fbpx

NIKAH MUDA DALAM MIMPI DAN REALITA

Sendy Novita
Sendy Novita

Kabar pernikahan usia dini kembali marak. Komnas Perempuan mencatat, sepanjang tahun 2021, ada 59.709 kasus pernikahan dini yang diberikan dispensasi oleh pengadilan. Meski ada penurunan dibanding tahun 2020, yakni 64.211 kasus, namun angka ini masih sangat tinggi dibandingkan tahun 2019 yang berjumlah 23.126 kasus pernikahan anak ( kompas.com2022/10/02).

Dalam sosialisasi UU pernikahan disampaikan bahwa usia minimum bagi calon pengantin adalah 19 tahun. Menilik dari Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (“UU 16/2019”) mengatur bahwa perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria dan wanita sudah mencapai umur 19 tahun.

Untuk itu,, orang tua calon pengantin dapat meminta dispensasi kepada pengadilan dengan alasan sangat mendesak disertai bukti-bukti pendukung yang cukup. Terdapat sejumlah factor yang menjadi penyebab mudahnya pengadilan mengabulkan permohonan dispensasi pernikahan dini, yaitu: alasan situasi mendesak, seperti anak perempuan telah hamil, anak berisiko atau sudah berhubungan seksual, anak dan pasangannya sudah saling mencintai, serta anggapan orang tua bahwa anak berisiko melanggar norma agama dan sosial, atau untuk menghindari zina

Pernikahan usia dini sebenarnya tidak diperkenankan menurut UU Perkawinan. Dampak pernikahan dini terhadap kesehatan ibu dan anak antara lain, terjadinya keguguran, kelahiran premature, perdarahan hingga kematian ibu. Sedang akibat terbesar pernikahan dini adalah kasus perceraian akibat kurang dewasanya pemikiran dalam berumah tangga.

 Jika pernikahan anak usia dini diatur dalam hukum negara, bagaimana dengan hukum Islam? Majelis Ulama Indonesia (MUI) pernah mengeluarkan fatwa tentang pernikahan dini. Menurut MUI, dalam literatur fikih islam tidak terdapat ketentuan secara eksplisit mengenai batasan usia pernikahan. Baik itu batasan minimal maupun maksimal. 

Meski demikian, hikmah disyariatkannya pernikahan adalah menciptakan keluarga yang sakinah serta dalam rangka memperoleh keturunan. Menjaga keturunan (hifz al-nasl) merupakan tujuan diturunkannya syariat Islam. Maka kemampuan menjaga keturunan tersebut juga dipengaruhi usia calon mempelai yang telah sempurna akalnya dan siap melakukan proses reproduksi.

Menurut syariat Islam, usia kelayakan pernikahan adalah usia kecakapan berbuat dan menerima hak (ahliyatul ada’ wa al-wujub). Islam tidak menentukan batas usia namun mengatur usia baligh untuk siap menerima pembebanan hukum Islam. 

MUI mempertimbangkan semua pandangan ulama soal hukum pernikahan dini. Ada beberapa perbedaan pendapat soal kebolehan pernikahan ini. Jumhur ulama fikih, papar MUI, sebenarnya tak mempermasalahkan soal pernikahan usia dini. 

Sementara itu Ibn Hazm memilih hukum nikah usia dini pada lelaki dan perempuan. Pernikahan usia dini pada perempuan yang masih kecil oleh orang tua atau walinya diperbolehkan. Sementara pernikahan dini untuk anak lelaki tidak diperbolehkan.

Pendapat berbeda diungkapkan oleh Ibnu Syubrumah dan Abu Bakar al-Asham. Menurut mereka, pernikahan dini hukumnya terlarang. Pendapat yang terdapat dalam Fathul Bari ini menyebutkan kebolehan nikah dini merujuk pada pernikahan Nabi SAW dan Aisyah, maka hal tersebut adalah sebuah kekhususan. Praktik pernikahan tersebut hanya dikhususkan untuk Nabi SAW dan tidak untuk umatnya. 

Berdasar beberapa pertimbangan tersebut, MUI memutuskan pernikahan dini pada dasarnya sah sepanjang telah terpenuhinya syarat dan rukun nikah. Namun hukumnya akan menjadi haram jika pernikahan tersebut justru menimbulkan madharat. 

Selain kedewasaan sebagai salah satu indikator bagi tercapainya tujuan pernikahan, pemahaman ilmu agama juga perlu untuk selalu di up grade karena tujuan pernikahan adalah kemashlahatan hidup berumah tangga dan bermasyarakat. Untuk itu perlu adanya sosialisasi terkait pernikahan. Bukan hanya tentang usia, kesehatan dan kesanggupan tapi juga peran dan tanggung jawab secara moral dan spiritual bagi pasangan agar tercipta pernikahan yang sakinah waddah dan warohmah.

Tentang penulis:  Penulis adalah ibu rumah tangga dengan 4 putra dan putri. Aktifitas saat ini adalah sebagai istri, ibu, tenaga pendidik di salah satu madrasah Aliyah di kabupaten Blora selain itu juga menempuh pendidikan S2 di Unitomo Surabaya. Berkarya lewat pena adalah salah satu cita2 sebagai bentuk apresiasi terhadap ilmu dan agama. Semoga mampu mencerdaskan generasi muda lewat tulisan

*Opini di atas merupakan tanggung jawab penulis seperti tertera, tidak menjadi bagian tanggung jawab Bloranews.com

Ikuti berita terkini dari Bloranews.com di Google News, klik di sini.

Verified by MonsterInsights