OPINI  

BICARA KEPAHLAWANAN DI BULAN MAULUD

Ahmad Mustakim
Ahmad Mustakim

Menjadi pahlawan artinya menjadi manusia

Untuk kepentingan artikel Hari Pahlawan yang kebetulan terjadi di bulan Rabiul Awal, saya memberanikan diri menulis ini. Menulis gagasan saya untuk tetap memandang Muhammad sebagai manusia normal. Karena, pahlawan hanya muncul dari golongan manusia biasa.

Seperti halnya kita yang mengalami masa kecil, demikian pula Muhammad. Meski situasinya tidak sama. Muhammad kecil harus rela menjadi yatim saat dalam kandungan, yang mungkin beberapa dari kita mengalami hal yang lebih buruk.

 Tulisan ini tidak bermaksud menyindir orang-orang yang lahir tanpa mengetahui siapa ayahnya. Toh lahir tanpa ayah biologis resmi tidak membuat tokoh sejarah sebelum Muhammad, yakni Isa putra Maryam, terlihat sebagai sosok yang buruk. Pengikutnya bahkan menganggap hal itu sebagai keajaiban.

Kembali ke Muhammad, sebagai manusia biasa Muhammad dikenal berperangai baik sejak kecil. Masyarakat arab setempat memberikan julukan Al Amin, atau The Trusted Man. Julukan ini bertahan hingga dia mendapatkan gelar yang lebih terdengar keren, yakni Khatamul Anbiya’ wal Mursalin.

Tidak dipungkiri, Muhammad kemudian memiliki pengikut, dari berbagai kelas sosial. Mulai dari bisnisman seperti Abu Bakr, hingga budak sahaya asal Habasyah bernama Bilal. Mereka memiliki visi mewujudkan tata sosial berdasar keadilan atas ridho Tuhan.

Hanya dengan gagasan keadilan tersebut, Muhammad bisa masuk kategori tokoh inspiratif yang saya pastikan akan tayang di halaman depan koran lokal. Tapi ini tidak cukup, yang saya inginkan adalah Muhammad sebagai pahlawan, dan bukan sekedar tokoh masyarakat. Untuk kebutuhan ini, Muhammad harus lebih berprestasi.