fbpx
OPINI  

REKAM JEJAK R.A.A SAID DAN PRASYARAT PEMILIHAN BUPATI DI MASA KOLONIAL BELANDA

Raden Adipati Ario Said
Raden Adipati Ario Said sumber : wikipedia

Setelah tiga bulan jatuh sakit, Bupati Blora, Raden Adipati Ario Said, akhirnya wafat di usianya yang ke- 58 tahun. Upacara pemakaman berlangsung tanggal 11 Oktober 1926. Setelah jenazahnya dibawa ke Pendopo, seorang Kiyai membacakan doa dan ayat-ayat Al qur’an, membuat kesan mendalam bagi semua orang.

 

Raden Adipati Ario Said
Raden Adipati Ario Said sumber : wikipedia

 

Semua penjuru Blora turut menghadiri upacara yang menyedihkan itu, diantara yang hadir adalah Resident Rembang, Bupati Rembang, Bupati Bodjonegoro, Purwodadi, Bupati Bondowoso – seorang saudara lelaki almarhum, mantan Bupati Bodjonegoro dan beberapa pelayat kebangsaan Eropa lainnya dari Rembang dan Cepu, di antaranya Tn. Pauw, Administrator Batavia.

Raden Adipati Ario Said mempunyai masa kerja empat puluh tahun, empat belas tahun diantaranya sebagai Bupati Blora. Kiprahnya di pemerintahan dimulai pada 1885 ketika ia mengikuti ujian pegawai negeri dan dua tahun berikutnya lolos menjadi seorang pegawai. Di awal karir, ia adalah pegawai Binnenland Bestuur kelas rendah, di mana dipekerjakan di Boschwezen dan Opiumregie. Karirnya terus menanjak, dua yang paling akhir adalah menjabat sebagai Wedono Ambarawa, kemudian pada tahun 1913 ditunjuk menjadi Bupati Blora. Pada bulan juli tahun yang sama mendapat gelar Tumenggung, pada 1920 dia dianugerahi gelar “Ario”, kemudian dianugerahi gelar ‘Adipati’ pada tahun 1922.

Beliau adalah anggota Volksraad  dari tahun 1921 hingga 1924, di mana telah menjadi anggota atas promosi dari PEB (Politieke Ekonomische Bond). R.A.A. Said adalah seorang penghubung antara para bupati dengan PEB. Para bupati yang bergabung dengan PEB itu antara lain; PTA Koesoemo Joedo (bupati Ponorogo), RAA Soeria Karta Legawa (bupati Garut), RMA Pandji Ario Dinoto (bupati Cirebon), RT Notohadisoerjo (bupati Banyuwangi), RAA Poerbonegoro (bupati Trenggalek), PA Sosrohadiningrat (bupati Tulung agung), RAA Soeria Adiningrat (bupati Jombang), RAA Nitinegoro (bupati Probolinggo), dan Hadiwinoto (bupati Magetan). 

R.A.A. Said juga mendirikan perkumpulan PEB Bumiputera di Jawa Timur. Saat menjadi anggota Volksraad, dengan sungguh-sungguh mengusulkan dibentuknya “Dinas Kesehatan Rakyat”, yang  beranggotakan masyarakat pribumi, supaya bisa mencapai hasil yang maksimal. Memurutnya, kesehatan merupakan hal yang utama, semua usaha untuk meningkatkan kesejahteraan akan sia-sia apabila tidak terdapat jiwa dan badan yang sehat.

Ia seorang dengan kepribadian baik, tegas dan religius, seorang pegawai negeri yang jujur. Kepribadiannya yang kuat telah memberikan contoh kepada bawahannya tentang pengabdian dan ketepatan waktu dalam menjalankan tugas. Rupanya, dengan tindakan dan perilakunya, dia telah berhasil merangkul kepercayaan dari segenap masyarakat kabupaten Blora dan berhasil menghindarkannya dari pengaruh buruk ekstremis yang sedang melanda Jawa.

Adalah aman untuk dikata bahwa dia termasuk bupati terbaik di antara para bupati Jawa, yang juga kemudian diakui pemerintah Belanda dengan menunjuknya di tahun 1925 sebagai seorang perwira dalam Orde Oranye-Nassau. 

Sebenarnya dia telah berencana pensiun pada tahun 1927 untuk dapat melakukan ziarah ke Mekah, namun kematian telah menghalangi keinginan hatinya. Oleh karena R.A.A. Said telah meninggal dunia tanpa meninggalkan seorang anak, maka secara langsung terdapat banyak kandidat untuk mengisi kekosongan jabatan Bupati Blora ini.

