“Aku tak pernah bersekolah, Nak, Nyo, tak pernah diajar mengagumi Eropa. Biar kau belajar sampai puluhan tahun, apapun yang kau pelajari, jiwanya sama : Mengagumi mereka tanpa habis-habisnya, tanpa batas sampai-sampai orang tak tahu lagi dirinya sendiri siapa dan dimana. Biar begitu memang masih lebih beruntung yang bersekolah. Setidak-tidaknya orang dapat mengenalbangsa lain yang punya cara-cara tersendiri dalam merampas milik bangsa lain” (Bumi Manusia – Pramoedya Ananta Toer).
Kutipan tersebut merupakan bagian dari novel Bumi Manusia. Karya Sastrawan dari Blora yang sangat mendunia yakni Pramoedya Ananta Toer. Bumi Manusia telah liris di bioskop pada tahun 2019 kemarin dengan Iqbaal Ramadhan sebagai pemeran utama. Film ini akhirnya menjaring kurang lebih 1.316.583 penonton. Dengan tanggapan keseluhan terkesima oleh imajinasi Pram yang tidak dapat diduga-duga.
Pram pernah 6 kali mendapat nominasi nobel. Kata-kata yang menjadi acuan untuk beliau menulis adalah “Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian”. Benar saja melalui tulisan-tulisan tangan tersebut Pram telah melambungkan nama Blora, Blora yang menjadi rujukan kota sastra dan Blora yang mendunia.
Dongkrakan tulisan Pram tidak hanya berhenti di situ. Beliau juga meninggalkan sebuah perpustakaan kecil yang dijaga oleh adik ke-enak sastrawan dunia itu. Soesilo Toer atau lebih akrab dipanggil Mbah Soes ini adalah penjaga sekaligus salah satu pendiri dari perpustakaan tersebut.
Plang yang bertuliskan PATABA yang merupakan akronim dari Pramoedya Ananta Toer Anak Semua Bangsa. Seakan-akan melambai untuk dikunjungi. Tepatnya di Jalan Sumbawa No. 40, Blora, Jawa tengah. Pagar kayu menjadi menyambut bangunan kecil dengan penuh cerita masa kecil Pram berada.
Awalnya PATABA sendiri merupakan akronim dari Pramoedya Ananta Toer Anak Bangsa akan tetapi banyak dari belahan dunia yang mengunjungi perpustakaan tersebut, akhirnya di ganti menjadi Pramoedya Ananta Toer Anak Semua Bangsa.
Ada kisaran ratusan buku yang siap dibaca. Akan tetapi debu-debu telah lebih dahulu membacanya dan rayap-rayap telah memakannya. Sehingga membuat setengah dari cerita buku itu hilang ditelan bumi. Hal tersebut terjadi dikarenakan banyak dari kaum muda yang tidak mengenal PATABA. Mungkin bisa dihitung berapa banyak kaum-kaum muda yang datang untuk sekadar membaca, mengunjungi atau ingin didongengi oleh Mbah Soes sendiri.
Soesilo Toer, adik ke-enam Pramoedya sekaligus penjaga PATABA diam-diam menyandang gelar Doktor. Beliau merupakan lulusan doktor universitas di Uni Soviet. Banyak cerita yang beliau haturkan ketika ada tamu yang ingin mengulas seluk beluk pram maupun beliau sendiri.
“Indonesia membangun melalui Indonesia membaca menuju Indonesia menulis” yang merupakan moto dari PATABA. Melalui beragam buku yang disediakan di PATABA diharapakan generasi muda menjadi lebih suka untuk membaca dan selanjutnya menuju penulis-penulis muda yang siap mendunia. Tentunya bisa menjadi pengganti Pram sendiri.
Banyak pengunjung dari luar negeri yang datang ke Blora hanya untuk singgah di PATABA. Selain itu di PATABA sendiri juga disediakan tempat tidur untuk penginapan tamu yang berasal dari luar daerah Blora. Mbah soes sendiri juga merima para tamu tersebut dengan tangan terbuka. Malahan beliau juga menyidiakan berbagai macam jamuan untuk tamu tersebut. “Belum sah kalau belum memcicipi makanan atau minuman yang ada di sini” kata beliau sambil menunjukan beberapa cemilan yang ada.
