimiliki atau kebangggaan identitas sebagai masyarakat Blora. 

“Bila dikaji lebih dalam ternyata Blora memang banyak hal yang bisa membangggakan,” urainya.

Aditya Candra, salah satu anggota legislatif yang turut hadir dalam diskusi, memandang pentingnya sejarah sebagai modal dasar pembangunan.

“Bagaimana ajaran Samin yang kemudian memberikan nilai luhur kearifan lokal yang patut untuk dipertahankan dan ditiru,” tuturnya dalam sesi diskusi.

Sementara itu, Khairuddin yang akrab dipanggil Cak rud, salah satu peserta diskusi dari Lumbung Bailorah mengatakan jika berbicara tentang Jipang Panolan yang tertanam di memori kebanyakan masyarakat tidak lepas dari satu nama yaitu Pangeran Aryo Penangsang namun pada kesempatan kali ini menjadi berbeda karena ada batasan periode menggunakan Abad 19.

“Dengan adanya referensi tulis yang bersumber dari ferry charter ini akan sangat membantu menggambarkan kondisi sosio kultur masyarakat dan luasan wilayah Blora yang masih terpisah dengan Panolan, dengan ini maka bisa menjelaskan kenapa karakteristik masyarakat antara Blora bagian utara dan bagian selatan yang selalu dianggap berbeda sekaligus hal ini akan bisa mengurai residu-residu sejarah untuk generasi Blora secara utuh.” Jelasnya.

Sebagai moderator diskusi Aribaki, turut hadir dalam acara tersebut dari berbagai kalangan, antara lain Paguyuban Tosan Aji, Organisasi Limbung Bailorah dan Sejumlah aktivis serta pemerhati sejarah.

Diskusi “Telaah Jipang Panolan abad 19,” ini seyogyanya digelar di Gedong Ageng Desa Jipang Kecamatan Cepu, dengan mendatangkan pakar sejarah dari berbagai daerah antara lain Bojonegoro. namun karena kondisi tren Pandemi yang terus meningkat di Kabupaten Blora, panitia memutuskan untuk mengalihkan acara di Kantor Bloranews.com.

Rencananya, Diskusi dengan tema yang sama, akan diadakan dalam beberapa kali guna menggali data dan fakta sejarah.

Sebagai Penyelenggara, Litbang (Lembaga Penelitian dan Pengembangan) Bloranews merupakan Lembaga yang melakukan kajian terkait sosial, politik, budaya dan kemasyarakatan. (Red) 

Verified by MonsterInsights