Menurut Regeerings-Almanak voor Nederlandsch Indie (1926, bagian pertama), tertulis:

“Bupati ditunjuk oleh Gubernur Jenderal, tetapi harus juga tunduk pada syarat keterampilan, ketekunan, kejujuran dan kesetiaan, dan sebisa mungkin salah seorang putra atau kerabat Bupati terakhir yang terpilih sebagai penggantinya. Berkenaan dengan kompetensi para kandidat, memurut surat edaran Sekretaris Jenderal 19 November 1913, nomor 2744 (Bij. 8579), yang ditujukan kepada para kepala pemerintah daerah di Jawa dan Madura, dengan pengecualian dari Vorstenlanden (wilayah kotapraja 4 Kerajaan Jawa), akan memenuhi syarat jika bukan hanya telah menjabat pada posisi yang lebih rendah, tetapi juga waktu jabatan minimal dua tahun, sebagai kepala distrik (wedana) atau sebagai Patih, dan paling penting bagi seorang bupati, yang ingin sepenuhnya kompeten, ia harus memahami dan bisa berbicara bahasa Belanda, Bijbl. 9765.”

Seorang kandidat juga harus memenuhi persyaratan ujian tertentu, namun tidak disebutkan. Sehingga untuk persyaratan ‘kompetensi’, setidaknya ia telah mengenyam pendidikan secara penuh di salah satu sekolah Pangreh Praja Bumiputera (Bestuursschol).

Singkatnya, persyaratan utama yang harus dipenuhi kandidat Bupati adalah; pertama, memiliki hubungan darah dengan Bupati terakhir; kedua, telah menyelesaikan sekolah Pangreh Praja (Bestuursschool); ketiga, telah menjabat sebagai Wedana atau Patih setidaknya selama dua tahun. 

Atas dasar ketentuan ini, lima kandidat terkuat dari Kabupaten Blora adalah :

  1. Raden Djokomarsaid.

Ini adalah putra dari pensiunan Wedana Kraksaan, saudara lelaki almarhum R.A.A. Said. Dia telah lulus 5 tahun di Hoogere Burgerschol di Batavia, telah menjadi mantri-polisi di wilayah Surabaya selama dua tahun dan kemudian melanjutkan belajar di Sekolah Tinggi Ilmu Terapan di Batavia. Dia baru mengikuti ujian dan berharap untuk memperoleh gelar Master dalam 2 tahun. 

  1. Raden Mas Tjakraningrat.

Adalah putra kedua dari Bupati Blora terdahulu, juga sepupu dari Bupati terakhir. Dari 1922-1924 dia sekolah Bestuursschol, dan dari 1924 – sekarang bekerja sebagai Wedana Panolan (Cepu). Jadi dia tidak asing dan sangat terkenal oleh masyarakat Blora, karena merupakan keturunan dari keluarga Bupati Blora yang sangat tua dan pada garis lurus. Para leluhurnya hingga enam generasi, lebih dari satu seperempat abad dikatakan pernah menjadi Bupati Blora. Saat sang ayah (Cakranegara III) wafat pada tahun 1912 dan diganti oleh R.A.A Said, usianya masih muda, sehingga ia tidak bisa menjadi Bupati Blora.

  1. Radhen Pandji Notomoedigdo.

Adalah putra kedua dari pensiunan Patih Rembang. Ia menikah dengan satu keponakan almarhum Bupati R.A.A. Said. Juga telah menempuh sekolah Bestuursschol, bekerja sebagai Wedana Randublatung tetapi baru beberapa bulan.

  1. Raden Notowidjojo.

Sekarang menjabat sebagai Patih Rembang. Sejauh yang diketahui, ia tidak memiliki hubungan keluarga dari Bupati terakhir dan juga belum menempuh pendidikan Bestuursschol.

  1. Mas Kartohadiprodjo alias M. Prawadiman

Patih dari Bojonegoro, dia telah menempuh pendidikan Bestuursschol, tetapi dia tidak terkait dengan keluarga bupati Blora terakhir. 

Salah satu diantara para kandidat Bupati akan dipilih oleh pemerintah Kolonial Belanda menjadi Bupati Blora.

Baca juga : 

PENYAMBUTAN BUPATI R. T. MOERDJONO DJOJODIGDO DI PENDOPO KABUPATEN BLORA

ETIKA KOLONIAL DAN SAMINISME

Tentang penulis: Totok Supriyanto adalah pemerhati sejarah dan budaya

*Opini di atas merupakan tanggung jawab penulis seperti tertera, tidak menjadi bagian tanggung jawab Bloranews.com