Akan tetapi sangat disayangkan banyak dari generasi muda yang tidak menganal PATABA. Bisa dibilang abstak bagi mereka. Teknologi menggerus budaya membaca. Gadjet lebih memikat ketimbang menebak-nebak alur cerita. Berkunjung ke media sosial lebih menyenangkan daripada berkunjung ke perpustakaan. Perubahan era juga telah merubah karakter generasi muda. Seharusnya semakin canggih teknologi menjadi sebuah tantangan untuk hidup yang lebih berakal. Bukannya malahan meninggalkan budaya.
Melalui karya sastra memang salah satu cara untuk membuat Blora makin kuncara. Lebih dikenal tidak hanya di wilayah ndonesia namun sudah menjangkau dunia. Penulis-penulis muda Blora perlu segera berbenah sebelum aset imajinasi yang hebat itu diambil oleh penulis penulis daerah lain. Harus ada generasi generasi baru selepas Pram yang berani mengangkat Blora dengan segala perniknya. Jadi bisa dinyataan di depan bahwa Blora bukan hanya Pram (Pramoedya Ananta Toer), Blora bukan hanya Samin, dan Blora juga bukan hanya seni Barong. Tapi Blora adalah sinergi kekuatan luar biasa yang sanggup memancarkan pesona di segala lininya. Sebagai daerah yang tidak bisa dipandang sebelah mata. Pesona itu itu digosok makin mengkilap dalam tangan-tangan penulis muda yang tentu saja memiliki bahasa yang lebih segar dan punya pangsa pasar yang menjanjikan.
Maksimalkan Potensi Diri
Penulis-penulis muda Blora harus bisa memaksimalkan potensi diri. Memang harus berbenah agar bisa menjemput diri sebagai daerah yang benar-benar kuncara. Kita tentu berharap, Blora bisa menjadi ikon di daerah lain. Memaksimlkan potensi diri agar bisa mencapai tataran yang lebih tinggi. Sebuah upaya yang masih sangat terjangkau dan masuk akal. Bukan ide yang mengada-ada. Kita harus berprinsip, dimana ada kemauan di situ ada jalan. Bukan si pungguk yang merindukan bulan. Tinggal kemauan saja untuk mewujudkannya.
Ayo penulis penulis muda Blora, bangun dan gerakkan pena untuk mengangkat nama Blora. Kita tidak bisa mengandalkan satu penulis saja untuk melesatkan Blora agar lebih mempunyai energy pembeda dibandingkan daerah lain. Maksimalkan masa masa emasmu sebelum berlalu dan tinggal menyisakan penyesalan seumur hidup.
Penulis penulis muda Blora bisa bersatu untuk mengangkat Blora. Ini bisa dianggap sebagai tantangan yang harus mereka jawab dengan karya yang bermutu. Untuk bisa mencapai mutu yang mumpuni, literasi mereka mereka memang harus kokoh, tradisi menulis yang kuat. Sastra adalah salah satu strategi yang bisa dilakukan bagi generasi yang ulet dalam menggeluti dunia tulis-menulis. Masih banyak strategi lain dan itu dan tidak mudah luntur dan memiliki semangat yan gampang kendur. Masa depan hanya menjadi milik generasi-generasi muda yang tangguh.
Mengibarkan nama Blora tinggi-tinggi lewat karya semua akan menopang atu sama lain dan tentu saja menjadi pondasi yang kokoh untuk menciptakan Blora di masa depan yang lebih menjanjikan.
-Jadilah Generasi Pembangun Ibu Pertiwi bukan perusak Negeri-
Tentang penulis: Novita Kurnia Putri merupakan siswa SMA Negeri 1 Jepon
*Opini di atas merupakan tanggung jawab penulis seperti tertera, tidak menjadi bagian tanggung jawab Bloranews.com