fbpx

DUHAI PENGUASA, KENAIKAN BBM MENGUNTUNGKAN SIAPA?

Ilustrasi.
Ilustrasi.

BLORANEWS – Pulih Lebih Cepat, Bangkit Lebih Kuat. Begitulah tema peringatan hari ulang tahun RI ke 77 yang sepertinya harus diwujudkan namun membutuhkan proses dan waktu yang cukup panjang. 

Pasalnya menjadikan suatu bangsa bangkit, pulih secara ekonomi pasca pandemi memang tidak semudah membalikkan telapak tangan. Ada banyak pengaturan dari berbagai sisi yang harus dibenahi oleh negara Indonesia yang bersistem kapitalis demokrasi ini. Namun sayangnya, alih-alih membenahi, penguasa justru semakin memampangkan hipokrisi demokrasi. Rakyat bukanlah prioritas namun kepentingan korporat dan oligarki yang lebih utama.

Ya, kembali BBM dinaikkan dengan alasan kenaikan harga minyak dunia dan membengkaknya anggaran negara karena menanggung subsidi dan kompensasi BBM. 

Padahal kondisi ekonomi sedanglah tidak sehat betul pasca pandemi, angka pengangguran tinggi, harga kebutuhan pokok tinggi dan daya beli masyarakat sedang turun. Namun langkah menaikkan harga BBM tetaplah melaju kencang tanpa aral melintang, sementara penolakan rakyat tidaklah dipedulikan, tangisan jeritan rakyat imbas kehidupan yang semakin berat tidak mengurungkan ketok palu pejabat mengesahkan kenaikan BBM.

Meski disampaikan akan ada bantuan kompensasi BBM, faktanya selama ini subsidi upah Rp150 ribu selama 4 bulan pada buruh sebetulnya hanya ‘gula-gula saja’ untuk meredam protes karena realitasnya pun uang 150 ribu itu tidak cukup untuk 4 bulan menutupi semua kenaikan harga kebutuhan pokok imbas kenaikan BBM.

Walhasil kebijakan kenaikan BBM ditolak tegas oleh banyak pihak karena dinilai akan berdampak pada kesejahteraan rakyat terutama kelas bawah dan menengah meski kompensasi Bantuan Langsung Tunai (BLT) Balsem (Bantuan Sementara) seperti yang disampaikan oleh Anggota fraksi partai Demokrat Kabupaten Blora, Iwan Krismiyanto.

Lebih lanjut Iwan mengemukakan bahwa BBM naik bakal memicu gejolak sosial yang berpotensi kerawanan sosial. Betapa tidak, di tengah kondisi karut marut ekonomi pasca pandemi, pengangguran tinggi dan harga kebutuhan pokok meninggi, tentunya masyarakat semakin terbebani. Meski antisipasi melalui BLT yang dikucurkan tetap hanyalah gula gula yang tidak bisa menutup kebutuhan ekonomi.

Sementara jika kita mau jujur kenaikan BBM jenis pertalite, solar dan pertamax adalah jenis BBM yang dikonsumsi oleh masyarakat kalangan bawah dan menengah untuk mengerakkan sektor perekonomian mereka. Petani mengkonsumsi solar untuk menggerakkan traktornya, nelayan untuk menggerakkan kapalnya, buruh untuk sepeda motornya sebagai kendaraan menuju ke pabriknya. Jadi jika semua ini dianggap beban dan menyampaikan subsidi tidak tepat sasaran sungguh ini adalah akal-akalan pemerintah yang tidak berdasar, bukan alasan prinsipil. 

Adanya kenaikan BBM ini sebetulnya menunjukkan wajah penguasa sebenarnya, ke arah mana sistem pemerintahan Indonesia ini berlabuh dalam pijakan sistem ekonominya. Ya Sistem kapitalis neoliberalis anti subsidi ini membatasi peran negara dalam mekanisme pasar. Subsidi dianggap beban, pemborosan dan inefisiensi. Nahasnya lagi, dalam sistem neoliberalisme ini, negara juga berperan layaknya pedagang dan rakyat adalah pembeli. Sebagai pedagang maka harus memposisikan diri untuk memperhitungkan untung rugi. 

Inilah buah penerapan sistem kapitalisme neoliberal yang diterapkan di negeri ini, di mana pemerintah hanya menjadi regulator para pemilik modal, asing dan aseng. Bukan lagi menjadi periayah (pengelola) yang melayani kebutuhan rakyat dengan baik. 

Jamak diketahui, jika selama ini pengelolaan SDA negara kita tidak dikelola sendiri namun diserahkan kepada pihak asing. Campur tangan pihak asing inilah menjadi faktor penyebab utama mengapa negeri yang kaya akan SDA yang melimpah namun terganjal oleh utang yang membengkak bahkan membebani rakyat dengan berbagai pajak. 

Kemana larinya sumber kekayaan alam kita? Siapa yang menikmati hasil Bumi dan kekayaan di dalamnya? Bukankah Bumi, kekayaan alam, dan Gas yang terkandung di dalamnya adalah kekayaan milik negara yang seharusnya diolah oleh negara sebaik baiknya tanpa menyerahkannya ke pihak asing untuk kemakmuran rakyatnya?

Jawabnya, sudah bukan rahasia lagi, penguasa memberikan karpet merah kepada para pemilik modal baik lokal maupun asing atau aseng untuk merampok dan mengeksploitasi Sumber Daya Alam Indonesia tercinta. Padahal Sementara rakyat hanya mendapat sebagian kecil atau bahkan remahan yang tak seberapa, ditambah lagi hasil yang seharusnya turun dinikmati rakyat malah dikorupsi walhasil rakyat hanya gigit jari dan semakin terbebani. Jika hal ini terus berkelanjutan, tanpa ada pembenahan maka ancaman kebangkrutan kian nyata terpampang semakin dekat dan jangan sampai bernasib sama seperti halnya negeri Srilanka yang sudah sampai pada titik nadirnya.

Duhai penguasa, berat nian pertanggungjawaban yang kelak akan kau pikul di akhirat. Ringankanlah hisabmu dengan perbaiki kinerjamu. Instropeksilah bahwa sistem neoliberal yang kau anut tidaklah membawa keberkahan untuk bangsamu dan rakyatmu. 

Duhai penguasa, bukankah kita hidup di Bumi Allah SWT. Tidakkah kau berpikir untuk ikut aturan Nya? karena pasti Allah SWT menciptakan alam semesta ini bersama dengan paket lengkap pengaturan politik, ekonomi, budaya, sosial dan hankamnya. 

Duhai penguasa kehidupan dunia tidaklah panjang hanya sementara, janganlah terbuai dan terbius tipuan dunia yang fana. Bertobatlah dan segera kembali menuju ampunanNya. Karena engkau adalah penggembala bagi rakyatmu, dan engkau bertanggung jawab atas gembalaanmu. 

Tentang penulis: Ulfa Ni’mah merupakan seorang Ibu Rumah Tangga asal Cepu, Kabupaten Blora yang berharap keadilan dan kesejahteraan. 

*Opini di atas merupakan tanggung jawab penulis seperti tertera, tidak menjadi tanggung jawab Bloranews.com

Verified by MonsterInsights