fbpx

MISTERI PELAYANAN KESEHATAN RSUD BLORA

Komputerisasi dan teknologi lainnya seperti aplikasi harusnya bisa meningkatkan efisiensi, pelayanan, kemudahan dalam penyusunan data, pembayaran dll. Sistem manajemen pelayanan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Blora apakah sudah baik? kita anggap saja sama-sama belum tahu, apakah sudah baik atau belum, memuaskan ataukah mengecewakan? kekurangannya di mana? dan cara memperbaikinya bagaimana?
Tejo Prabowo, LSM Jatibumi Blora.

BLORANEWS – Komputerisasi dan teknologi lainnya seperti aplikasi harusnya bisa meningkatkan efisiensi, pelayanan, kemudahan dalam penyusunan data, pembayaran dll. Sistem manajemen pelayanan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Blora apakah sudah baik? Kita anggap saja sama-sama belum tahu, apakah sudah baik atau belum, memuaskan ataukah mengecewakan? Kekurangannya di mana? Dan cara memperbaikinya bagaimana?

Niatan untuk memperbaiki pelayanan kesehatan tersebut jelas ada, terbukti sampai beberapa pejabat termasuk direktur dan Bupati Blora belajar secara langsung ke RSUD Dr. Iskak Tulung Agung Jawa Timur lima hari yang lalu (29 Juli 2022) yang konon adalah rujukan belajar bagi RSUD se-Indonesia, bahkan pernah pula jadi gebrakan 100 hari kerja pasca pelantikan Bupati Blora terpilih juga sempat ngantor di RSUD Blora. Lantas apakah selama ini pelayanannya buruk? Soal niatan belajar gak ada hubungannya dengan baik dan buruk, dan rajin belajar belum tentu bodoh. Namun efektif-kah belajar sampai ke sana dalam waktu sehari dua hari? Apakah bisa langsung di-copy paste diaplikasikan di RSUD Blora? itu juga butuh waktu untuk pembuktiannya.

Tidak berniat untuk minteri atau sok pintar soal manajemen pelayanan kesehatan, Penulis memiliki berapa catatan soal pelayan RSUD Blora, kita tinggal tunggu good will-nya saja ke depan, apakah akan belajar lebih giat lagi dengan mengunjungi rumah sakit yang lainnya? Ataukah Pak Bupati akan kembali ngantor di RSUD Blora. Catatan yang dimaksud agar lebih mudah dipahami, akan dibungkus dalam bentuk sebuah cerita atau simulasi, berikut disertakan pula nama-nama pelaku dalam cerita tersebut. Dengan catatan nama-nama tersebut hanyalah fiksi, tidak ada hubungannya nama-nama pejabat yang ada di Blora saat ini, namun ceritanya beda, bisa jadi fakta, benar adanya.

Parkir Masuk UGD

Pada suatu pagi sepulang dari Tulungagung Pak Komeng sakit, karena khawatir akan keadaannya, akhirnya pak Komeng disupiri istrinya naik mobil pribadi berangkat ke RSUD Blora. Sesampai di RSUD Blora? tentu njujug atau masuk pintu/gerbang yang sebelah timur bertuliskan Unit Gawat Darurat (UGD) yang gak ada palang pintu parkirnya. Sesampai di ruang UGD pak Komeng mendapatkan pelayanan kedaruratan sebagaimana mestinya. Pelayanan di UGD bisa jadi lama juga bisa sebentar, karena keputusan mau lanjut opname (menginap) atau rawat jalan butuh waktu, itu adalah kewenangan sepenuhnya tenaga medis yang ada di ruang UGD. Gak bisa diganggu gugat atau digugupi.

Namun karena ruang parkir gratis depan UGD sempit, dan banyak datang lagi pasien-pasien lain dengan membawa mobil yang juga masuk UGD bersamaan? oleh sekuriti setempat dengan ramah tamah bu Komeng disarankan sementara pindah parkir di bahu jalan depan RSUD sambil menunggu keputusan apakah pak Komeng lanjut opname? Atau cuma rawat jalan. Maksud dari parkir sementara di depan RSUD tersebut baik. Kalau sewaktu-waktu pak Komeng diputuskan cuma rawat jalan dan bisa lanjut pulang maka maka bu Komeng bisa langsung ambil mobil lanjut pulang. Namun jika pak Komeng lanjut opname? Maka mobil pastinya baru dipindah masuk parkiran Rumah Sakit. Itulah alasan selama ini, kenapa selalu saja ada mobil yang parkir di depan RSUD.

