Lebaran ada moment sakral yang terjadi sekali dalam hitungan tahun, itu adalah hari raya umat Islam. Pertemuan antara keluarga, adalah moment kisah yang tak akan terlupakan. Karena hanya pada moment tersebut orang yang bekerja dalam perantauan bisa di beri izin bebas atau cuti walaupun hanya beberapa hari oleh tempat perusahaan tempat ia bekerja, karena pada moment itu juga pertemuan antara kerabat atau saudara terasa lebih mengasyikkan. Lantas, apa yang terjadi jika pertemuan yang membahagiakan itu yang sudah direncanakan jauh-jauh hari itu di hantam oleh Covid-19 sehingga bingung menentukan apakah nekat pulang ke kampung halaman ataukah bertahan saja dalam perantauan.

Sebelumnya pemerintah pusat telah mengeluarkan larangan kepada seluruh masyarakat untuk melakukan mudik pada Idul Fitri 1441 Hijriah dalam rangka pencegahan penyebaran virus Covid-19. Perintah pelarangan mudik itu kemudian diwujudkan oleh Kementerian Perhubungan dalam bentuk Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 25 Tahun 2020 tentang Pengendalian Transportasi Selama Musim Mudik Idul Fitri 1441 H dalam Rangka Pencegahan Penyebaran Covid-19.
Permenhub ini ditetapkan pada 23 April 2020 itu diatur mengenai pelarangan sementara penggunaan sarana transportasi baik itu darat, laut, udara, serta perkeretaapian (Pasal 1 Ayat 2). Khususnya yang mengangkut penumpang untuk aktivitas mudik lebaran 2020, misalnya angkutan umum seperti bus, mobil penumpang, kereta api, pesawat terbang, angkutan sungai danau dan penyeberangan serta kapal laut. Permenhub ini juga mengatur mengenai pemakaian kendaraan, baik mobil ataupun sepeda motor untuk keperluan mudik (Pasal 3). Permenhub Nomor 25/2020 juga mengatur mengenai larangan penggunaan transportasi yang keluar masuk di wilayah-wilayah seperti wilayah Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), zona merah penyebaran Covid-19.
Apalagi menurut data terbaru dari Tim Gugus Tugas Percepatan Penanganan (GTPP) Covid-19 Kabupaten Blora kembali menyampaikan update perkembangan persebaran virus Corona, Sabtu (16/05/2020) persebaran virus Corona ini masih terjadi di Kabupaten Blora. Sehingga pihaknya meminta masyarakat terus meningkatkan kewaspadaan dan patuh pada protokol kesehatan. Hal ini tentu menunjukkan perlunya sebuah kewaspadaan yang lebih bagi warga masyarakat yang tinggal di Blora maupun bagi Blora yang berada dalam perantauan.
Sementara itu, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo juga meminta para diaspora atau perantau asal Jateng tidak mudik saat Lebaran 2020 nanti. Imbauan itu muncul setelah ribuan perantau asal Wonogiri dan Jepara mudik ke kampung halaman mereka pekan ini. Hal itu disampaikan Ganjar untuk mengantisipasi penularan virus corona (Covid-19) oleh para kaum boro saat pulang ke kampung halaman. Kaum boro merupakan sebutan bagi warga perantau. Pada sebuah wawancara Ganjar Pranowo berkata “Saya sarankan untuk warga Jateng yang sedang bekerja (merantau) untuk tidak mudik. Saya doakan Anda semua sehat. Tapi kalau tidak sehat dan terjangkit virus corona, maka Anda bisa menularkan kepada keluarga tercinta di rumah. Kan kasihan,” ujar Ganjar, Kamis (27/3/2020). Atas instruksi ini tentu muncul dilema bagi warga Blora yang merantau di luar daerah, antara mentaati peraturan Gubernur atau nekat saja untuk mudik.
Apalagi berdasarkan update berita pada 14 Mei 2020 telah ada sebanyak 7 kecamatan di Kabupaten Blora yang ditetapkan sebagai zona merah karena sudah ada kasus positif Covid-19. Tujuh kecamatan yang masuk zona merah itu adalah Blora Kota, Cepu, Jepon, Ngawen, Kunduran, Kradenan, dan Jati. Melihat hal ini tentu tingkat kewaspadaan harus lebih siaga lagi dan tetap waspada dengan menjaga social distancing maupun physical distancing.
