Kedungtuban- Meski banyak pilihan hiburan dewasa ini, kesenian karawitan tetap memiliki tempat di hati penggemarnya. Selain media hiburan, karawitan juga dapat menyalurkan hobi serta menambah pundi-pundi rupiah.
Kelompok karawitan Muda Laras yang terdiri atas anak-anak muda Dusun Wadung Desa Kedungtuban Kecamatan Kedungtuban Kabupaten Blora, kini berhasil merebut hati pecinta karawitan. Namun, siapa sangka, kelompok ini bermula dari sekumpulan anak muda yang kerap nongkrong di pos ronda.
“Setiap sore, kita ngumpul-ngumpul di pos ronda. Mulanya, hanya jagongan dan cangkrukan (nongkrong, red). Tidak ada niatan untuk membentuk kelompok karawitan,” terang ketua Karawitan Muda Laras, Aliyudin (21), Jumat (15/02).
Sampai suatu ketika, cerita Aliyudin, salah seorang anggota kelompok nongkrong tersebut mencetuskan ide untuk berlatih gamelan. Di dusun tersebut, ada gamelan milik warga yang telah lama tidak terpakai, akhirnya mereka pun mulai berlatih.
“Kami, 15 orang mulai berlatih. Setelah beberapa kali latihan, kami sepakat mendirikan kelompok karawitan bernama Muda Laras,” tuturnya.
Ternyata, latihan anak-anak muda ini menarik perhatian warga setempat. Undangan pentas perdana pun didapatkan. Usai tampil perdana, anak-anak muda ini pun semakin percaya diri. Untuk menguatkan citra, mereka pun membeli seragam dengan gaji pertama yang didapatkan dari undangan pentas.
“Jadi kita nyewa gamelannya, Rp 500 ribu sekali pentas. Dipentas perdana, kita kemudian beli seragam untuk 15 orang, harganya Rp 3,2 juta,” kenangnya.
Pasang Surut Karawitan, Godaan Kerja di Perantauan
Perjalanan kelompok karawitan Muda Laras kemudian mengalami pasang surut. Sejumlah anggota, memilih merantau ke luar kota untuk memperbaiki nasib dan menambah pengalaman. Otomatis, bongkar pasang tim terpaksa dilakukan.
“Apalagi sebagian anggota kami tidak berada di rumah. Jadi, kalau ada jadwal manggung, ya kita cari pengganti atau kita ganti posisi pemainnya supaya lengkap,” ungkap Aliyudin.
Meski serba terbatas, dengan gamelan yang masih menyewa, mereka mengaku belum pernah meminta bantuan pemerintah atau donatur. Meski dengan alat sewaan, mereka tetap berlatih dua kali seminggu untuk mempertahankan komunitas ini.
“Ya harapan saya, sekarang hanya ingin mempertahankan apa sudah kita buat. Membuat sih gampang tapi bertahannya yang sulit,” harapnya.
Sementara itu, Pangat (70) warga setempat mengaku bangga dengan semangat anak-anak muda ini. Dirinya mendukung upaya pelestarian seni karawitan, lantaran semakin hari kesenian ini semakin sepi peminat.
“Saya mendukung mas, kebanyakan pemuda sekarang lebih suka budaya lain sedangkan budaya kita sendiri aja, jarang. Apalagi karawitan sangat jarang para anak muda yang berminat,” dukung Pangat. (zn)