‘Kami ingin keadilan bagi kami’
‘Kami ingin hak kami diberikan dengan layak’
‘Kami ingin bekerja dengan tenang bukan bekerja dengan tegang’
Hari buruh, identik dengan aksi buruh dalam menyuarakan ketidakadilan yang mereka rasakan. Bagi buruh bekerja bukan hanya permasalahan tenaga maupun produksi. Lebih dari itu, bagi pekerja/buruh bekerja adalah suatu hal yang wajib mereka laksanakan demi kebahagiaan orang tersayang. Siapa lagi kalau bukan untuk keluarga yang dicintai. Anak. istri, orang tua dan orang-orang yang menjadi alasan mereka mau untuk bekerja.
Sedangkan pengusaha adalah orang yang memperkerjakan buruh. Nyaman atau tidaknya lingkungan kerja semua tergantung pengusaha, ibaratkan sistem pekerjaan itu adalah kerangka pesawat maka pengusaha adalah fuselage atau badan pesawat yang di dalamnya ada komponen-komponen penting dalam menjalankan pesawat. Begitu juga pengusaha, berkembang pesat atau tidaknya sebuah perusahaan tergantung dengan pengusaha. Buruh atau karyawan di dalamnya hanya menjalankan tugas yang sudah dikomandani oleh pengusaha.
Walaupun begitu buruh memegang andil peranan penting dalam sebuah sistem perusahaan, jika tidak ada buruh maka proses produksi dan perjalanan sebuah perusahaan akan terhenti. Dari kedua peran tersebut, antara pengusaha dan buruh yang sama-sama memegang peranan penting terjalin hubungan yang namanya LKS Bipartit (Lembaga Kerja Sama antara Pengusaha dan Buruh/Pekerja). Dari hubungan tersebut timbulkan kesepakatan kedua belah pihak, pengusaha memperkerjakan buruh dan menggaji mereka sesuai dengan persetujuan awal. Sedangkan pekerja bekerja sesuai dengan tupoksi pekerjaan mereka sesuai dengan SOP perusahaan yang sudah terselenggara.
Akan tetapi dibalik itu ada sebuah ketidakadilan yang termuat di dalamnya. Kecurangan bisa menjadi awal dari sumber konflik. Terkadang ada beberapa perusahaan yang memperkerjakan pekerja/buruh di luar batas pekerjaan. Melebihi jam bekerja misalnya, akan tetapi tidak termuat dalam jam lembur. Memperkerjakan buruh secara maksimal dengan harapan bisa mendapatkan hasil yang berlimbah. Tidak menutup kemungkinan semua orang pasti ingin untung yang banyak dan tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan untuk memaksimalkan peran buruh.
Buruh juga manusia, tidak seperti robot yang diperkerjakan dalam semua waktu. Buruh juga mempunyai naluri dan keterbatasan. Jika buruh selalu bekerja dalam tekanan maka hasil yang diperoleh secara kualitas tidak baik walaupun secara kuantitas melebihi batas. Jika dalam analogi yang benar seharusnya yang membutuhkan itu adalah pengusaha, pengusaha membutuhkan buruh dalam proses produksi. Kebutuhan tersebut sangat penting demi keberlanjutan perusahaan. Jika proses produksi berjalan lancar maka perusahaan juga akan terus maju berkembang dengan baik.
Ibaratnya kalau dalam bahasa Jawa ‘buruh goleke duwik bose’ (buruh mencarikan uang pengusaha). Dari analogi tersebut seharusnya pengusaha mampu bersikap baik dan ramah terhadap para buruh. Walaupun terdapat kesalahan satu atau dua dari buruh, mungkin hal tersebut bisa ditolerir dengan sikap wajar karena manusia juga pasti merasakan capek secara fisik maupun mental. Dari rasa lelah tersebut mungkin terdapat kesalahan dalam proses bekerja buruh.
Bekerja hampir 12 jam sehari dengan beban kerja dan beban tuntutan lain hal menjadikan buruh lelah bukan hanya dari segi fisik tetapi tidak menutup kemungkinan akan lelah secara mental. Secara psikologis buruh akan merasakan overwhelmed (kewalahan) terhadap tuntutan. Pagi bangun tidur langsung siap-siap untuk bekerja hingga larut malam, lalu malam mengerjakan pekerjaan rumah, setelah itu baru bisa istirahat dan paginya kembali menjalani rutinas tersebut. Tidak salah kalau banyak buruh yang mengaku stress atau bahkan ada yang diam-diam berobat ke psikiater untuk menjaga kewarasannya dari segi kejiwaan.
Sudah seharusnya pengusaha dan semua pimpinan terbuka terhadap masalah ini. Pengusaha bukan hanya mementingkan kemajuan perusahaan tapi juga kesehatan buruh dari segi fisik maupun jiwa. Pengusaha harus mempunyai jiwa pemimpin, pemimpin yang baik dengan mendukung buruh, membimbing buruh, dan mengarahkan buruh ke hal yang benar. Sudah seharusnya tupoksi seorang pemimpin mengayomi bawahannya, bukan menekan bawahannya agar hasil bisa maksimal. Sama-sama memberikan dampak yang baik maka hasil yang diperoleh juga baik. Buruh bisa bekerja secara maksimal dan pengusaha bisa mendapatkan hasil yang maksimal juga.
Tentang Penulis: Novita Kurnia Putri merupakan seorang ASN di Pemerintah Kabupaten Blora tepatnya di Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja.
*Opini di atas merupakan tanggung jawab penulis seperti tertera, tidak menjadi bagian tanggung jawab Bloranews.com.