fbpx
OPINI  

MISTERI PELAYANAN KESEHATAN RSUD BLORA 2

Komputerisasi dan teknologi lainnya seperti aplikasi harusnya bisa meningkatkan efisiensi, pelayanan, kemudahan dalam penyusunan data, pembayaran dll. Sistem manajemen pelayanan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Blora apakah sudah baik? kita anggap saja sama-sama belum tahu, apakah sudah baik atau belum, memuaskan ataukah mengecewakan? kekurangannya di mana? dan cara memperbaikinya bagaimana?
Tejo Prabowo, LSM Jatibumi Blora.

BLORANEWS – Aplikasi Sedot A Mas milik RSUD Blora6 bisa di download pemakai android secara gratis, bahkan orang yang tinggal di Amerika dan Arab Saudi-pun kalau mau download juga bisa. Namun jangan berharap bisa menjadi banyak tau, mendapatkan manfaat apalagi terlayani. Begitu kita buka hanya pilihan pendaftaran online saja yang aktif dari lima pilihan yang ada, pilihan kedua halo dokter ketika di klik, langsung muncul tulisan Website Under Construction. Begitu juga dengan kolom pilihan ketiga yaitu penilain. Tulisannya juga Website Under Construction yang artinya website sedang dalam perbaikan. Diperbaiki sejak dibuat, sejak diluncurkan tanggal 25 Agustus 2018 atau barusan saja tidak ada yang tau pastinya.

Sedangkan pilihan keempat ketersediaan layanan informasi tempat tidur ketika di klik terdapat beberapa gambar ruangan, berikut bed, wastafel, WC duduk yang sangat bersih keberadaannya. Namun ketika di klik lebih lanjut saat benar-benar ingin mendapatkan informasi ketersediaan tempat tidur tidak terdapat informasi apapun disitu. Tertulis di update tanggal 7 agustus 2018. Artinya pilihan informasi ketersediaan tempat tidur tidak tersedia alias sama nasibnya dengan tulisan Website Under Construction. Lantas, pilihan yang kelima bagaimana, silahkan pembaca download sendiri dan klik sendiri untuk mengetahui nasibnya.

Kembali ke soal cerita atau simulasi untuk memudahkan pembaca dalam memahami persoalan managemen pelayanan RSUD Blora. Ditulisan sebelumnya ada tokoh fiktif dalam cerita bernama bu Komeng beserta suami dan pak Epi Widayat bersama istri. Dalam cerita atau semulasi selanjutnya ada tokoh fiktif lagi bernama mas Ari Rohim dan bapaknya.

Pada suatu kesempatan mas Ari Rohim sebagai anak yang berbakti pada orang tua berniat menunggui bapaknya sendiri yang hendak operasi katarak di RSUD Blora. Pasca operasi diberikan beberapa obat dan surat rujukan untuk kembali kontrol periksa poli mata dihari besoknya. Selain mendapatkan penjelasan seperlunya mengenai petunjuk minum obat mas Ari Rohim juga diingatkan untuk kembali periksa besok dengan mengambil nomor periksa secara manual atau bisa secara online dengan mendownload aplikasi Sedot A Mas sambil membawa Foto Copy kartu BPJS dan surat rujukan tersebut, tidak lupa dijelaskan pula batas periksa pasien mata maksimal 50 pasien perharinya, jika lebih dari 50 diperiksa di hari besoknya.

Setelah selesai semua saat itu pukul 10.00 WIB mas Ari Rohmin pulang melewati loket pendaftaran. Banyak yang mengantri, dari sekian banyak kursi, semua penuh terisi. Berkerumun tentunya, tanpa jaga jarak dan rawan penularan covid 19. Merasa heran iseng-iseng mas Ari Rohim bertanya pada salah satu pasien syaraf bernama Pak Bondan.

“permisi pak, sedang antri apa?,“ tanya mas Ari Rohim
“pendaftaran mas,“ jawab pak Bondan
“bukannya pakai aplikasi Sedot A Mas sudah gak perlu antri lagi?,“ Ari Rohim kembali bertanya
“sudah daftar pakai aplikasi, kemarin siang mas, memang nggak pakai ngantri ambil nomor urutnya, saya dapat nomor urut G78 tapi setelah itu harus daftar ulang bawa FC kartu rujukan dan BPJS, nunggu dipanggil dan daftar ulang. Sejak pukul 07.30 WIB saya menunggu disini belum dipanggil sampai sekarang,“ sanggah pak Bondan.

