fbpx

DI BULAN RAMADAN, TRADISI NGAJI PASAN UNTUK TABARUKAN DENGAN KIAI

DI BULAN RAMADAN, TRADISI NGAJI PASAN UNTUK TABARUKAN DENGAN KIAI
Bulan Ramadhan banyak dimanfaatkan Pondok Pesantren untuk meperbanyak kajian kitab. Foto : Bloranews

Banjarejo – Pada bulan Ramadhan banyak dimanfaatkan  Pondok Pesantren untuk meperbanyak kajian kitab. Kajian  rutin tahunan ini mepelajari kitab hingga sehari tiga kali, yakni selesai Subuh, Ashar dan Tarawih.

Satu diantara aktivitas khusus yang ditemui ketika bulan Ramadan adalah Ngaji pasan. Tradisi para santri ini yang mengaji di pondok pesantren khusus di bulan puasa.

 

DI BULAN RAMADAN, TRADISI NGAJI PASAN UNTUK TABARUKAN DENGAN KIAI
Bulan Ramadhan banyak dimanfaatkan Pondok Pesantren untuk meperbanyak kajian kitab Salaf. Foto : Bloranews

 

Menurut Pengasuh Ponpes Sabilur Rosyad, Kiai Subhan Masyhuri Umar, banyak kitab yang dipelajari para santri pasan. Salah satunya di Pondok Pesantren Sabilur Rosyad yang berada di Desa Mojowetan, Kecamatan Banjarejo, Kabupaten Blora, merupakan salah satu tempat yang menjadi jujugan santri pasan dari berbagai daerah.

“Banyak kitab-kitab salaf yang dipelajari pada bulan puasa Ramadan ini untuk ngaji pasan. Paling tidak ada 10 kitab yang dikaji di bulan puasa ini,” terang pria yang disapa akrab Gus Subhan itu kepada Bloranews.com.

Beberapa kitab yang dipelajari dalan kurun waktu tidak sampai 30 hari itu diantaranya Kitab Dalailul Khoirot yang diasuhnya setiap bakda sholat Ashar, Kitab Minahus Tsaniyah setelah sholat Tarawih,  Kitab Burdah dan Tafsir Yasin pasca sholat dhuhur, serta Bidayatul Hidayah.

Kemudian “kitab Arbain Nawawi, Qurrotul Uyun dan Durotun Nasihin. Lantas Kitab Ta’lim Mutaalim dan Ushfuriyah, jadwalnya sudah diatur sebelum puasa oleh pengurus pondok,” ujar adik dari KH. Imron Jamil ulama ternama yang sering melakukan kajian kitab Al Hikam ini.

Di Ponpes tersebut pada hari ke 29, kitab yang dikaji hingga khatam (selesai)kemudian diadakan kegiatan khataman kitab bersama seluruh santri dan pengajar sebelum para santri kembali ke rumah atau kampung halamannya masing-masing.

Gus Subhan menambahkan tradisi ngaji pasan itu dilakukan mengikuti Sunah Nabi Muhammad SAW tentang menuntut ilmu di bulan Ramadan. Yang mana, melakukan satu kebaikan di bulan Ramadan sama pahalanya dengan melakukan ibadah fardhu di bulan selain Ramadan.

Sementara itu, diungkapkan seorang pengurus Ponpes, Yanto, bahwa pada ngaji pasan di pondok tersebut tidak hanya diikuti oleh kalangan santri yang berusia muda, namun juga yang sudah berkeluarga bahkan yang sudah berusia sepuh karena pernah nyantri kepada KH Masyhuri, ayah dari Gus Subhan.

Ngaji pasan, selain menambah ilmu pengetahuan, juga dinilai sebagai ladang bagi para santri untuk ngalap (meraih) berkah dari kiyai. Mereka beranjak dari rumah menuju pondok pesantren lain untuk memperoleh berkah dari penerus kiyai sebelumnya.

“Kebanyakan yang ngaji pasan tabarukan (menuntut ilmu untuk mengharapkan berkah) dari penerus Mbah Masyhuri,” ujar Yanto, yang sudah nyantri sekitar 15 tahun di ponpes tersebut.

Karena pada bulan puasa, ada yang spesial pada pengajian kitab dibandingkan hari-hari biasa diuar ramadhan yakni pengajian kitab Dalailul Khoirot dan Tafsir Jalalain.

“Kalau diluar bulan puasa, kitab Dalailul Khoirot ngajinya hanya diikuti para santri yang mukim di pondok setiap bakda isyak. Jadi agak berbeda,” ungkapnya.

Di pesantren yang ia tempati itu, waktu yang digunakan Balag Ramadan (Ngaji Ramadan) ketika selesai salat subuh, selesai salat dhuha, selesai salat dzuhur, menjelang buka, dan selesai salat tarawih.

“Ngaji pasan ini, ngaji tabarukan. Semoga setelah belajar secara singkat santri bisa mendapat berkah,” pungkasnya.

 

Reporter : Arief Sefuddin /Ngatono.

 

Verified by MonsterInsights