Rencana Pemerintah Kabupaten Blora menghibahkan lahan untuk pembangunan kampus Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) menuai tanggapan beragam. Banyak warga yang menyambut baik. Mereka berharap kehadiran kampus negeri ini bisa membuka akses pendidikan tinggi yang lebih luas dan terjangkau, terutama bagi keluarga yang selama ini kesulitan membiayai kuliah anak-anaknya ke luar daerah.
Antusiasme ini wajar. Selama ini, banyak lulusan SMA di Blora yang harus merantau ke Semarang, Yogyakarta, atau Surakarta hanya untuk melanjutkan kuliah. Biaya hidup menjadi beban besar, belum lagi risiko anak-anak muda hidup jauh dari pengawasan orang tua. Maka ketika muncul wacana kampus UNY hadir di Blora, banyak masyarakat merasa inilah jawaban atas harapan mereka.
Namun di sisi lain, kegembiraan ini tidak dirasakan oleh semua pihak. Suara keberatan datang dari sejumlah perguruan tinggi swasta (PTS) lokal yang telah lama hadir dan berjuang di Blora. Mereka merasa terpinggirkan. Selama bertahun-tahun, PTS lokal beroperasi tanpa dukungan berarti dari Pemkab. Bahkan untuk pembangunan ruang kuliah atau laboratorium pun sering harus mencari dana sendiri.
Sekarang, ketika kampus besar dari luar datang, pemerintah langsung menyambut dengan karpet merah, hibah lahan dan bahkan ada kemungkinan dukungan anggaran. Rasa tidak adil itu muncul bukan karena iri, tetapi karena merasa perjuangan mereka selama ini tidak diakui.
Apakah PTS lokal tidak penting?
Justru mereka selama ini adalah pilar utama pendidikan tinggi di Blora. Tanpa mereka, banyak anak Blora tidak punya pilihan kuliah di dalam kota. Mereka hadir bukan hanya sebagai tempat belajar, tapi juga menciptakan lapangan kerja, membangun jejaring, dan turut serta dalam kegiatan sosial kemasyarakatan.
Karena itu, kehadiran UNY tidak seharusnya menjadi ancaman. Tapi Pemkab juga tidak boleh hanya berpihak pada satu pihak. Harus ada keadilan. Jika UNY diberi hibah, maka PTS lokal juga layak mendapat dukungan, minimal dalam bentuk bantuan fasilitas, peningkatan mutu dosen, atau program-program kolaboratif, termasuk hibah lahan atau sarana dan prasarana lainnya.
Kita ingin pendidikan tinggi di Blora maju. Tapi kemajuan itu jangan sampai mengorbankan yang sudah ada. Pemkab sebaiknya membangun forum dialog terbuka antara UNY, PTS lokal, dan pemerintah sendiri untuk mencari pola kerja sama, bukan persaingan.
Pendidikan tinggi bukan soal nama besar, tapi soal bagaimana membuka akses dan menjaga keberlanjutan. UNY bisa menjadi kekuatan baru. Tapi PTS lokal tetap harus dirangkul, bukan ditinggalkan.
Tentang Penulis: Dwi Giatno, Ketua Umum Pengurus Cabang Ikatan Alumni PMII Kabupaten Blora dan Sekretaris Lakpesdam PCNU Blora.
*Opini di atas merupakan tanggung jawab penulis seperti tertera, tidak menjadi bagian tanggung jawab Bloranews.com.