fbpx

PERJUANGAN LELAKI PANGGILAN (OJOL)

Opini
Ilustrasi

BLORANES – Tugas dan tanggung jawab kepala keluarga yang oleh kebanyakan orang berada di pundak sang ayah/suami, memiliki tugas yang tidak ringan. Mereka para kepala keluarga dituntut untuk bisa mencukupi kebutuhan keluarga. Apalagi di saat musim covid menyerang masyarakat kita dua tahun yang lalu. Saat itu juga perekonomian keluarga yang baik-baik saja menjadi terguncang akibat wabah covid. Tak tanggung-tanggung banyak perusahaan besar bangkrut dan terpaksa melakukan PHK pada karyawan karena tidak sanggup membayar gaji karyawannya lagi.

Pemerintah segera mengintruksikan lock down untuk mengantisipasi penyebaran virus covid 19 . Hal ini dilakukan dengan cara sosial distancing atau jaga jarak antara orang yang normal dengan pasien yang sudah tertular. Dan untuk mengamankan penyebaran virus, pasien dipaksa untuk karantina mandiri. Efek dari lock down lantas kemudian pemerintah menggalakkan sosialisasi tentang literasi digital nasional. Hal ini di peruntukkan bagi masyarakat kita yang bosan dengan lock down, sedangkan kebutuhan hidup yang masih tetap berjalan. Masyarakat diberikan wacana tentang literasi digital nasional serta fungsi dan manfaatnya. Awalnya mereka yang buta akan dunia digital, menjadi melek digital, dan sampai sekarang dunia digital memiliki pengaruh yang luar biasa di kehidupan kita.

Awal lahirnya Ojol berangkat dari pengangguran yang menumpuk dan mereka terpaksa harus mencari ide untuk memanfaatkan dunia digital sebagai media teraman dalam berinteraksi. Ada banyak cara penjualan barang dan jasa yang dilakukan dengan sistem online. Begitu juga para Ojol baik itu motor atau mobil bisa di manfaatkan untuk mendapatkan penghasilan. Dengan syarat yang mudah, yaitu ada hp android dan motor/mobil semuanya bisa untuk mencari nafkah keluarga. Para lelaki panggilan ini dengan sigap akan melayani pesanan pelanggan.

Para tukang Ojol bisa menyalakan aplikasinya 24 jam. Apalagi di ibu kota, Ojol dengan mudahnya bisa di akses. Mereka para tukang Ojol hampir semuanya baik, karena pengalaman di jalan yang membuat mereka bisa peka terhadap penumpang. Meskipun terkadang resiko yang di hadapi oleh Ojol itu sangatlah berat. Karena menggunakan kendaraan, jadi rawan kecelakaan, perampokan/begal, pemesanan fiktif yang mengorbankan uang dari kantong sendiri.

Oleh karena itu tukang Ojol yang hampir semuanya lelaki, jangan dianggap sebagai lelaki panggilan yang konotasinya negatif. Mereka berjuang mengais rejeki untuk anak istri di rumah. Tak terkecuali bagi orang yang nekad menjadi Ojol di ibu kota, mereka merelakan hidup berjauhan dengan keluarga. Godaan akan selalu menghampiri, apabila tanpa di imbangi iman yang kuat, komunikasi dengan istri lancar yang terjadi adalah runtuhnya bangunan rumah tangga.

Banyak pertanyaan yang ditujukan pada pasangan yang hidup terpisah selama berbulan-bulan. Lantas bagaimana mereka bisa menahan hasrat ketika ingin berhubungan intim. Sedangkan hubungan intim itu seakan kebutuhan yang tidak bisa ditahan. Kalau kita menjadi pasangan yang cerdas, hal ini bisa diselesaikan dengan alat bantu yang bisa dibeli secara online. Memang pembicaraan ini sepertinya tabu di masyarakat kita, namun ini menjadi satu-satunya solusi supaya hubungan suami istri yang terjalin bisa menjadi aman tanpa ternodai oleh orang ke tiga.

Begitulah perjuangan lelaki panggilan yang selama ini siap sedia membantu melayani kita untuk mempermudah apa yang kita butuhkan. Seolah sudah menjadi candu bagi masyarakat yang terkadang enggan untuk keluar sendiri, cari makan sendiri, bahkan pesan apapun bisa pake Ojol. Misal saat ini di Indonesia sudah tidak lagi ada Ojol, yang terjadi akan menambah angka kemiskinan, yang disebabkan oleh tingginya angka pengangguran.

Tentang penulis: Siti Lestari adalah mantan ketua PC PMII Kabupaten Blora yang saat ini aktif mengelola Lembaga Pendampingan dan Pemberdayaan (Perempuan) Kinasih. 

*Opini di atas merupakan tanggung jawab penulis seperti tertera, tidak menjadi bagian tanggung jawab Bloranews.com.