fbpx
OPINI  

PLUS MINUS MIRAS

PLUS MINUS MIRAS
Arimbi nikmah utami

Beberapa hari belakangan ini, berseliweran di media sosial, meme yang menyatakan menolak pelegalan minuman keras (miras) di Indonesia.  Hal ini dipicu oleh keputusan Pemerintah yang menetapkan industri minuman keras sebagai daftar positif investasi (DPI) terhitung sejak tahun ini. Kebijakan tersebut tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal yang telah ditandatangani Presiden Joko Widodo dan mulai berlaku per tanggal 2 Februari 2021. (money.kompas.com, 24/02/21)

 

PLUS MINUS MIRAS
Arimbi nikmah utami.

 

Keputusan ini sontak menuai kritik dan memunculkan banyak polemik di masyarakat sehingga Presiden akhirnya mencabut lampiran terkait miras tersebut pada selasa (2/3/2021).

Jamak diketahui bahwa miras menimbulkan banyak sekali efek negatif, pada individu maupun sosial dan  secara fisik maupun psikis. Secara individu, efek fisik yang ditimbulkan  adalah rusaknya organ-organ tubuh. Beberapa  diantaranya adalah gangguan fungsi hati seperti  hepatitis, sirosis, hingga kanker hati,  gangguan otak dan syaraf, dan tentunya kecanduan alkohol (alkoholisme).  Sedangkan efek yang ditimbulkan di masyarakat adalah miras seringkali menjadi pemicu kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), kriminalitas dan kecelakaan lalu lintas.

Tak heran banyak masyarakat yang menolak keberadaan minuman haram ini. Namun, ada juga pihak-pihak yang mendukung keberadaan miras dengan dalih ekonomi dan tak sedikit yang memperdagangkannya. Terbukti, sebanyak 1.020 botol miras disita saat berlangsung Operasi Cipta Kondisi (Cipkon) menjelang hari raya Idul Fitri 2019 oleh Polres Blora bersama Polsek jajaran. (bloranews.com, 28/5/2019)

Selain itu, Ekonom Indef Dradjad Hari Wibowo  membantah jika  investasi minuman keras akan memberi dampak ekonomi yang besar. Ekonom tersebut memaparkan tentang studi yang ditulis Montarat Thavorncharoensap, dari  20 riset di 12 negara, menyebutkan beban ekonomi dari minuman beralkohol adalah 0,45% hingga 5,44% dari PDB. Dari angka-angka tersebut, papar Dradjad, biaya ekonomi yang diakibatkan miras akan jauh lebih besar dari manfaatnya. (ayosemarang.com, 01/03/2021)

Jika menggunakan kacamata agama, maka miras jelas tidak diperbolehkan bagi umat Islam, mulai dari memproduksi sampai mengkonsumsinya. Peredarannya hanya diperbolehkan bagi kaum yang beragama lain. Namun, meskipun tidak menggunakan kacamata agama, secara untung rugi matematika manusia, miras jauh lebih merugikan daripada menguntungkan. 

Alangkah bijaknya apabila keputusan-keputusan yang diambil lebih mempertimbangkan aspek-aspek lainnya selain aspek ekonomi. Miras yang beredar dan mudah dibeli, tak terkecuali oleh anak-anak dibawah umur, sangat merusak mentalitas generasi bangsa. Padahal, merekalah masa depan bangsa ini. Yang jauh lebih berharga daripada sekedar rupiah.

 

Tentang Penulis : Arimbi nikmah utami, seorang ibu rumah bertempat tinggal  di jl. Jenderal Sudirman 131 Bangkle Blora Jateng 58218.

 

*Opini di atas merupakan tanggung jawab penulis seperti tertera, tidak menjadi bagian tanggung jawab Bloranews.com.