Karena disaat bersamaan banyak pengantar pasien lain yang juga parkir di depan RSUD maka timbullah macet. Kebetulan disaat itu pak Edi Widayat bersama istri yang sedang buru-buru terjebak macet disitu. Dengan tidak sabaran pak Edi Widayat membunyikan klakson berkali-kali, namun ditegur istrinya. Karena memang biasanya tidak etis membunyikan klakson di area khusus seperti Rumah Sakit.

“Ah… Gak ada rambu larangan membunyikan klaksonnya kok… Nyantai aja,” bantah pak Edi Widayat yang memang sedang terburu-buru.

Kembali ke pak Komeng. Setelah menunggu akhirnya pak Komeng diputuskan tenaga medis UGD untuk opname rawat inap. Maka bu Komeng otomatis ambil mobil dan parkir didalam halaman parkir RSUD. Bu Komeng pelan-pelan mencari tempat parkir kosong yang di halaman depan RSUD, namun penuh. Terus kebelakang mencari tempat parkir dibelakang, juga penuh semua. Akhirnya bu Komeng dapat tempat parkir di belakang yang memang baru dan luas. Setelah itu, tentu bu Komeng jalan kaki kembali ke UGD yang letaknya di depan. Jauhnya sekira 100 motor lebih jalan kaki-nya, juga gak ada jalur khusus pedestrain atau khusus pejalan kaki dari parkiran belakang ke UGD. Juga dari parkiran sepeda motor sebelah utara mesjid ke arah depan RSUD. Lewat jalan kendaraan dengan resiko tersenggol kendaraan, juga mlipir-mlipir lewat tritisan, samping taman dan sangat tidak nyaman.

Dari cerita yang dialami bu Komeng ini, kita jadi tau ada sesuatu yang salah soal menagemen pelayanan, sehingga menimbulkan ketidak nyamanan, kemacetan dan keselamatan bagi pejalan kaki dari parkiran ke depan. Dengan tidak adanya jalur pejalan kaki dari parkiran ke pintu depan admin dan UGD? Patut disayangkan. Karena mau gak mau setelah parkir tentu harus jalan ke depan menuju UGD dan pintu depan.

Marka droping zone halaman depan RSUD bagi pasien poly rawat jalan? Keberadaan dan jumlah kursi roda bagi pasien poli rawat jalan? Larangan membunyikan klakson di kawasan rumah sakit, juga bagian dari managemen pelayanan. Bisa jadi hal-hal kecil dan sederhana inilah yang mengabur kenyamanan gedung mewah ber-AC dan pelayanan tenaga medis didalamnya.

Soal kebiasaan macetnya jalan depan RSUD sebenarnya juga bisa diatasi, dengan menggeser tempat parkir khusus mobil direktur dan dokter yang memang sering kosong ke belakang dan jadi tempat parkir sementara UGD. Semakin jauh kebelakang semakin baik, karena jalan kaki dari parkiran ke ruang direktur bikin sehat dan bisa sekalian inspeksi pelayanan tiap hari. Karena pada dasarnya direktur dibayar untuk melayani, bukan dilayani.

Oh ya? RSUD Blora juga sudah lama punya aplikasi bernama Sedot A Mas lho? Diresmikan 25 Agustus 2018 oleh pak Sekda Blora. Agar tidak panjang artikelnya, selanjutnya penulis akan mengulik pelayanan lain di RSUD Blora dan aplikasi Sedot A Mas-nya dikesempatan lain.

(Bersambung…)

Blora, 4 Agustus 2022

Tentang penulis: Tejo Prabowo merupakan LSM Jatibumi Blora. 

*Opini di atas merupakan tanggung jawab penulis seperti tertera, tidak menjadi bagian tanggung jawab Bloranews.com

Verified by MonsterInsights