fbpx
OPINI  

SAMIN SUROSENTIKO: ORANG RANTAI DARI JAWA

Ilustrasi : Samin surosentiko

Misteri Lubang Tambang Mbah Suro

Menurut kabar dalam lubang ini penuh suasana mistis, karena di sinilah asal muasal masyarakat Sawahlunto. Ketika para pekerja memugar lubang ini, merekapun menemukan beberapa bagian tubuh manusia, yang sejak saat itu, termasuk Kepala Museum, Rika Cheris, dalam mimpi mereka didatangi orang rantai yang meminta tulangnya dikuburkan secara baik di pekuburan orang rantai di atas bukit.

Sejumlah pengunjung juga pernah mengalami  kejadian aneh di dalam lubang tambang tersebut. Menurut penuturan Pak Win, pernah belum lama ini sejumlah anak IAIN Padang KKN di daerah ini. Sedang asyik menjelaskan bagian-bagian tertentu dari lubang tersebut tiba-tiba seorang siswa meledak tangisnya. Karena tak bisa dihentikan akhirnya diputuskan dibawa segera keluar dari lubang tambang tersebut.

Di luar lubang tambang tangisnya tidak juga reda. Setelah seorang ulama setempat membasuhkan air putih di kepalanya tak lama kemudian mahasiswi itu sadar. Setelah ditanya, siswi itu terdiam sejenak. Wajahnya masih tegang. Akhirnya ia menceritakan bahwa dirinya seperti melihat ratusan orang rantai dengan pandangan memelas kepada dirinya. Mereka hanya menggunakan cawat dan celana pendek seadanya, tanpa baju dengan tatapan kosong.

Di lain waktu, seorang pengunjung tanpa etika, menurut Pak Win seorang pemandu wisata menceritakan bahwa mereka yang asyik bersenda gurau saat menyisir lubang tambang itu juga mengalami kejadian aneh. Di pintu keluar tiba-tiba merasa ditarik oleh sesuatu hingga tak bisa keluar. Ia bertahan dengan memegang pegangan tangga keluar. Setelah didoakan akhirnya tarikan itu baru bisa lepas.

Tepat di sebuah lekukan lubang dalam goa yang dikatakan merupakan bagian yang unik dalam goa tambang ini. Kadang-kadang para pengunjung berbincang tanpa sadar berbahasa Jawa. Kadang-kadang terdengar instrumen kuda lumping, ada gamelan, klonengan.

Pemandu wisata tersebut katanya sudah mengalami beberapa kali. Dia mengatakan bahwa ini rumah bukan sembarang rumah. Memang kisah Orang Rantai adalah sebuah tragedi kemanusiaan.

Batu nisannya tak bernama, hanya tertulis nomor register mereka dulu di penjara, dan tragisnya batu-batu nisan itupun kini telah terserak dan rusak, tak ada perhatian sedikitpun dari pemerintah maupun masyarakatnya yang peduli akan pelestarian jejak para orang yang benar-benar jadi korban dan turut berjasa dalam, mengusir kolonial Belanda.

Lorong lubang Mbah Suro berakhir di seberang jalan raya. Ada Museum Gudang Ransum. Jejak para buruh tambang yang disebut dengan “Urang Rantai” jelas terbaca di situ. Mulai dari foto-foto, bekas rantai yang merantai kaki dan tangan serta batu nisan tanpa nama dan hanya diberi penomeran.

Menurut cerita dari seorang sedulur Sikep yang tinggal di Kecamatan Kedungtuban, Kabupaten Blora, dulu setelah dari pengasingan, satu dari delapan saudara seperjuangan Mbah Samin Surosentiko yang juga ikut dibuang ke Sawahlunto sempat pulang ke desanya yaitu Klagen dengan diantar oleh dua kompeni dan tiga opsir. Sebelum meninggal Mbah Kartogolo sempat menceritakan kisah perjalannya bersama Mbah Samin Surosentiko kepada anak-cucunya.

Ya, inilah misteri kisah perjuangan dan lubang tambang Mbah Samin Surosentiko hingga sekarang. Walau dari pihak Pemerintah Kabupaten Sawahlunto dan Kabupaten Blora belum ada penghargaan terhadap situs sejarah para pahlawan ini setidaknya situs ini telah menceritakan sendiri kisah perjuangan manusia melawan penjajah yang telah merampas kemerdekaan diri pribadi, keluarga dan bangsanya.

Sebuah perjalanan panjang dari sejarah permulaan republik ini berupa kisah kepahlawanan para leluhur Jawa yang selama ini luput dari pengamatan kita semua, yang saat ini hadir dan mempertanyakan: “Apa yang sudah kalian lakukan untuk meneruskan bangsa yang berdiri dari tetesan keringat dan darah kami? Apa yang telah kalian lakukan pada negara yang dibangun dari nyawa dan tumpukan tulang belulang kami?”.

(Artikel disusun pada Agustus 2012)

 

Tentang Penulis: Eko Arifianto merupakan pemerhati sejarah Blora yang juga pemilik dan pengelola Perpustakaan Samijoyo All Star, jalan Sumodarsono 33 Mlangsen, Blora Kota

 

*Opini di atas adalah tanggungjawab penulis seperti tertera, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi Bloranews.com