Setelah permisi pamit pulang pada Pak Bondan, mas Ari Rohim bertekad segera download aplikasi, mendaftar lebih dini dan kembali mengantar bapaknya untuk kembali periksa besok. Dengan maksud dan tujuan agar tidak mengantri terlalu lama dan tidak kehabisan kuota batas periksa dokter yang cuma 50 pasien perhari seperti yang dijelaskan diatas. Perjalanan pulang ambil mobil dibelakang juga sama seperti yang dialami Bu Komeng seperti cerita di artikel sebelum ini.

Download mendaftar dan isinya mudah, mendapatkan scan barcode, admisi chek-in G85, antrian klinik 15, dan estimasi 08.54 (gambar terlampir). Harapan belum tentu sesuai dengan kenyataan, esoknya mas Ari Rohim bersama bapaknya antri sampai depan loket pendaftaran pukul 08.30 WIB menunggu dipanggil pakai pengeras suara satu persatu bersamaan dengan pendaftar lain secara manual yang pakai kode A1, A2, A3 dan seterusnya. Berjibaku antri lama sekali didepan loket pendaftaran, berkerumun, tidak jaga jarak, jumlah kursi tunggu yang terbatas, panas, penat dan membosankan. Hal tersebut terjadi setiap hari, berulang dan berulang, tanpa menyadari kesalahan manajemen pelayanannya dimana.

Nah, disinilah korelasi judul artikel kenapa menggunakan kata misteri. Mencampurkan pendaftar manual (berkode A) dan pendaftar online (berkode G) jadi satu diruang tunggu depan loket sangat tidak tepat, selain banyak, berjubel, lama, gak berjaga jarak dan fasilitas ruang dan tempat duduk yang terbatas ?, rawan penularan penyakit covid 19. Setiap hari ada ratusan bahkan sampai dua ratus lebih yang antri disitu. Dijadikan satu, pasien poli berikut keluarga pengantarnya. Kenapa check-innya pasien poli yang mendaftar manual gak dipisahkan dengan pasien poli yang mendaftar secara online? Ketika sudah mendaftar secara online sudah mengisi lengkap semua informasi yang ada, termasuk foto kartu BPJS, surat rujukan dan lain-lain, kenapa harus antri lagi sampai berjam-jam sekedar untuk check-in? Terus ke loket pendaftaran lagi mengumpulkan Foto Copy rujukan dan BPJS?

Jadi keberadaan aplikasi Sedot A Mas hanyalah latah belaka, sekedar ikut-ikutan agar bisa kekinian, toh setelah download dan daftar online masih harus menunggu sekian lama sampai berjam-jam untuk chek-in, toh sudah isi semuanya dan berhasil mendaftar masih juga harus isi lagi dan kumpul berkas lagi secara manual diloket pendaftaran, toh semua informasi-informasi yang ada sedang Website Under Construction. Lantas kenapa hal ini bisa terjadi sejak diresmikannya tanggal 25 Agustus 2018 sampai sekarang bulan agustus 2022? jawabannya karena pihak menejemen RSUD tidak memiliki niatan memperbaiki manajemen pelayanan kesehatan, mungkin saja selama ini tidur. Kedua karena gak pernah ada evaluasi selama 4 tahun ini, penentu kebijakan yang dulu meresmikan aplikasi Sedot A Mas yaitu pak Sekda dan DPRD Blora hanya sekedar seremonial belaka, gak pernah di-sidak, apalagi evaluasi.

Jadi misteri pelayanan RSUD Blora terjawab sudah, bagaikan pepatah gajah dipelupuk mata tak tampak namun semut diseberang lautan tampak jelas. Jauh-jauh rombongan pejabat belajar manajemen pelayanan Rumah Sakit di RSUD Tulung Agung, namun tidak menyadari kesalahan mendasar soal manajemen rumah sakitnya sendiri. Selain hanya membuang-buang waktu, energi dan biaya, pelajaran dari sana belum tentu bisa diaplikasikan di RSUD Blora. Cukup rajin sidak, melakukan simulasi sendiri dengan berpura-pura menjadi keluarga pengantar pasien ‘biasa’. atau pasien ‘rakyat jelata’ sambil melakukan observasi. Tentu sudah bisa mengetahui kesalahan manajemen pelayanan rumah sakit secara lengkap dan detail.

Niatan yang tulus ikhlas untuk melayani, cerdas dalam melayani, dan mengetahui apa yang jadi kekuatan dan kelemahan diri adalah hal yang penting untuk memahami manajemen pelayanan kesehatan di RSUD Blora.

(Tamat).

Blora, 6 Agustus 2022

Tentang penulis: Tejo Prabowo merupakan LSM Jatibumi Blora. 

*Opini di atas merupakan tanggung jawab penulis seperti tertera, tidak menjadi bagian tanggung jawab Bloranews.com