Bagi warga Blora yang merantau di berbagai daerah yang meliputi Jakarta, Surabaya maupun lainnya tentu hal ini menjadi dilema tersendiri karena ingin bertemu dengan keluarga di kampung halaman. Namun ini adalah kebijakan hukum dari pemerintah dalam rangka pencegahan penyebaran Covid019, tentu sebagai warga negara yang baik kita harus mematuhi dan mentaatinya. Kecuali memang dalam kondisi darurat hal ini di perbolehkan dengan syarat-syarat khusus yang harus di penuhi.
Jika kita menggunakan logika silogisme alternatif dengan menggunakan premis mayor terhadap kasus ini untuk mencari jawaban dari dua opsi jawaban yang ada maka akan terlihat begini, proposisi alternatif yaitu bila premis minornya membenarkan salah satu alternatifnya. Kesimpulannya akan menolak alternatif yang lain. Contoh: Andi berada di Perantauan atau Mudik di Kampung halaman (Premis Mayor). Andi berada di Kampung halaman (Premis Minor). Jadi kesimpulannya, Andi tidak berada di perantauan. Atau juga bisa di pakai logika yang sebaliknya. Ini sebenarnya hanya logika permainan seperti jika ia tidak berada disana berarti disini, atau jika ia tidak berada disini berarti ia berada disana.
Logika Ushul Fikih
Kaidah Ushul Fikih mengatakan bahwa “Menghilangkan kemudharatan itu lebih didahulukan daripada Mengambil sebuah kemaslahatan.” Bahwasannya telah diketahui dengan jelas dan pasti bahwasannya Covid-19 termasuk wabah yang berbahaya yang bisa mengancam jiwa maka jika menggunakan kaidah ini tentu tidak pulang kampung dahulu dalam rangka menjaga diri dan orang lain agar tidak menular dan tertular tentu lebih utama dan didahulukan, hal ini tentu sesuai dengan maqashidul syari’ah (tujuan-tujuan syariat) bahwasannya salah satu tujuan dari diturunkan syariat yaitu untuk menjaga dan melindungi jiwa, baik jiwa diri sendiri maupun orang lain. Hal ini tentu juga sesuai dengan sebuah hadits shahih yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim yang bunyinya :
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Tha’un (wabah penyakit menular) adalah suatu peringatan dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala untuk menguji hamba-hamba-Nya dari kalangan manusia. Maka apabila kamu mendengar penyakit itu berjangkit di suatu negeri, janganlah kamu masuk ke negeri itu. Dan apabila wabah itu berjangkit di negeri tempat kamu berada, jangan pula kamu lari daripadanya.” (HR Bukhari dan Muslim dari Usamah bin Zaid).
Selain itu dalam hadits lain Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Janganlah yang sakit dicampurbaurkan dengan yang sehat.” (HR Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah)
Pertimbangan Ilmiah
Mugkin ada yang berkata, saya kan sehat jadi gak apa-apa dong?. Secara medis seseorang itu mempunyai daya imun yang berbeda-beda jadi ada kalanya ia tahan terhadap serangan penyakit tersebut tapi belum tentu orang lain mempunyai ketahan fisik yang sama. Jadi saya rasa tingkat ketahan fisik ini tidak bias di perbandingkan atau disamakan..
Pertimbangan Sosiologis
Secara Sosiologis manusia memang makhluk sosial, terkadang ia merasa jenuh juga ketika tidak ada interaksi beberapa hari apalagi ini sampai setahun tentu kerinduan yang mendalam untuk bertemu keluarga atau kerabat atau teman main waktu sekolah akan sangat terasa. Tapi ini perlu ditinjau lagi dan ditanyakan kembali, apakah pertemuan dalam melepas rindu itu membawa kebaikan dan kemanfaatan atau malah membawa perasaan rasa takut bagi keluarga dan tetangga? Jika kemanfaatan lebih dominan dan terasa aman silahkan tapi ketika ternyata kedatangan kita hanya menimbulkan rasa takut bagi mereka saya rasa menunda dulu sampai situasi aman lebih baik untuk kemaslahatan.
Tentang penulis : Sugiharto, S.H. Menyelesaikan pendidikan S1 di Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta, dan saat ini sedang menyelesaikan studi sebagai mahasiswa S2 jurusan Sosiologi di Fakultas Imu Sosial dan Politik (Fisipol) UGM Yogyakarta.