fbpx
OPINI  

SERIUS BERANI LAWAN PEREMPUAN?

Ilustrasi
Ilustrasi

Seperti biasa tiap pagi di tempat kami banyak orang nongkrong, bukan warung kopi tapi selalu full kopi, karena kang wawan selalu berbaik hati menyiapkan kopi buat kami yang berkunjung.

 

Ilustrasi
Ilustrasi

 

Kopi pahit kotok yang disuguhkan pagi ini terasa sangat istimewa, hingga membawa obrolan kita agak serius.

“APBD kita cuma berapa kok ada calon Bupati berani berani nya menjanjikan pembangunan di segala bidang”, kata kawan kami yang tiap hari selalu menggerutu karena jalan di wilayahnya hancur.

“Dalanmu tahun ngarep di bangun kok” kata senior kami yang aktif bertugas disalah satu instansi, pagi ini tampak gagah dengan seragam kebesarannya.

Obrolan kami sangat menarik pagi ini, obrolan pilkada begitu asik didiskusikan dimulai dari isu Gender hingga analisa potensi konflik di kabupaten Blora.

Diselingi diskusi karakteristik politik Nusantara pada zaman lemuria, atlantis hingga majapahit dipaparkan secara lugas dan sistematis oleh kawan kawan kami yang lain.

Seringkali, pergolakan wacana mengganggu otak kami, perasaan was was dan kuatir menggelayut jika nanti sampai Pilkada dimenangkan oleh sosok yang tidak paham masa lalu.

Kami merasa Blora sudah lama kehilangan identitas, Blora sebagai penghasil Jagung terbesar nyatanya pemerintah lebih memilih mendirikan pabrik tebu.

Blora penghasil sapi terbesar nyatanya pemerintah lebih memilih investor untuk mendirikan mall dan hotel.

Ditengah asiknya obrolan terpaksa harus terhenti sementara, kawan kami datang dengan muka cukup suntuk, seperti biasa kang wawan menyapa dahulu, “saking pundi pak kok sedih?” Tanyanya. “Pasar wan belanjake mbok wedok trasi karo terigu” jawab  muka kesal. 

Kang wawan buru buru ke dapur segera menyiapkan kopi untuk kawan kami yang baru datang. 

“Wong pasar podo ngawur podo gak gelem pakai masker”, ujar kawan kami yang baru datang. 

“Rapid kemaren ada yang kena lho pak”. Timpal salah satu wartawan spesialis liputan covid-19.

Suara handphone tiba tiba bunyi, “siap tak langsung jemput” jawab kawan kami menjawab pembicaraan dalam handphonenya.

“Aku cabut sek yo.” pamit nya tiba tiba. 

Dalam hati, kami bergumam pasti yang telepon bukan sembarang orang. Biasanya jika yang telepon komandan pasti kopi di cangkir dihabiskan dulu baru meluncur.

“Sinten pak seng telepon” tanya saya “biasa mbok wedok” jawab kawan kami sambil tergesa gesa.

Tak terasa pukul menunjukan jam 12 siang saat nya bergegas menjalankan tugas menjemput istri.

Jika yang berseragam dan gagah saja dapat telpon dari istri langsung lari, apalagi kami yang tiap hari kerjanya cuma ngopi. Budial….

 

Masih berani sama perempuan??? bisa kelar hidup lo…

 

Tentang Penulis : Jaryoko adalah salah satu  Jurnalis Bloranews.com

 

*Opini di atas merupakan tanggung jawab penulis seperti tertera, tidak menjadi bagian tanggung jawab Bloranews.com

 

Verified by MonsterInsights