fbpx
OPINI  

MERDEKA BELAJAR DI ERA LIBERALISASI INFORMASI

Dzika Fajar Alfian Ramadhani
Dzika Fajar Alfian Ramadhani.

BLORANEWS – Pendidikan menjadi salah satu aspek penting dalam kehidupan. Karena dengan pendidikanlah manusia dapat menjadi manusia terhormat. Dengan Pendidikan juga manusia akan terarah pola pikir dalam semua bidang. Maka dari itu Pendidikan penting diperhatikan. Apalagi di era digital seperti sekarang. Seiring dengan perkembangan media digital di Indonesia, informasi semakin tak terarah. Munculnya media digital berimbas kepada masifnya penggunaan media sosial.

Esensi merdeka adalah kebebasan dalam segala hal, baik kebebasan berpendapat hingga kebebasan dalam mengekspresikan diri. Dimanapun kemerdekaan atas hak bernegara hingga kebebasan terhadap personal adalah kampanye yang selalu di gaungkan. Bukan kemerdekaan ini adalah hal yang diinginkan oleh hampir seluruh penduduk dunia. Jika kita menilik jaman dulu banyak sekali penindasan terhadap hak pribadi ataupun hak bernegara. Mulai dari adanya perbudakan pada zaman Nabi Muhammad di Kawasan Arab sana, hingga kolonialisme dan penjajahan yang terjadi di berbagai belahan dunia.

DILEMA ESENSI MERDEKA BELAJAR

Dari penjajahan atas hak bernegara pun berdampak kepada manajemen dan kualitas Pendidikan suatu negara. Maka kemerdekaan ini adalah hadiah para pejuang kemerdekaan. Di Indonesia merdeka belajar sudah mulai dirancang oleh Bapak Pendidikan Indonesia Ki Hajar Dewantara. Sehingga dari gagasan itulah yang memantik pemangku kebijakan khususnya Pendidikan saat ini. Artinya dalam jenjang negara Pendidikan Indonesia belum bisa dikatakan merdeka sepenuhnya. Karena sebelum digagas kurikulum merdeka, Pendidikan masih terpaku terhadap suatu kebijakan seperti misalnya penggunaan kurikulum 2013.

Lantas kemudian konsep apa dan apa landasan yang digunakan dalam kurikulum merdeka belajar ini. Akankah kurikulum merdeka ini dapat mengakomodir kebutuhan Pendidikan masa kini. Belum tentu semua pendidik tahu konsep merdeka belajar secara esensial, jika belum matang, maka akan memunculkan sistem yang ambigu. Artinya semua harus dipersiapkan kepada para tenaga pendidik hingga peserta didik. Kemudian frase “merdeka” ini bisa jadi disalah artikan. Misalnya merdeka dalam ketertiban di sekolah, hingga menyangkut tugas yang sama sama tidak membebani tenaga pendidik maupun peserta didik.

MEDIA SOSIAL DAN INFORMASI LIBERAL

Ditambah masifnya penggunaan internet yang semakin gencar digunakan. Transisi kepada digitalisasi sering dikampanyekan oleh pemerintah. Sehingga peserta didik juga dituntut untuk melek terhadap literasi digital. Perlu disadari bahwa dengan berkembengnya teknologi secara pesat merubah segala sendi kehidupan secara signifikan. Dari pesatnya perubahan itulah baik individu maupun pribadi masyarakat merespon secara adaptif. Tak ketinggalan media sosial yang ikut berperan dalam perubahan dinamika sosial masyarakat. Yang pada awalnya informasi dapat diatur oleh instansi atau media massa, saat ini semua orang dapat bersuara hingga menyampaikan informasi sehingga melahirkan liberalisasi informasi. Inilah yang menjadi salah satu tantangan merdeka belajar.

Terlebih lagi masyarakat seolah dibuat bingung dengan menghadapi tantangan zaman berupa hilangnya peran sebuah institusi atau individu pada suatu posisi. Atau individu saat ini kesulitan menempatkan peran, fungsi sehingga kedudukanya di masyarakat. Karena media sosial tidak mempunyai kode etik dalam berinteraksi ditambah dengan penggunanya yang anonim dan multikultural sehingga media sosial sebagai pusat informasi yang mendidik dipertanyakan, apalagi jika direalisasikan kepada peserta didik.

Potensi yang ada pada media sosial sebagai sarana pendidikan tak lebih dari omong kosong. Media sosial yang pada dasarnya sebagai wadah berkomunikasi dan bertukar informasi, namun semua orang dapat mengakses. Bukankah ini yang dinamakan merdeka belajar? Tentu tidak. Karena media sosial adalah sebagai alat mati yang tidak bisa secara otomatis berjalan sendiri. Semua tergantung pada pengguna yang menggunakan, andaikan pisau, pisau bisa saja melukai jika digunakan untuk niat jahat. Akan tetapi sebaliknya jika digunakan sesuai mestinya barang tersebut akan bermanfaat.

Tidak menutup kemungkinan bahwa semua akun media sosial tidak mengedukasi. Sekarang sudah mulai banyak media massa yang mengintegrasikan diri ke media sosial. Hal ini bisa saja berdampak positif pasalnya media massa banyak memproduksi konten edukasi. Hal ini mencerminkan bahwa media sosial ikut membantu berkembangnya Pendidikan seperti pada Pasal 31 ayat 3 UUD 1945, bahwa Pendidikan adalah mencerdaskan Pendidikan bangsa.

Kembali kepada merdeka belajar, semua dikembalikan kepada individu masing-masing yang mana setiap individu bebas untuk memilih antara apatis terhadap media sosial ataukah menggunakan hasil dari perkembangan zaman ini sebagai sebuah sarana Pendidikan. Perlunya literasi digital dalam Menyusun sistem merdeka belajar agar dalam berjalannya sistem yang sudah terealisasi tidak keluar jalur. Artinya pengetahuan dan transformasi Pendidikan kepada teknologi menjadi penting. Akan tetapi tidak melupakan hakikat Pendidikan itu sendiri. 

Tentang Penulis: Dzika Fajar Alfian Ramadhani merupakan mahasiswa UPN “Veteran” Yogyakarta. Aktif pula di PMII Komisariat “Veteran” Yogyakarta, Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) serta Komunitas Perpustakaan Jalanan Kunduran Blora.

*Opini di atas merupakan tanggung jawab penulis seperti tertera, tidak menjadi bagian tanggung jawab Bloranews.com.

Verified by MonsterInsights